Menyingkap Penyimpangan Incumbent

Wakil Gubernur Aceh H Muzakir Manaf bersama anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PIDP Guruh Sukarno Putra dipeusijuek oleh Tgk Sanusi saat tiba mengikuti silaturrahmi dengan masyarakat Barat-Selatan di Desa Tampak, Kecamatan Sama Dua, Aceh Selatan, Senin malam 14/3/2016.
Wakil Gubernur Aceh H Muzakir Manaf bersama anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PIDP Guruh Sukarno Putra dipeusijuek oleh Tgk Sanusi saat tiba mengikuti silaturrahmi dengan masyarakat Barat-Selatan di Desa Tampak, Kecamatan Sama Dua, Aceh Selatan, Senin malam 14/3/2016.

Sejumlah kepala daerah yang kembali maju di Pilkada 2017 terus bermanuver. Mereka terkadang melabrak aturan KPU dan mengangkangi UU tentang aparatur sipil negara. 

Menghadapi Pilkada 2017, sejumlah kepala daerah di Aceh sudah ambil ancang-ancang untuk mencalonkan diri lagi. Berbagai upaya dilakukan, demi mempertahankan kursi kekuasaan, baik di level provinsi maupun di kabupaten/kota.  

Sayangnya, manuver yang mereka mainkan terkadang di luar kepatutan politik. Tidak saja melabrak Peraturan KPU No.28/2009 tentang larangan menggunakan fasilitas negara, mereka juga melanggar UU No.5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pelanggaran tersebut berupa pelibatan Pegawai Negeri Sipil (PNS), BUMD, pengerahan kepala desa, serta penyalahgunaan fasilitas publik dan kendaraan dinas.

Dimulai dari Gubernur Aceh Zaini Abdullah. Berkedok kunjungan kerja, Zaini mengumpulkan para geuchiek dari beberapa daerah Pantai Barat Selatan di Banda Aceh. Dikabarkan, berkumpulnya para geuchiek tersebut untuk memberikan dukungan terhadap pencalonan kembali Zaini Abdullah di Pilkada mendatang.  

Kunjungan kerja berbau politik ini pun akhirnya dikecam publik karena Gubernur Zaini dianggap menyalahgunakan jabatannya.

Hal serupa dilakukan Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf saat kunjungan kerja ke Aceh Barat Daya (Abdya) pada 24 April 2016. Tidak tanggung-tanggung, pria yang akrab disapa Mualem ini melakukan orasi politik di halaman Pendopo Wakil Bupati Abdya. Usai orasi, ia menggelar konferensi pers untuk mendeklarasikan Wakil Bupati Abdya Erwanto sebagai Bakal Calon (Balon) Bupati Abdya periode 2017-2022.

Erwanto pun menjadi pelanggar selanjutnya. Ia dikabarkan mendeklarasikan dirinya di hadapan para PNS yang menjadi bawahannya di Pemkab Abdya. Padahal, undang-undang tentang ASN dengan jelas melarang para aparatur sipil negara untuk terlibat dalam segala bentuk politik praktis.

Berikutnya Bupati Bireuen Ruslan M Daud juga tidak luput dari sorotan media terkait deklarasi dukungan terhadapnya dari petinggi Partai Aceh (PA) yang dilaksanakan di aula lama Setdakab Bireuen, Senin (7/3/2016).

Tidak berselang lama, nama Ruslan kembali disorot. Pasalnya, dia mengumpulkan 35 orang yang terdiri dari geuchiek, sekretaris desa dan perangkat desa di Kecamatan Jeunieb, Bireuen, untuk memberikan dukungan terhadap pencalonannya.

Bahkan, mereka yang tergabung dalam Forum Geuchiek dan Sekdes itu menyatakan sikap mendukung Ruslan sebagai Cabup Bireuen periode mendatang. Pendeklarasian itu digelar di kantor Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Aceh Bireuen, Senin (18/4/2016).

Pelanggaran yang nyaris serupa juga dilakukan para kandidat petahana lainnya di Aceh, baik bakal calon bupati maupun bakal calon walikota. Berbagai upaya dilakukan untuk melanggengkan kekuasaan, walau bertentangan dengan aturan berlaku.

Untuk pengawasannya, sejauh ini KIP dan Bawaslu belum bisa menjalankan fungsinya masing-masing karena tahapan Pilkada 2017 belum dimulai. Hanya kontrol masyarakat yang mungkin bisa menghentikan aktivitas menyimpang para kandidat petahana itu.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait