Satgas Penanganan Covid-19 mengharapkan masyarakat mengurangi mobilitas pada saat libur panjang akhir Oktober 2020 mendatang. Menurut Juru Bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito, ada kekhawatiran penularan virus corona melonjak saat mobilitas warga meningkat.
“Keputusan untuk keluar rumah harus dipikirkan secara matang dan mempertimbangkan semua risiko yang ada,” ujar Wiku, Selasa (20/102020).
Kalaupun terpaksa harus melakukan kegiatan di luar rumah selama periode libur panjang tersebut, sebaiknya masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan 3M, yaitu memakai masker, mencuci tangan, serta menjaga jarak fisik dan menghindari kerumunan.
Wiku juga meminta masyarakat yang menerima kunjungan keluarga dan sanak saudara saat libur panjang tetap menjalankan protokol kesehatan 3M. Meskipun tamu itu bagian dari keluarga, protokol kesehatan yang ketat tetap harus diterapkan.
“Karena kita tidak tahu dengan siapa sebelumnya keluarga kita tadi berinteraksi,” lanjut Wiku.
Satgas Covid-19 juga mendorong perusahaan atau perkantoran melakukan langkah antisipatif bagi karyawannya yang bepergian ke luar kota pada masa libur panjang. Wiku meminta perusahaan mewajibkan karyawannya yang pergi ke luar kota melapor agar terdata, terutama untuk mengetahui status destinanya apakah zona oranye atau merah.
Wiku juga mengajak masyarakat belajar dari pengalaman saat libur Idulfitri (22 – 25 Mei 2020) dan Hari Kemerdekaan RI (20 – Agustus) tahun ini. Saat Idulfitri, terdapat kenaikan jumlah kasus harian dan kumulatif mingguan Covid-19 sekitar 69-93 persen dengan rentang waktu 10-14 hari.
Adapun saat libur HUT RI, kenaikan jumlah kasus harian dan kumulatif mingguan Covid-19 sebesar 58-118 persen pada pekan ketiga Agustus dengan rentang waktu 10-14 hari. “Hal ini dipicu karena kerumunan di berbagai lokasi yang dikunjungi masyarakat selama liburan, serta tidak patuhnya masyarakat terhadap protokol kesehatan,” tegas Wiku.
Penelitian memperlihatkan, pengurangan mobilitas dalam kota sebanyak 20 persen dapat melandaikan kurva kasus sebanyak 33 persen dan menunda kemunculan puncak kasus selama 2 minggu. “Ini adalah hal yang penting,” tegas Wiku.
Adapun pengurangan mobilitas dalam kota sebanyak 40 persen dapat melandaikan kurva kasus Covid-19 sebanyak 66 persen dan menunda kemunculan puncak kasus selama 4 minggu. Bahkan, pengurangan mobilitas dalam kota sebanyak 60 persen dapat melandaikan kurva kasus sebanyak 91 persen dan menunda kemunculan kasus selama 14 minggu.
Studi lainnya dari Yilmazkuday pada 2020 yang berjudul Stay at Home Worth to Fight Against Covid-19: International Evidence from Google Mobility Data di 130 negara, memperlihatkan 1 persen peningkatan masyarakat yang berdiam di rumah akan mengurangi 70 kasus dan 7 kematian mingguan. Bahkan 1 persen pengurangan mobilitas masyarakat menggunakan transportasi umum baik di terminal bus, stasiun kereta atau bandara akan mengurangi 33 kasus dan 4 kematian mingguan.
Adapun 1 persen pengurangan kunjungan masyarakat ke pusat perbelanjaan maupun tempat rekreasi akan mengurangi 25 kasus dan tiga kematian mingguan. Begitu juga apabila terjadi pengurangan satu persen ke tempat kerja, akan mengurangi 18 kasus dan dua kematian mingguan.
“Bisa kita bayangkan berapa banyak nyawa yang bisa kita lindungi dengan pengurangan kunjungan seperti tadi,” ujarnya.
Sumber: JPNN
Belum ada komentar