Setya Novanto (PM/INT)

PM, Jakarta – Sidang gugatan praperadilan terkait kasus penetapan tersangka e-KTP Ketua Umum Golkar, Setya Novanto, kembali digelar Jumat (29/9) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

Agenda sidang praperadilan hari ini adalah pembacaan vonis oleh hakim tunggal Cepi Iskandar pada pukul 16.00 WIB. Hal itu dikatakan Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Made Sutrisna, saat dikonfirmasi Jumat (29/9).

“Sidang putusan gugatan praperadilan untuk Setya Novanto direncanakan nanti dibacakan hakim seusai salat Ashar sekitar pukul 16.00 WIB,” kata Made, seperti dilansir teropongsenayan.com.

Menurut Made, terkait pelaksanaan sidang pada sore hari karena hakim membutuhkan waktu untuk mempertimbangkan serta menyusun putusan. Terlebih mengingat banyaknya pertimbangan barang bukti yang harus dibaca oleh hakim, Made menganggap sore hari adalah waktu yang ideal bagi hakim untuk membacakan putusan tersebut.

Sidang praperadilan Novanto pada awalnya direncanakan digelar pada 12 September namun karena pihak KPK saat itu belum lagi siap dengan dokumen mereka, hakim tunggal Cepi Iskandar memutuskan sidang ditunda dan dimulai lagi pada tanggal 20 September 2017 lalu.

Sesuai dengan KUHAP, vonis praperadilan harus dibacakan paling lama 7 hari setelah dibuka.

Dalam sidang sebelumnya yang mengagendakan mendengar kesimpulan, pihak KPK yang dipimpin oleh Kabiro Hukum Setiadi, KPK telah menyampaikan 6 kesimpulan.

Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah menyatakan, poin tersebut merupakan hasil kesimpulan yang nantinya dapat menjadi pertimbangan hakim untuk menolak gugatan praperadilan yang dilayangkan pihak Novanto.

Sebelumnya, Novanto ditetapkan sebagai tersangka karena diduga mengkondisikan peserta dan pemenang tender e-KTP, melalui pengusaha yang diduga sebagai orang dekatnya Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Dalam kasus tersebut Novanto diduga melanggar Pasal 3 atau 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Pasal-pasal tersebut mengatur tindakan penyelenggara negara menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau korporasi, secara bersama-sama dan melawan hukum. (tsc)

Komentar