Jakarta – Istana Kepresidenan menolak penyebutan kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan sebagai kasus pelanggaran HAM berat. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko beralasan, sebutan pelanggaran HAM berat hanya untuk kasus kejahatan penyalahgunaan wewenang kepala negara yang melanggar HAM warga negaranya atau abuse of power. Sementara pada kasus penyerangan Novel, menurut Moeldoko, sama sekali tak melibatkan negara.
“Pelanggaran HAM berat itu terjadi apabila ada abuse of power, terus ada genocide tersistem. Enggak ada itu terjadi. Soal pelanggaran HAM pada Novel, tidak ada kaitannya dengan kebijakan negara. Abuse of power ada kebijakan negara di situ, melekat. Dalam konteks ini, konteks kriminal murni. Hanya, persoalannya siapa pelakunya, itu yang jadi persoalan, yang belum ditemukan,” kata Moeldoko di kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (11/1) lalu.
Moeldoko mengakui, negara belum menyelesaikan kewajibannya mengusut pelaku penyerangan pada Novel. Namun, Moeldoko mengklaim polisi masih bekerja untuk menemukan pelaku kejahatan tersebut.
Ia juga mengatakan, Jokowi tak khawatir jika isu Novel digunakan lawan politik untuk menyerangnya tentang isu HAM dan pemberantasan korupsi. Semisal saat debat perdana pilpres 17 Januari nanti.
Menurut Moeldoko, Jokowi telah menyiapkan daftar kebijakan tentang HAM maupun korupsi yang dibuat sepanjang empat tahun pemerintahannya. Semua itu akan disampaikan pada publik saat debat Pilpres 2019.
Kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan terjadi pada April 2017 lalu. Novel yang kala itu pulang dari masjid di dekat rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, disiram air keras oleh dua orang tak dikenal.
Namun, hampir dua tahun kasus tersebut terjadi, polisi belum juga menemukan pelaku. Desakan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) hingga kini juga belum dilakukan.
Sumber: KBR.id
Belum ada komentar