PM, Banda Aceh—Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mensinyalir ada permainan dalam persidangan kasus tindak pidana korupsi pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) Dinas Kesehatan Lhokseumawe di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh. Vonis setahun penjara bagi masing terdakwa dinilai mencederai rasa keadilan masyarakat.
Para terdakwa itu yakni Sarjani Yunus (mantan Kadis Kesehatan Lhokseumawe), Helma Faidar (Kuasa BUD Dinas Pengelolaan Keuangan Aset Daerah Lhokseumawe, dan Husaini Setiawan (Direktur PT Kana Farma Indonesia). “Hakim momvonis masing-masing terdakwa hanya setahun penjara. Ini jauh di luar dugaan publik dan mencederai rasa keadilan masyarakat mengingat kerugian negara berdasarkan audit BPKP Aceh mencapai Rp3,5 miliar,” sebut Baihaqi, Koordinator Bidang Anti Korupsi dan Peradilan Badan Pekerja MaTA, Kamis (6/2/ 2014).
Pihaknya menilai, vonis yang dijatuhkan hakim tersebut sebagai upaya melindungi terdakwa dan hal ini menambah catatan hitam dalam upaya penegakan hukum di Pengadilan Tipikor Banda Aceh. “Kalau hal seperti ini terus terjadi, komitmen pemberantasan korupsi yang selama ini didengungkan oleh aparat penegakan hukum hanya slogan belaka tanpa ada aksi nyata. Hal ini juga akan berimbas pada tingkat kepercayaan publik yang semakin merosot terhadap penegakan hukum di Aceh,” kata Baihaqi.
Berdasarkan hasil penelusuran MaTA, papar dia, tuntutan jaksa atas tiga terdakwa juga diduga adanya setting agenda melindungi terdakwa. “Masing-masing cuma dituntut dengan 1,5 tahun penjara,” katnya.
Di samping itu, lanjut Baihaqi, Kejaksaan Negeri Lhokseumawe dalam pengungkapan kasus tersebut juga disinyalir tidak menelusuri seluruh aliran dana hasil tindak pidana korupsi kasus tersebut. “Ini jelas ada oknum-oknum yang terlindungi, padahal mereka menerima aliran dana dari hasil penjarahan uang rakyat itu,” sebutnya.
MaTA menduga, oknum yang terlibat bukan hanya tiga orang, akan tetapi lebih dari pada itu. “Kejari Lhokseumawe juga tidak memeriksa Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Dearah (DPKAD) Lhokseumawe, padahal dialah yang berwenang mencairkan anggaran untuk Alkes tersebut,” papar Baihaqi.
Jika ditelisik, tambahnya, kasus tersebut sudah memenuhi aspek korupsi sebagaiman yang ditegaskan dalam UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal 2 ayat (1). Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, tambah Baihaqi, MaTA mendesak Kejari Lhokseumawe untuk segera melakukan banding. “Ini penting mengingat dalam pengungkapan kasus ini memakan waktu yang sangat panjang dan menghabiskan banyak energi. Kalau memang hanya setahun vonis hakim, maka kerja-kerja jaksa selama ini percuma karena memang tidak memberikan hasil yang maksimal sebagaimana yang ditegaskan dalam UU tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,” ungkapnya.
Dalam penanganan kasus tersebut, kata dia, MaTA juga segera mempelajari terhadap dakwaan dan putusan. “Kalau memang nantinya ada keanehan, kami akan melaporkan ke pihak yang berwenang. Kami juga berharap pada masyarakat untuk mengikuti terus terhadap perkembangan kasus ini,” tandasnya.(rel)
Belum ada komentar