Rabu pekan lalu, Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah secara resmi dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh periode 2017-2022. Ini mengulang peristiwa satu dekade silam saat ia terpilih menjadi gubernur pada 2016. Kali kedua, sosok yang dikenal sebagai ‘Bapak JKA’ ini gagal mempertahankan tampuk kekuasaan pada Pilkada 2012.

Pendiri Partai Nasional Aceh yang kini telah berubah nama menjadi Partai Nanggroe Aceh (PNA) ini siap merealisasikan 15 program unggulan yang ia gaungkan saat masa kampanye lalu. “Saya dipilih oleh rakyat Aceh, mereka telah membandingkan kinerja dengan pemimpin sebelumnya, bagaimana mereka memimpin dan bagaimana saya memimpin,” katanya.

Sabtu (8/7) petang, Irwandi Yusuf menerima kedatangan Pikiran Mereka di kediamannya di kawasan Lamprit, Banda Aceh. Mengenakan kemeja lengan pendek biru dan celana panjang berwarna cerah, rautnya tampak melepas lelah, karena baru saja mendarat di Lanud Sultan Iskandar Muda menggunakan pesawat pribadinya dari lawatannya ke Kota Sabang. Berikut petikan wawancara wartawan Pikiran Merdeka, Fuadi Mardhatillah dengan Irwandi Yusuf.

Bagaimana dengan target kerja 100 hari? 

Saya rasa istilah itu muncul dari publik dan media. Tentu tidak banyak yang bisa dicapai tuntas dalam waktu tiga bulan, Anda tahu itu. Ada beberapa, seperti membenahi BPJS, kerjasama dengan PLN untuk mengatasi krisis listrik, fit and proper test. Selain itu tak ada lagi yang bisa dipatok selesai dalam 100 hari. Pemerintah harus benar-benar serius, persoalan kita bukan biasa.

Saat maju Pilkada tahun 2006 Anda dikenal sebagai juru propaganda GAM, sementara turun dari kursi Gubernur Aceh tahun 2012 Anda dikenang sebagai Bapak JKA. Lalu sekarang, di tahun 2017, Anda dikenal sebagai captain, yang kerap berkendara dengan pesawat berkunjung ke masyarakat di berbagai wilayah Aceh. Bagaimana kesan Anda? 

Saya dikenal ada tahun 2006 oleh masyarakat sebagai anggota GAM yang pernah ditangkap, bukan juru propaganda—itu berasal dari omongan polisi saat menangkap saya tahun 2003, yang mereka tidak tahu siapa saya yang sebenarnya selain mengetahui saya sering menulis di koran-koran.

Tapi saya lebih dikenal saat perundingan, sebagai orang yang mengkomandani GAM waktu itu di Aceh Monitoring Mission (AMM). Jika di RI ada Bambang Darmono, di GAM itu saya. Lalu sering muncul di televisi.

Kalau sebagai captain, saya rasa hanya sebagian kecil saja. Tapi sebenarnya mereka tahu saya karena memang telah kenal sebelumnya, lalu membandingkan dengan pemimpin lain yang pernah menjadi gubernur di Aceh.

Artinya, saya dipilih oleh rakyat yang mempercayai saya. Mereka telah membandingkan kinerja semasa saya menjadi gubernur dan bagaimana yang lain ketika menjabat gubernur. Saya rasa masyarakat telah mengenal semua calon pemimpin yang berlaga di Pilkada kemarin. Apa Karya, Zaini Abdullah, dan lainnya. Semua sudah dikenal, masyarakatlah yang membandingkan semuanya.

Apakah Anda sejak awal yakin akan memenangkan Pilkada kali ini?

Di tahun 2012 pun saya yakin menang, hanya saja ada sabotase suara. Jumlah suara saya ‘dimutilasi’. Dan itu dibiarkan oleh negara. Dan tahun ini, saya juga telah yakin menang, bedanya, kini dijaga oleh negara.

Usai terpilih dan dilantik, bagaimana teknis untuk merealisasikan 15 program unggulan yang pernah Anda kampanyekan dulu?

Adanya tim RPJM kemarin membuktikan itu. Mereka sudah membahas bagaimana menurunkan konsep itu dalam strategi pembangunan di masa pemerintahan kami nanti. Semua program sudah dimasukkan ke dalam RPJM Aceh 2017-2022.

Beberapa program visioner pernah Anda jalankan pada periode dulu. Dan selepas meninggalkan jabatan pada 2012 Anda dikenang sengan pelopor JKA dan penyantun anak yatim. Bagaimana Anda ingin dikenang selepas periode kedua?

Saya akan tetap menyantuni anak yatim sampai kapanpun. Malah untuk dananya kini akan kita tambah, menjadi Rp2.400.000 per tahun. Ini bagian dari komitmen kami. Lembaga Pendidikan Dayah juga akan saya perhatikan lagi. Banyak hal yang ingin saya lakukan.

Ekspektasi masyarakat hari ini jauh lebih besar dibandingkan periode Anda yang lalu. JKA adalah program yang visioner di masa itu, sekarang masyarakat ingin ada program visioner lainnya dari Anda, mungkinkah?

Jangan terlalu banyak menuntut. Nanti akan kecewa.

Tentunya masyarakat boleh berharap kepada pemimpin yang baru?

Berharap boleh saja.

Jika yang dituntut seperti ketersediaan lapangan kerja, bagaimana?

Itu boleh, harus sama-sama kita ciptakan. Tidak mungkin lapangan kerja ada dengan sendirinya tanpa masyarakat mau terlibat dalam menciptakan suasana yang aman.

Bagaimana menjaga hubungan harmonis antara gubernur dan wakil gubernur? Pada pemerintahan periode lalu, hal ini menjadi sorotan karena kurang harmonis, bagaimana menurut Anda?

Saya tidak ingin komentar soal itu. Bagi saya yang penting sejauh ini masih harmonis, itu saja.

Pembagian porsi kerja yang jelas antara keduanya, misalnya?

Tidak ada komentar tentang itu.

Bagaimana target Anda soal infrastruktur?

Jalan tol yang saya impi-impikan sudah dijawab oleh Pemerintah Pusat. Sekarang kita akan cari dana dari luar (negeri) saja. Termasuk soal listrik, akan kita upayakan agar tidak terjadi lagi pemadaman.

Listrik masih menjadi persoalan utama di Aceh karena kita masih ketergantungan dengan Sumatera Utara?

Bukan ketergantungan. Sumut pun bergantung pada Aceh, sebenarnya. Ini kan jalur interkoneksi. Sumut juga tak akan cukup listrik kalau tidak ada suplai dari Aceh.

Rencana Anda membeli pembangkit listrik (PLTD) bagaimana?

Ya, itu sudah dipakai (pinjaman dari Turki). Ada di Belawan.

Untuk kebutuhan Sumut?

Tidak. Ini untuk Aceh dan Sumut. Seperti yang saya katakan tadi. Jaringan interkoneksi. Listrik masuk ke pipa besar dan dialirkan untuk memenuhi kebutuhan kita semua. Bukan hanya Sumut.

Tapi kenyataannya, kita lebih sering mengalami pemadaman?

Di Aceh lebih banyak mengalami pemadaman karena jika Sumut yang padam, industri di sana bisa mogok. Sedangkan di Aceh kan lebih banyak rumah tangga, bukan industri.

Masyarakat Aceh mengeluhkan hal ini, bagaimana solusinya?

Pemadaman yang terjadi belakangan ini bukan karena ketidakcukupan arus. Tapi karena kerusakan jaringan akibat gagalnya pembangkit listrik PLTU Nagan. Berbeda nanti jika kita sudah ada industri di Aceh. Itu yang harus kita pikirkan lagi. Aceh memiliki kapasitas listrik 270 MW. Kebutuhan kita 350 MW.

Soal pembangunan masjid raya yang kini menimbulkan persoalan, salah satunya soal efektifitas perangkat yang dibangun, biaya operasionalnya ke depan akan sangat besar menggunakan APBA. Apa yang akan Anda lakukan?

Jika ada kritik terhadap pembangunan, seharusnya dilakukan sejak awal sebelum dibangun.

Sudah banyak yang mengkritik sebelum pembangunan. Namun pemerintah tetap melanjutkan?

Saya tidak dapat berbuat banyak. Daripada rugi dua lebih bak rugi satu. Maksudnya, dana besar sudah dikeluarkan saat dibangun. Jika dibiarkan begitu saja akan rugi dua kali, maka lebih baik kita keluarkan biaya perawatan agar jangan kalah dua kali. Biaya operasional akan tetap kita anggarkan, karena juga besar manfaatnya untuk kenyamanan masyarakat.[]

Komentar