Solo – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy melarang sekolah seenaknya memberikan sanksi terhadap siswanya yang mengikuti demo dan aksi unjuk rasa.
“Tidak boleh ada yang main sanksi untuk masalah unjuk rasa,” kata Muhadjir seusai meresmikan Gedung SMP dan SMA Muhammadiyah PK Kota Barat Surakarta, Solo, Jawa Tengah, Jumat (4/10/2019).
Sebelumnya, unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang KPK, KUHP dan lainnya tidak hanya diikuti oleh mahasiswa, namun juga kalangan pelajar SMA/SMK. Bahkan, ada sejumlah sekolah yang mengancam mengeluarkan siswanya jika terbukti mengikuti aksi unjuk rasa tersebut.
“Enggak boleh itu (mengeluarkan siswa). Wong yang enggak sekolah saja diminta untuk masuk kok, ini yang masuk disuruh keluar. Jadi pendekatannya harus pendidikan,” kata Muhadjir.
Muhadjir mengatakan, Kemendikbud akan menyisir sekolah yang mengeluarkan sanksi terhadap siswanya. Hal tersebut untuk memberikan penjelasan yang benar, supaya sekolah tidak menerapkan sanksi sembarangan.
“Tetapi, rata-rata saya kira dinas pendidikan, baik provinsi, kabupaten/kota sudah paham kok. Kalau ada, itu ya 1, 2 saja. Intinya tidak boleh main sanksi,” tutur Muhadjir. Muhadjir meminta pihak sekolah untuk mendidik dan memulihkan kondisi siswa yang mengalami trauma saat mengikuti aksi.
Namun, pihak sekolah juga harus menyadarkan siswa bahwa aksi yang mereka lakukan itu sangat berbahaya. Menurut Muhadjir, secara pendekatan hak asasi manusia (HAM), para pelajar memang berhak untuk menyampaikan aspirasi dan berekspresi.
Namun, bereskpresi yang dilakukan harus sesuai dengan aturan dan batasan tertentu. “Kalau dalam melampiaskan atau menunjukkan ekspresinya itu bisa mengancam keamanan dan keselamatan jiwa yang bersangkutan, itu tidak boleh. Harus didahulukan yang menyelamatkan dia,” kata Muhadjir.
Sumber: Kompas
Belum ada komentar