Ramadhan membawa berkah bagi pedagang musiman. Masyarakat dianjurkan mengawasi kebersihan penganan yang dijual di tepi jalan.
Asar berlalu, rak-rak kue bermunculan di sepanjang pinggir jalan reguler Kota Banda Aceh. Semenjak hari pertama puasa Ramadhan 1437 hijriah, semakin hari diambang senja, semakin ramai warga yang berhenti untuk membeli penganan berbuka dari bibir jalan.
Di satu sisi bibir Jalan T Nyak Arief, Lingke, Melda (33) tidak merasa was-was terhadap kebersihan menu berbuka puasa yang dijajakan pedagang di pinggir jalan raya itu. Ia bahkan percaya setiap dagangan tersebut sudah sesuai prosedur yang berlaku.
“Kalau memang menarik, ya, saya berhenti lalu membelinya. Cuma, kalau di tempat tersebut (takjilannya) tidak enak, esoknya saya tidak beli di situ lagi,” tutur perempuan yang mengaku tinggal di Perumnas Lingke, Banda Aceh itu, kepada Pikiran Merdeka, Jumat (10/06/16).
Kontras menurut Ziza (25) seorang pembeli lainnya. Ia malah mengatakan sangat prihatin dengan kondisi penganan yang dijajakan di samping jalan dan tanpa kepastian higienisnya.
Namun ia tidak punya pilihan lain untuk tidak membelinya. Sebab akunya, ia tidak memiliki waktu yang cukup untuk menyiapkan penganan berbuka untuk anak-anak dan keluarganya.
“Sayang juga mereka tidak dapat makan apa-apa. Jadi, mau tidak mau ya harus beli,” pungkasnya.
Fitri (34), seorang penjual penganan di Jalan T Nyak Makam, Lampineung, Banda Aceh, mengaku selalu menjaga kebersihan takjilan yang ia jajakan kepada masyarakat saban sore di bulan Ramadhan.
Ia bahkan memilih untuk meletakkan dagangannya tersebut di dalam rak kaca (etalase) agar tingkat higienis penganannya itu tetap terjaga.
“Sejak proses pembuatan pertama saja sudah sangat saya jaga kebersihannya. Ketika ada pembeli, saya juga mengambilnya dengan tangan beralaskan plastik. Tapi kalau (penganan) yang orang titip sama saya tidak tahu bagaimana kebersihannya,” tuturnya kepada Pikiran Merdeka, di sore yang sama.
Selain kebersihan, ia juga berani memastikan, penganan yang ia jajakan tersebut bebas dari pengawet makanan yang dilarang pemakaiannya oleh pemerintah.
“Kalau (dagangan) milik saya ini memang bebas pengawet. Boleh dibuktikan dan silakan bawa ke laboratorium makanan untuk diuji kandungannya,” ujar Fitri sembari sesekali tersenyum ke arah pembeli yang lalu-lalang di depan lapak dagangannya.
Tegur Pedagang Tak Higienis
Antisipasi menjamurnya pedagang musiman sudah ditempuh Pemko Banda Aceh jauh-jauh hari, melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop dan UKM) Banda Aceh.
Setidaknya ditetapkan 13 lokasi pasar kuliner Ramadhan demi menjaga ketertiban, yaitu Jalan Twk Daudsyah Peunayong, Jalan Tgk Dibaroh Gampong Baru, Jalan Tgk Daud Beureueh, Jalan T Nyak Arief, Jalan Makam Pahlawan Peuniti, Jalan T Iskandar, Jalan T P Nyak Makam, Jalan Teuku Umar Seutui, Jalan Iskandar Muda Punge Jurong, Jalan Pocut Baren Gampong Keuramat, Jalan T Hasan Dek Beurawe, Jalan Tgk Chik Ditiro Peuniti, dan Jalan Tgk Imum Luengbata.
Penetepan lokasi itu bertujuan untuk memudahkan warga menjangkau lokasi penjual penganan berbuka. Kadisperindagkop dan UKM Banda Aceh, Rizal Junaedi, mengimbau para pedagang agar menjaga ketertiban dan kenyamanan berjualan sesuai dengan seruan Forkopimda, salah satunya baru boleh membuka lapak dagang mulai jam 4 sore.
Banyaknya bermunculan para pedagang musiman di bulan Ramadhan juga disadari betul oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Aceh.
“Bulan Ramadhan menjadi berkah tersendiri bagi mereka (pedagang). Namun kita harapkan mereka tidak hanya mencari keuntungan, tetapi juga harus peduli pada kesehatan konsumen,” tutur Kepala BBPOM Aceh, Syamsuliani, kepada Pikiran Merdeka, Jumat (10/05/16).
Menurutnya, konsumen maupun pedagang perlu memerhatikan tiga hal pada setiap makanan yang beredar di pasaran, yaitu kandungan zat kimia seperti kandungan bahan pengawet, kondisi fisik seperti bebas dari kotoran baik berupa debu, batu, dan sebagainya, serta mikrobiologi seperti makanan yang sudah berjamur.
Dia juga menginginkan masyarakat agar memperhatikan kondisi para pedagang dan lapaknya, terutama yang berjualan di pinggir jalan.
Standarnya, sebut dia, penganan mesti ditempatkan dalam etalase atau ditutup dengan plastik dan pedagang tidak mengambil kue dengan tangannya langsung melainkan menggunakan sarung plastik atau jepitan kue.
Sementara jika melihat pedagang yang jualan tanpa menjaga kebersihan, sarannya, pembeli harus berani menegur. Sebab kebersihan penting untuk kenyamanan berpuasa.
“Konsumen harus cerdas,” tegas Syamsuliani. “Dengan begitu mereka juga sudah membantu pemerintah (dalam mengawasi),” sambungnya.
Sejak 23 Mei 2016, kata dia, BBPOM Aceh bersama Pemda melakukan sidak ke sejumlah kabupaten/kota di Aceh, guna sosialisasi dan pengawasan terhadap penganan yang beredar selama bulan Ramadhan.
Menggunakan dua unit mobil keliling, pihaknya turun ke sejumlah pusat kuliner tradisional. “Di Banda Aceh akan kita lakukan dalam waktu dekat ini,” ucapnya.
Namun pada awal Ramadhan, BBPOM Aceh telah mengambil 42 sampel cendol di beberapa pasar tradisional di Banda Aceh seperti di Gampong Baru, Peunayong, dan Darussalam. Guna memastikan ada-tidaknya zat pewarna pada cendol.
“Hari ini (Jumat) sudah keluar hasil pemeriksaannya dan menurut Kabid Pangan BBPOM Aceh ke-42 sampel itu tidak mengandung zat pengawet. Artinya aman untuk dikonsumsi.”
Sebelum Ramadhan, kata dia, BBPOM Aceh sudah sosialisasikan terkait makanan layak konsumsi kepada masyarakat semisal melalui talkshow di radio dan ikut pameran. Dalam sidak nanti, pihaknya akan memberikan pembinaan jika mendapati pedagang yang menjual penganan tidak memenuhi syarat layak konsumsi.[]
Belum ada komentar