Bank Aceh Belum Murni Bersyariah

Bank Aceh Belum Murni Bersyariah
Bank Aceh Syariah Jambo Tape. (Foto Dova Aliza)

Operasional Bank Aceh mesih mengadopsi sistem konvensional dengan sampul syariah.

Iming-iming hadiah dari bank diakui masih menjadi faktor utama nasabah untuk menabung di Bank Aceh. Hal ini pun diakui Rijal. Dokter spesialis di salah satu rumah sakit ini mengakui alasannya menabung di Tabungan Seulanga, salah satunya karena ada hadiah langsung yang ditawarkan Bank Aceh. Kini, setelah bank itu berganti baju, ia pun masih bertanya-tanya apakah masih ada hadiah seperti yang ia terima sebelumnya.

“Saya belum dapat informasi dari Bank Aceh apakah masih ada hadiah ataupun tidak. Harusnya manajemen mengumumkannya kepada nasabah,” tuturnya kepada Pikiran Merdeka Selasa dua pekan lalu.

Menurut penelusuran Pikiran Merdeka, hingga kini belum adanya pengumuman yang dikeluarkan manajemen soal ini. Sumber Pikiran Merdeka membenarkan bahwa direksi belum mengambil sikap soal hadiah kepada nasabah Tabungan Seulanga dan Tabungan Simpeda.

“Tabungan Simpeda ini kan banyak nasabah, semakin banyak nomor undian yang diberikan, dan itu sudah mengarah ke judi. Sedangkan Tabungan Seulanga, diberikan poin yang nantinya akan mendapatkan hadiah langsung dalam bentuk barang. Namun, pemberian (hadiah) tersebut dilakukan berdasarkan jumlah dana yang ditabung. Ini juga sudah termasuk riba,” ujar dia.

Seharusnya, lanjut dia, Bank Aceh Syariah segera mengumumkan bahwa tidak lagi memberikan hadiah langsung maupun undian. Kalau undian dan hadiah langsung itu masih diberikan, harus mengacu kapada fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 86/DSN-MUI/XII/2012 tetang hadiah dalam penghimpunan dana lembaga keuangan syariah.

Pengamat perbankan, Dr Ali Amin SE MSi Ak meminta pihak manajemen segera memberikan penjelasan kepada nasabah tenang perhitungan laba. Kata dia, keterbukaan informasi publik menjadi salah satu kewajiban yang harus dipenuhi Bank Aceh yang kini berbaju syariah.

Dengan bergantinya sistem pelaksanaan syariah, ia meminta manajemen segera memberi penjelasan. “Jika saat ini tabungan dihitung syariah, maka harus diumumkan bagaimana aturan dari Dewan Syariah Nasional ataupun Keputusan Dewan Pengarah Syariah,” katanya.

Baca: Konversi Gegabah, Rawan Krisis Likuiditas

Soal pemberian undian maupun hadiah kepada nasabah, menurut Wakil Rektor I Universitas Muhamamdiah Aceh ini, ada dua pilihan. Yakni, tetap diberikan dan disesuaikan dengan fatwa DPS ataupun dihilangkan. “Yang penting jangan merugikan nasabah namun harus sesuai aturan syariah,” kata dia.

Menurut dia, sejatinya Bank Aceh Syariah tak perlu iklan besar-besar di media untuk mencari nasabah, tak seperti bank syariah lainnya. Hal ini dikarenakan adanya penempatan dana Pemda, berbeda dengan bank umum syariah lainnya yang memerlukan modal.

“Yang penting adalah Bank Aceh ini bemanfaat untuk usaha kecil, dengan memperbanyak mudharabah untuk UMKM. Itu yang penting dan wajib dilakukan Bak Aceh Syariah ke depan. Jangan lagi gunakan prinsip Yahudi seperti yang dulu-dulu,” urainya.

Ia juga meminta manajemen untuk menetapkan produk-produk unggulannya. Hal ini dinilainya perlu agar mampu bersaing dengan bank lainnya. Produk syariah yang sangat kecil resikonya adalah skema murabahah, yakni jual beli. Sedangkan mudharabah dan musyaraqah punya resiko yang leih besar. “Yang sudah pasti pilihan utama murabahan, jual beli karena resiko rendah.”

Sumber Pikiran Merdeka di internal Bank Aceh mengakui, saat ini bank itu belum mampu memurnikan sistem secara syariah. Ia mencontohkan dalam mudharabah, bisa dilihat perjanjian bagi hasil yang belum sesuai dengan terori mudharabah.

Dalam teorinya, bagi hasil dalam mudharabah secara murni adalah laba sama tanggung, rugi sama tanggung. “Namun tentu Bank Aceh tak bisa begitu karena uang tersebut milik nasabah,” akunya.

Begitu pula dalam skema kredit. Debitur yang pernah mengambil kredit di Bank Aceh, meski kini sudah menjadi bank syariah namun masih diberlakukan skema lama. Hanya saja, saat ini tak lagi disebut bunga namun dengan istilah bagi hasil. “Kredit berlaku masih sama. Namun, dulunya disebut bunga, sekarang disebut bagi hasil. Semua bank syariah hanya balik bahasa saja. Padahal sama seperti bank konvensional,” ujar sumber ini.

Namun, Ali Amin menyambut baik beroperasinya Bank Aceh menjadi sistem syariah. Menurutnya, ini menjadi momentum bank milik rakyat Aceh ini meninggalkan praktik yahudi yang diterapkan dalam sistem bank konvensional.

Baca: Bank Aceh Syariah Setengah Hati

Ia percaya Bank Aceh Syariah akan tumbuh baik dan diterima oleh rakyat Aceh. Menurut dia, tak ada alasan untuk meragukan Bank Aceh terjadi krisis likuiditas. Meski begitu, ia tetap berharap manajemen mampu menerapkan strategi yang tepat dalam menerapkan produk-produk unggulannya.

Di sisi lain, mantan Dekan Ekonomi Unmuha ini mengakui saat ini belum ada bank yang murni melakukan prinsip syariah, termasuk Bank Aceh Syariah. “Tidak ada syariah murni. Jika murni syariah, bank bukan seperti sistem sekarang yang memperlakukan uang sebagai sumber untuk mendapatkan keuntungan. Kalau murni syariah, tidak seperti itu.”

Kalau sudah memproklamirkan syariah, lanjut dia, nasabah wajib dipanggil untuk dilakukan akad kembali. Meski nantinta ada pihak yang akan dirugikan, namun kedua belah pihak bisa bernegosiasi mencari jalan terbaik.  “Kalau ada yang (kredit) melebihi tahun taqwim harus dipanggil. Misalnya ada kredit yang lebih dari 6 bulan saja harus dipanggil dan dilakukan akad dengan mudharabah. Jadi tak bisa serta merta proses peralihannya begitu saja,” katanya.

Walau memerlukan kerja ekstra, menurut dia, Bank Aceh harus melakukannya sebagai komitmen menjalankan konsep syariah. Sementara untuk nasabah penabung, bila tidak datang, bisa langsung dikonversi tak ada maslaah.

Namun, ia menegaskan, jika Bank Aceh Syariah mengabaikan hal tersebut, maka manajemen telah berbohong dan tidak benar-benar menjalankan prinsip syariah.  “Sistem saat ini bukan persoalan murni atau tidak, tapi bagaimana nantinya Bank Aceh Syariah bisa bermanfaat kepada masyarakat, terutama kepada UMKM,” tegas dia.

Ali Amin menegaskan, saat menjalankan mudharabah pihak bank tak lagi menjadikan suku bunga sebagai landasan utamanya. Jika hal ini masih dilakukan, tak ada bedanya dengan cara yang dilakukan dengan sistem konvensional. “Apalagi Bank Aceh yang baru masuk Islam, dari sebelumnya Yahudi. Cobalah orang-orang mualaf ini sadar, jangan menjadikan tingkat suku bunga sebagai rujukan dalam memberikan pembiayaan,” tutupnya.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait