Dana sebesar Rp650 miliar diakui mantan Gubernur Zaini Abdullah telah dialokasikan dalam APBA 3013. Anggaran untuk pemberdayaan eks kombatan ini akhirnya diketahui tidak tepat sasaran. Komite Peralihan Aceh (KPA) selaku organisasi bernaungnya eks pejuang GAM mengaku tak pernah menerima dana tersebut.
Berdasarkan data yang diperoleh Pikiran Merdeka, proyek senilai Rp650 miliar ini tersebar di 11 SKPA. [lihat grafis]
Proyek tersebut, di antaranya ‘dititip’ di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Dinas Kesehatan dan Peternakan (Dinkeswannak), Dinas Sosial (Dinsos), serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag).
Dari sejumlah kasus yang tertera dalam kelompok proyek Rp650 miliar tersebut, sebagiannya sudah ditangani penyidik Kejati Aceh. Di antaranya pengadaan kapal nelayan 40 GT yang menyedot anggaran Rp97,2 miliar di DKP Aceh. Belakangan, kasus ini sudah dihentikan di tengah jalan. Sementara hibah ayam petelur senilai Rp27 miliar hinga kini tak diketahui ujungnya.
Kepada Pikiran Merdeka, akhir Januari lalu, Koordinator GeRAK Aceh Askhalani menuturkan, bahwa tak sepenuhnya proyek Rp650 miliar tersebut ditujukan untuk pemberdayaan eks kombatan. “Opini yang terbangun sekarang, seakan-akan 100 presen dana ini diserahkan ke GAM. Padahal dana ini melalui SKPA dan dalam bentuk barang, bukan uang. Faktanya juga, tidak semua dana tersebut diterima oleh eks GAM,” katanya.
Dia menjelaskan, proyek Rp650 miliar itu merupakan usulan anggota DPRA setelah pembahasan KUA-PPAS 2013. Proyek ini dititipkan dewan di sejumlah SKPA. Namun, dana itu tak semuanya diperuntukkan bagi organisasi tempat bernaung bekas pejuang GAM tersebut. Hanya beberapa program yang dikhususkan untuk mereka, seperti di Dinas Perikanan, Peternakan, Perdagangan, dan Dinsos.
“Proyek Rp650 miliar itu bukan diusulkan atau dikelola langsung oleh Komite Peralihan Aceh. Namun dititipkan bersamaan oleh anggota dewan ke berbagai dinas yang akamulasinya mencapai Rp650 miliar,” papar Askhalani.
Hasil penelusuran GeRAK, kata Askhalani, ada yang mengambil keuntungan dari dana tersebut. “Ini hasil kongsi kepentingan banyak orang dengan mengatasnamakan GAM, tapi GAM tidak mendapatkan apapun dari sini,” katanya.
Dari 11 dinas yang mengelola dana Rp650 miliar itu, jelas dia, hanya empat dinas yang diketahui mengarahkan proyek tersebut untuk pemberdayaan ekonomi eks kombatan. “Jadi bisa dihitung, berapa jumlah anggaran auntuk program di dinas tersebut, segitulah jumlah anggaran yang diperuntukkan bagi eks GAM,” sebut Askhalani.
Meski tidak sepenuhnya dana itu untuk eks kombatan, GeRAK meminta seluruh proyek dalam paket Rp650 miliar itu diusut tuntas. “Nantinya baru diketahui, apakah hanya dana untuk GAM yang bermasalah atau seluruh paket proyek tersebut? Hasil audit yang menentukan apakah ada penyelewengan atau tidak?” lanjutnya.
Ia juga meminta penyidik memeriksa gubernur dan wakil gubernur. “Sebagai penanggungjawab anggaran, gubernur dan Wagub juga harus dimintai keterangan soal ini,” kata Askhalani.
Berdasarkan data yang diperoleh GeRAK, mantan Wagub Aceh Muzakir Manaf yang menandatangani naskah perjanjian hibah tersebut. “Jadi, harus dibuktikan, apakah benar-benar eks kombatan menerima manfaat dari dana tersebut atau hanya memanfaatkan GAM untuk mendapatkan dana itu?” bebernya, mempertanyakan.
Karena itu, GeRAK mendesak Kejati memeriksa kepala SKPA terlebih dahulu sebelum memeriksa pelaksana hingga penerima bantuan. Alasannya, sejak perencanaan hingga pelaksanaan diduga sudah terendus sejumlah masalah. Selain itu, yang bertanggung jawab adalah kepala SKPA selaku kuasa pengguna anggaran.
“Kalau diperiksa mereka, dengan sendirinya akan ditemukan dan diketahui prosesnya. Tapi jika yang diperiksa penerima terlebih dahulu, maka hanya akan berhenti di situ saja. Karena dalam kacamata kami, penerima tak mengetahui apapun. Unsur yang ikut bertanggungjawab dan yang lebih tahu, ya kepala dinasnya,” sebut Askhalani.
Askhalani menambahkan, untuk kasus pengadaan bot 40 gros ton di DKP Aceh sudah di-SP3-kan. Alasan yang dikemukakan Kejati tidak cukup bukti. “Padahal dalam perkembangannya, ini bagian kecil dari laporan kami kemarin,” katanya.
Lain halnya proyek di Dinkeswanank Aceh yang terbagi pada dua item kegiatan, yaitu program ayam petelur dengan mata anggaran Rp29.125.000.000 dan program pabrik pakan ayam dengan pagu Rp5.784.441.945. Merujuk SK Wagub Aceh No.524/31210/2013 tentang penetapan penerima hibah, KSU Bintang Beusare dinyatakan sebagai pihak yang ‘menikmati’ dana tersebut.
Dalam SK itu juga disebutkan, ayam yang harus disediakan berjumlah 100 ribu ekor untuk dibagi kepada 50 orang yang tersebar di beberapa kabupaten/kota di Aceh. Namun, hasil pemeriksaan Inspektorat Aceh tahun 2014 ditemukan pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan laporan yang disajikan oleh SKPA. Ayam yang tersedia hanya 25 ribu ekor, sementara sisanya 75 ribu ekor tidak diketahui.
Di sisi lain, pembangunan pabrik pakan ayam senilai Rp5.516.435.040 juga tidak dioperasikan dengan alasan harga bahan baku mahal/tidak tersedia. Dugaan kerugian negera pada dua kegiatan tersebut mencapai Rp35 miliar, sehingga Gerak Aceh melaporkan kasus tersebut ke Komisi Pemerantasan Korupsi (KPK).
Sebelumnya juga mencuat dugaan penggelembungan harga (mark-up) pada proyek pengadaan 1.300 ekor bibit sapi yang dilaksanakan Diskeswannak Aceh tahun 2013. Proyek pengadaan itu, yakni 100 ekor bibit sapi lokal dengan nilai kontrak Rp919,5 juta, pengadan 770 ekor bibit sapi Bali Rp7,5 miliar, dan pengadaan 500 ekor bibit sapi Inseminasi Buatan (IB) dengan nilai kontrak Rp6,621 miliar.[]
Belum ada komentar