Penegak hukum menyasar beragam kasus di Sekretariat KIP Aceh, dari tunjangan ganda hingga dugaan pungli.
Dua carik kertas fotocopi ditunjukkan Fakrurrazi kepada petugas ruang Unit Pelayanan Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli), Kamis pekan lalu sekira pukul 13.00 WIB. Kertas itu masing-masing berisi pernyataan sikap Fahrul Munir, staf Sekretariat KIP Kota Banda Aceh dan bukti transfer uang senilai Rp2 juta kepada rekening pribadi milik Sekretaris KIP Aceh Darmansyah pada 8 Juni 2015.
Dalam pernyataannya, Fakhrul Munir mengaku telah menyetor uang berdasarkan permintaan Darmansyah untuk pengurusan mutasi dirinya dari Sekretariat KIP Aceh Barat ke KIP Banda Aceh.
Dua bukti itu menjadi dasar Sekretaris Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) itu melaporkan Darmansyah kepada Saber Pungli. Didampingi Penasehat YARA Jakarta Ir Khairuddin, Fakrurrazi mendatangi Saber Pungli yang bermarkas di kompleks Perkantoran Kementrian Politik dan Hukum (Menkopolhukam) di Jalan Merdeka Barat No 15 Jakarta Pusat.
YARA menilai, dua surat tersebut sudah memungkinkan Satgas Saber Pungli mengusut persoalan di KIP Aceh. Apalagi, dalam laporan yang merujuk informasi dari pemberitaan Pikiran Merdeka beberapa edisi lalu, YARA juga menyertakan sederet kasus lain di Sekretariat KIP Aceh yang terindikasi korupsi.
Kasus-kasus itu, antara lain dugaan penerimaan tunjangan ganda oleh PNS Pemda Aceh yang diperbantukan di Sekretariat KIP Aceh, indikasi korupsi dalam pekerjaan pengadaan sewa 8 unit mobil di Sekretariat KIP Aceh tahun anggran 2016, dan dugaan pencatutan nama perwira polisi untuk proses kasbon anggaran KIP Aceh. Terakhir, dugaan adanya pungutan liar dalam proses mutasi dan pelantikan pejabat esselon IV di KIP Kabupaten Kota Media Mei 2016.
Sehari sebelumnya, Rabu 9 November 2016, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) melaporkan adanya tunjangan ganda. Sebanyak 21 PNS yang diperbantukan di Sekretariat KIP Aceh, menerima Tunjangan Prestasi Kerja (TPK) dari Pemerintah Aceh dan Tunjangan Kinerja (Tukin) dari KPU RI sejak pertengahan 2014 sampai sekarang.
Koordinator Monitoring Pengadilan MaTA, Baihaqi mengatakan modus yang mereka gunakan yakni membuat surat pernyataan tidak menerima tunjangan dari Pemerintah Aceh sehingga mendapatkan Tukin dari KPU.
“Agar bisa mendapatkan tunjangan dari KPU RI, mereka membuat surat pernyataan tidak menerima tunjangan dari Pemerintah Aceh,” kata Baihaqi dalam konferensi pers yang berlangsung di kantor MaTA.
Menurut perhitungan MaTA, kerugian negara dalam kasus itu mencapai Rp1,5 miliar lebih. “Rinciannya, tahun 2014 tunjangan 21 orang selama 6 bulan (Juli–Desember) Rp368.082.000, tahun 2015 (Januari–Desember) Rp736.164.000 dan 2016 (Januari–Agustus) Rp490.776.000,” papar Baihaqi.
Selain itu, MaTA juga menemukan adanya indikasi suap ke Sekretariat KIP Aceh dalam proses mutasi seorang staf dari KIP Aceh Barat ke KIP Kota Banda Aceh. “Perbuatan suap oleh oknum Sekretaris KIP Aceh dan oknum staf KIP Kota Banda Aceh sebagai upaya memperlancar proses mutasi. Mekanisme pemberiannya dengan mentransfer melalui BNI ke rekening Sekretaris KIP Aceh,” jelasnya.
MaTA meminta Kejati Aceh menjadikan indikasi korupsi tersebut sebagai pintu masuk untuk mengungkap potensi-potensi korupsi lain di Sekretariat KIP Aceh.
Belakangan, indikasi penerimaan tunjangan ganda di Sekretariat KIP Aceh juga direspon Inspektorat Aceh. Tim audit internal pemerintah Aceh mulai memeriksa pegawai yang menerima tunjangan ganda tersebut.
Kepala Inspektorat Aceh Abdul Karim mengatakan pegawai yang terbukti melakukan Pungli dan tunjangan ganda akan diberikan sanksi kepegawaian dan harus mengambalikan tunjangan tersebut. Merujuk kepada Peraturan Pemerintah (PP) 53 Tahun 2010 tentang kedisiplinan kepegawaian, ada lima kategori sanksi yang nantinya diberikan.
“Sanksinya bisa pencopotan hingga pemecatan. Tapi yang memutuskannya adalah tim penyelesaian sengeketa kepegawaian,” katanya.
Melihat bukti-bukti yang ada, Abdul Karim memprediksi penelusuran kasus ini tidak membutuhkan waktu lama. Inspektorat akan mendalami kasus ini agar tidak salah dalam mengeluarkan keputusan. “Kami tidak akan menutup-nutupi kasus ini, silakan diawasi bersama-sama. Apalagi pak Plt Gubernur sangat komit terhadap kedisiplinan pegawai,” katanya.
Terkait adanya laporan ke Kejati Aceh dan Saber Pungli, kata Abdul Karim, hal itu sah-sah saja. Namun, menurut dia, kasus seperti ini seharusnya diselesaikan oleh pengawas internal dulu. “Jika dalam penelusuran kami menemukan adanya unsur pidana, itu baru diserahkan ke penyidik,” jelasnya.
Inspektorat Aceh nantinya juga memberitahukan KPU RI dalam setiap keputusan yang dikeluarkan. “Sifatnya pemberitahuan saja ke KPU, tapi yang memutuskan kami,” jelasnya.[]
Belum ada komentar