Hari ini, 47 tahun lalu Singapura memisahkan diri dari Malaysia dan menjadi sebuah negara berdaulat. Siapa sangka, kemerdekaan negeri kota yang nantinya menjadi salah satu macan Asia ini merupakan hasil dari bentrok antar ras, terutama antara etnis China dengan Melayu, seperti dinarasikan ulang oleh BBC pada 15 Juli 2009.

Dahulu, Singapura merupakan wilayah jajahan Kerajaan Sriwijaya. Pada abad 7-12 Masehi, orang-orang lebih mengenalnya sebagai Temasek. Kawasan ini ramai karena wilayahnya strategis. Setelah kekuasaan Sriwijaya memudar, Kesultanan Johor segera mencaploknya dan berkuasa cukup lama, sejak abad 16 hingga 19.

Kota ini berhasil memosisikan diri sebagai daerah perdagangan netral, meski bangsa Eropa seperti Portugis dan Spanyol mulai berdatangan ke wilayah Asia Tenggara berdagang rempah-rempah. Nasib Singapura mulai berubah ketika gubernur Jenderal Inggris Thomas Stamford Raffles membuat perjanjian dengan Sultan Hussein Shah, penguasa pulau kecil itu. Negeri Ratu Elizabeth ini membangun pangkalan dan cikal bakal kota Singapura modern.

Pada Perang Dunia Kedua, Jepang mengalahkan Inggris dan menguasai Singapura. Pada saat itu, bibit-bibit pertikaian antar ras mulai muncul. Dari total populasi, imigran China mencapai separuh lebih dan sering berebut lahan pekerjaan dengan orang Melayu yang merasa penduduk asli.

Di akhir perang Jepang kalah. Inggris kembali ke wilayah itu dan memberi status Singapura otonomi khusus seperti Malaysia. Pada pemilihan umum 1959, Lee Kuan Yew, politikus berpengaruh negara kota ini terpilih sebagai perdana menteri. Menjadi negara persemakmuran Inggris ternyata tidak segera membawa kebaikan. Pertentangan ras, ekonomi, dan ideologi, terutama karena banyak pegiat komunis dari China berupaya merebut Singapura, membuat negeri mungil ini kerap dilanda kerusuhan selama periode 1950-an.

Melihat gelagat Inggris mulai abai mengurus Singapura, pemimpin Negeri Singa itu memilih merapat dengan negara tetangganya. Pada 31 Agustus 1963, Singapura resmi bergabung dengan Federasi Malaysia, bersama Sabah dan Serawak.

Untung tidak dapat ditolak, pemimpin Malaysia rupanya menerapkan kebijakan pemberian hak khusus bagi bumiputera, yaitu etnis Melayu. Prasangka etnis juga merebak dengan pemerintahan di Kuala Lumpur kerap mendiskriminasi warga etnis Tionghoa.

Akibatnya, Singapura kembali terjebak dalam kerusuhan demi kerusuhan, paling parah terjadi pada 1964. Merasa negara kecil itu hanya bisa menjadi biang rusuh, parlemen Malaysia pada 1965 membuat keputusan mengejutkan. Dengan suara 126 banding 0, seluruh anggota dewan perwakilan rakyat sepakat mengeluarkan Singapura dari Federasi Malaysia.

Singapura akhirnya menjadi satu-satunya negara di dunia yang merdeka bukan karena keinginan sendiri. Lee Kuan Yew, meski berupaya optimis, menghadapi masalah mahaberat saat menangani negara itu selepas merdeka. Pengangguran tinggi, pemukiman kumuh hampir di seluruh pulau, dan tentu saja, tidak ada sumber daya alam untuk mengisi kas negara.

Dengan tangan besi, dia rombak Singapura menjadi salah satu kota disegani. Korupsi dihilangkan, pembangunan digalakkan, dan kebersihan amat dijaga. Lee Kuan Yew ingin investor asing dan para pedagang betah transit di negara itu.

Kini, negara yang luasnya hanya seperempat DKI Jakarta itu menjadi salah satu negara paling makmur dan maju di dunia. Data 2011 menunjukkan Singapura memiliki jumlah penduduk 4,8 juta jiwa. Pendapatan nasional per kapitanya US$ 41.430 atau setara dengan Rp 373 juta. Sedangkan tingkat pengangguran negara ini hanya dua persen.[fas/merdeka]

Komentar