Sejarah Kurban untuk Perubahan

Sejarah Kurban untuk Perubahan
Sejarah Kurban untuk Perubahan

Oleh Teuku Zulkhairi
Alumnus Dayah Babussalam Matangkuli Aceh Utara

Ibadah kurban sesungguhnya bukan hanya ritual menyembelih kambing, kerbau atau sapi yang dagingnya dibagikan kepada para fakir miskin. Pada dasarnya ini hanya makna simbolik saja. Makna sesungguhnya adalah bagaimana seorang muslim menyembelih sifat kikir, cinta dunia dan rakus, cinta berlebihan terhadap harta, jabatan atau kekuasaan, buruk sangka dan berbagai penyakit hati lainnya. Karena itu hari raya Idul Adha beberapa hari lagi harus dijadikan mementum memperbarui semangat mau berkurban agar terbangun semangat untuk melawan semua bentuk kecintaan terhadap harta dan fatamorgana dunia lainnya.

Pada dasarnya, kata kurban berasal dari bahasa Arab qaraba-yuqaribu-kurbanan-qaribun, yang artinya ’dekat’. Maka makna kurban secara konstekstual berarti usaha untuk menyingkirkan hal-hal yang dapat menghalangi seseorang untuk mendekatkan kita pada Allah. Penghalang mendekatkan diri kepada Allah itu baik berupa berhala maupun sifat – sifat hewan dalam berbagai bentuknya, seperti ego, nafsu, cinta kekuasaan, cinta harta-benda, memfitnah dan lain-lainnya secara berlebihan.

Ibadah kurban memberi makna bahwa segala perbuatan yang menyebabkan bertambah dekatnya seseorang dalam perjalanannya menapaki ridha Allah Swt. Ibadah ini tidaklah semata-mata pengorbanan dari orang yang berkurban. Dengan kata lain, ibadah kurban justru memberi keuntungan kepada yang bersangkutan. Dan hakikatnya, pelaksanaan ibadah kurban pada perayaan Idul Adha merupakan kesadaran sejarah kehambaan yang pernah dicapai oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail alaihimas salam.

Dengan makna seperti itu, maka esensi atau nilai ibadah kurban bukan terletak pada besar kecilnya atau sedikit banyaknya hewan kurban yang disembelih. Tetapi, yang justru terpenting, adalah bagaimana tingkat ketakwaan seseorang ketika melaksanakan ibadah kurban.

Allah Swt berfirman: ”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridhaan Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (Q.S. Al-Hajj: 37). Selain itu, dalam ibadah kurban juga tersirat pesan-pesan rohani agar kita ikut aktif dan bertanggung jawab untuk menciptakan suasana persaudaraan. Ini disyaratkan Alquran melalui firman-Nya: ”Maka, makanlah sebagian dari padanya dan sebagian lagi untuk dimakan orang-orang sengsara lagi fakir.” (Q.S. Al-Hajj: 28).

Menuju Perubahan Sosial

Dimensi substansial yang terkandung dalam ibadah kurban adalah pelajaran agar setiap pribadi memiliki empati sosial yang tinggi demi mewujudkan agenda perubahan sosial di masyarakat dan negara. Dengan berempati berarti kita merasakan denyut penderitaan orang lain sebagaimana Rasulullah Saw selalu bergetar hatinya setiap kali melihat penderitaan orang lain.

Kurban, sebagai ritual simbolik kelanjutan pelajaran seorang Ibrahim, juga menunjukkan bahwa berbagai sandang dan status sosial sesungguhnya tak ada gunanya di mata Tuhan. Alquran menyatakan, hanya ketakwaanlah yang diperhitungkan di sisi Allah. Maka, dengan berkurban sesungguhnya merupakan sarana untuk membunuh berbagai ego tadi, yang dapat menjadi penghalang upaya ketakwaan kepada Allah.

Di tengah kondisi masyarakat seperti sekarang ini, tentu saja kita rindu terhadap figur suri teladan yang melekat pada diri Rasulullah SAW. Beliau adalah figur yang sangat peka terhadap penderitaan orang lain. Sikap seperti inilah yang tentu saja sangat dibutuhkan pada kondisi kini. Melalui ibadah kurban inilah diharapkan kepedulian kita untuk melaksanakan perintah Allah sebaik-baiknya akan tumbuh berkembang dengan optimal. Demikian pula kepedulian kita terhadap para mustahiq-nya, yakni orang-orang yang membutuhkan hewan kurban yang kini jumlahnya semakin hari semakin banyak. Sangat miris melihat perjalanan bangsa yang mayoritas penduduknya muslim ini justru kehilangan semangat berkurban dan rasa empati kepada sesama.
Karena itu, perayaan Hari Raya Idul Adha yang tinggal beberapa hari lagi hendaknya dijadikan momentum untuk menumbuhkan kembali semangat berkurban dan empati terhadap sesama. Mudah-mudahan semakin banyak kaum Muslimin diberikan kesadaran untuk berkurban demi saudara-saudaranya, dan bukan malah mengorbankan saudaranya. Bagi kaum Muslimin yang diberikan kelapangan rezeki oleh Allah Swt agar dapat berkurban, dalam rangka menumbuhkan ketajaman hati, pikiran, dan perasaan sosial.

Dengan memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan, yang berada di berbagai daerah, kita akan merasakan denyut kemiskinan mereka. Hal itu juga sebagai upaya untuk meningkatkan kepedulian kepada mereka, terutama kaum dhuafa, yang merupakan tanggung jawab kita bersama sebagai saudara seiman. Dengan menumbuhkan semangat ingin berbagi dengan penuh rasa syukur kepada Allah Swt, tentunya menjadi kebahagiaan tersendiri yang tak ternilai harganya bagi mereka yang berkurban.

Dengan demikian, esensi dari Hari Raya Idul Adha juga bukan semata ritual penyembelihan kurban, melainkan lebih dari itu, membangun semangat kehambaan nabi Ibrahim dan nabi Ismail dalam kehidupan sehari-hari demi menghadirkan berbagai agenda perubahan(transformasi) individual dan sosial di masyarakat. Ada dua pesan mendasar dari sejarah kepatuhan Ibrahim dan digantinya Ismail dengan domba. Pertama, Hati Ibrahim menjadi dekat pada Allah karena nafsunya telah dibunuh. Kedua, dengan kaum fakir miskin dihubungkan dengan mencintai, dalam wujud berbagi kasih sayang dengan sesama manusia. Adapun daging itu sebenarnya hanya makna simbolik. Yang utama adalah keberhasilannya telah membunuh dan menyembelih egoisme pribadi dan kelompok dalam berbagai bentuknya.

Setelah melaksanakan ibadah kurban dengan ikhlas, berikutnya kita berharap terjadinya berbagai perubahan dalam diri pribadi kita untuk semakin dekat dengan Allah Swt, semakin istiqamah mengikuti ajaranNya, semakin mampu kita meletakkan harta kita di tangan kita dan bukan di hati. Semoga semakin kuatlah kita untuk menjaga hati dari segenap sifat buruk dan kita isi dengan segenap sifat baik. Amiin. Insya Allah. Wallahu a’lam bishshawab.

Telah disiarkan di Pikiran Merdeka edisi 91 cetak, September 2015.

[PM005]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

8 Tipe Perempuan Idaman Pria
8 Tipe Perempuan Idaman Pria

8 Tipe Perempuan Idaman Pria