Perpanjangan HGU milik PT Cemerlang Abadi di Abdya menuai polemik. Perusahan sawit dan Pemkab Abdya sama-sama berdalih untuk kepentingan rakyat.
Polemik perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT Cemerlang Abadi (CA) terus bergulir dan makin meruncing. Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) bersikeras menolak merekomendasikan perpanjangan izin perusahaan sawit tersebut.
Hak penggunaan lahan seluas 7.516 hektare di kawasan Desa Cot Seumantok, Kecamatan Babahrot, Kabupaten Abdya, telah berakhir masa berlakunya sejak 31 Desember 2017. PT Cemerlang Abadi pun telah mengajukan permohonan perpanjangan izin HGU ke pemerintah.
Namun, hingga saat ini Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI belum mengeluarkan izin tersebut.
Belum ditekennya HGU milik Cemerlang Abadi lantaran Pemkab Abdya tidak merekomendasikan perpanjangan izin tersebut. Alasannya, lokasi itu akan digunakan untuk lahan cetak sawah baru yang dinilai lebih produktif untuk masyarakat.
Kondisi itu berdampak pada ratusan tenaga kerja yang selama ini menggantungkan hidup di perusahaan tersebut. Salah satu pekerja di PT CA, Muhammad Isa (25) menuturkan, selama ini 500 warga setempat bekerja dan mencari nafkah di PT CA. Jika perusahaan itu ditutup, kata dia, ratusan warga akan kehilangan mata pencaharian.
“Jika ini dilakukan oleh pemerintah, maka kami akan kehilangan pekerjaan. Artinya, akan ada 500 orang pengangguran baru di Abdya. Jika pengangguran bertambah,” ujar Isa.
Isa berharap, Pemkab Abdya dapat mempertimbangkan kembali wacana tersebut. Sehingga, masyarakat atau pekerja di perusahaan perkebunan sawit itu tetap dapat mencari nafkah.
Setali tiga uang, pernyataan sama juga disampaikan oleh mantan Geuchik Simpang Gadeng, Syarifuddin. Menurutnya, keberadaan PT CA sangat bermanfaat bagi masyarakat setempat.
Karena itu, lanjut Syarifuddin, dirinya mendukung penuh perpanjangan HGU PT Cemerlang Abadi. “Keberadaan PT CA sangat membantu, terutama dalam hal ketersediaan lapangan kerja. PT CA ini banyak mempekerjakan warga sekitar, seperti warga Gampong Cot Seumantok, Simpang Gadeng, bahkan sampai ke Blang Raja,” bebernya.
“Selama ini perusahaan juga rutin memberikan CSR ke berapa gampong sekitarnya,” terang Syarifuddin yang baru saja mengakhiri masa jabatan sebagai geuchih pada Maret 2018.
Terkait dengan adanya polemik dalam perpanjangan HGU PT Cemerlang Abadi, Syarifuddin berharap agar pemerintah memperhatikan juga nasib warga yang bekerja di sana selama ini.
“Harapan saya sebagai warga dan selaku karyawan di sini, pemerintah memperhatikan kami. Bagaimana nasib kami jika tidak ada perusahaan yang selama ini menjadi sumber penghasilan kami dalam menafkahi keluarga?” tuturnya.
Meski sejumlah pihak terancam kehilangan mata pencarian, nyatanya tak membuat Bupati Abdya Akmal Ibrahim dan Wabup Muslizar melunak. Muslizar berdalih, kebijakan menolak perpanjangan HGU tersebut dikarenakan lahan itu akan digunakan untuk lahan cetak sawah baru yang dinilai lebih produktif untuk masyarakat.
“Tidak merekomendasikan perpanjangan HGU PT Cemerlang Abadi dan hal ini akan menjadi hadiah pada HUT ke 16 untuk rakyat Abdya, agar tanah itu tetap menjadi milik rakyat,” ujar Wabup Muslizar, usai upacara HUT Kabupeten Abdya beberapa waktu lalu.
Muslizar menuturkan, PT Cemerlang Abadi hadir ke Abdya 30 tahun lalu dengan ‘pertumpahan darah’ di Kecamatan Babahrot. Namun ia tidak merinci maksud pertumpahan darah tersebut.
Didasari hal tersebut, diakui Muzlizar, pihaknya berkomitmen untuk terus memperjuangkan agar HGU itu tidak lagi diperpanjang oleh Pemerintah Pusat. Apalagi, menurutnya, perusahaan asing tersebut selama ini tidak menguntungkan rakyat.
“Bukan pemerintah tidak mau menerima investor masuk ke Abdya, tapi masih ada pengunaan lahan untuk hal lain yang sangat produktif dan lebih menguntungkan rakyat,” sambungnya.
Kata Wabup, selama ini lahan itu sangat tidak produktif, hanya menjadi hutan belantara. Pihaknya, merencanakan lahan seluas 7000 hektare akan dibuka sawah baru yang dapat digunakan oleh masyarakat Abdya.
“Jika 7000 hektare diberikan kepada rakyat, maka ada sekitar 21 ribu KK yang dapat mengelola lahan itu. Selama ini 75 persen lahan tersebut dikuasai oleh perusahaan asing,” jelasnya.
Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu tertentu, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
Selain UUPA, regulasi lain yang mengatur mengenai HGU adalah Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Pada PP No.40/1996 tersebut diatur lebih jauh mengenai HGU.
Sebab-sebab dihapusnya HGU juga diatur dalam Pasal 34 UUPA dan Pasal 17 ayat (1) PP No.40/1996. HGU menjadi hapus di antaranya karena berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya. Sealin itu, HGU bisa menjadi hapus kepemilikannya jika dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir, atau dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir.
Selain itu, izin HGU dianggap musnah apabila dicabut berdasarkan UU No.20 Tahun 1961, ditelantarkan, tanahnya musnah dan pemegang HGU tidak lagi memenuhi syarat untuk dapat mempunyai HGU sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (2) UUPA
Dalam kasus kepmilikan HGU PT Cemerlang Abadi, masa berlaku izin menjadi kendala karena telah berakhir pada 31 Desember 2017 lalu. Selain itu, Pemkab Abdya juga menuding PT Cemerlang Abadi telah menelantarkan tanah tersebut.
BUPATI BERANG
Persoalan HGU PT Cemerlang Abadi di Babahrot, membuat Bupati Abdya Akmal Ibrahim berang. Pasalnya, Pemerintah Abdya menolak perpanjangan HGU perusahaan tersebut dengan alasan selama ini PT CA telah menelantarkan lahan serta kehadirannya tidak memberikan manfaat besar terhadap warga setempat.
Terkait polemik ini, Akmal Ibrahim melalui status facebook-nya mengundang para aktivis, lembaga kemahasiswaan serta siapapun yang berniat membela rakyat agar datang ke Abdya untuk membuktikan di mana tanah HGU milik PT CA yang dikembalikan kepada masyarakat serta lahan yang dikuasai para elit.
“Saya Akmal Ibrahim, Bupati Aceh Barat Daya, dengan ini mengundang para aktivis, lembaga-lembaga kemahasiswaan, atau siapapun anda yg konsisten membela rakyat dengan hati, di manapun anda berada, agar datang ke Abdya untuk membuktikan, mana tanah milik HGU PT CA yg sudah dikembalikan kepada rakyat, dan mana yg dikuasai oleh para elit,” tulis Akmal Ibrahim, Senin (10/4).
Kata Akmal, jika ada yang ingin memenuhi undangannya tersebut maka diminta untuk membawa Global Positioning System (GPS), peta, agar bisa melihat suatu kebenaran terkait lahan tersebut.
“Bawa GPS kalian, bawa peta, ayo kita tracking apa ini kebenaran, atau malah kebohongan hanya untuk mempertahankan eksistensi perusahaan ini,” tegasnya.
Selaku orang miskin, lanjut Akmal, pihaknya tidak sanggup membayar pengacara dan lainnya. “Kami hanya punya semangat kebenaran, sendiri dalam cacian dan prasangka bukanlah menjadi suatu persoalan.’
“Kami tetap berjalan, kami ingin kalian ikut membuktikan sebuah kebenaran kecil, untuk orang-orang miskin yang terpinggirkan di negerinya sendiri, sementara kita cuma penonton yg berpihak pada berita kebohongan dan hoax,” imbuhnya.
Tambah Akmal, pihaknya hanya ingin lahan yang sudah ditelantarkan sekitar 30 tahun itu dijadikan sawah bagi rakyat untuk mencukupi kebutuha pangan. Mengingat ada irigasi besar yang mengaliri lahan datar dan terlantar tersebut. “Undangan terbuka ini hanya untuk mereka yg punya hati saja. Yang lain mohon maaf. Ayo buktikan,” pungkas Akmal Ibrahim.
LAHAN DIKUASAI PEJABAT
Terpisah, Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin mengungkapkan beberapa fakta baru di balik polemik perpanjangan izin HGU perkebunan sawit PT Cemerlang Abadi yang beroperasi di kawasan Babahrot, Abdya.
Menurut Safar, hasil investigasi pihaknya beberapa waktu lalu tidak menemukan adanya lahan milik HGU PT Cemerlang Abadi yang terlantar, seperti yang disebut oleh banyak pihak, termasuk Pemkab Abdya. Bahkan, sebagai mana diakui Safar, YARA sudah melihat langsung ke lokasi lahan dan menemukan fakta bahwa perusahan selama ini berjalan optimal dan setiap tahun memproduksi sawit.
Hanya saja, kata Safaruddin, saat Aceh dilanda konflik PT Cemerlang Abadi melepaskan seluas 2.668 hektar lahan miliknya. Pelepasan lahan tersebut dikarenakan banyaknya tekanan dari pihak luar sehingga perusahaan tidak dapat bekerja secara maksimal di lokasi tersebut.
“Sebelum dilakukan pelepasan, luas lahan HGU PT Cemerlang Abdi sebanyak 7 ribu hektar lebih. Setelah pelepasan ke masyarakat, kini luas lahan HGU milik PT Cemerlang Abadi hanya tinggal 4.847 hektar,” ujar Safaruddin, Sabtu (14/4), kepada Pikiran Merdeka.
“Lahan seluas 2.668 hektar tersebut bukan diterlantarkan tapi karena ada tekanan saat Aceh masih konflik. Selain itu, di dalamnya banyak pohon-pohon sawit yang umurnya sudah tua,” tambahnya.
Dalam investigasi yang dilakukan beberapa waktu lalu itu, YARA juga menemukan banyak elit yang bermain di lahan yang sudah dilepaskan oleh PT Cemerlang Abadi. Di mana, sebagaian besar lahan sudah dikuasai oleh orang yang mempunyai kekuasaan di Abdya.
Bahkan, Safar menyebutkan, pihaknya menjumpai kenderaan plat merah dan alat berat di lahan yang dilepaskan PT Cemerlang Abadi. Padahal, lahan yang dilepaskan oleh perusahaan tersebut belum bisa dipakai oleh siapapun, karena masih berstatus milik negara.
Untuk itu, Safaruddin berharap agar Pemerintah Abdya mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut dan tidak mempersulit proses perpanjangan izin HGU milik PT Cemerlang Abadi.
“Jika ini dipaksakan, di samping akan menamnah jumlah pengangguran, juga akan berdampak pada iklim investasi di Abdya. Investor akan sulit datang jika kondisi politik di Abdya seperti ini. Ini juga akan berimbas pada PAD Abdya,” pungkasnya.[]
Belum ada komentar