Peringati Hari HAM, Walhi Desak Pemerintah Selesaikan Masalah Tambang Beutong

Peringati Hari HAM, Walhi Desak Pemerintah Selesaikan Masalah Tambang Beutong
Massa menggelar aksi pada Senin (10/12), di pekarangan kantor Gubernur Aceh. (Foto/Afif/Merdeka.com)

PM, Banda Aceh – Lembaga Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh bersama Koalisi NGO HAM, Korps Barisan Pemuda Aceh (BPA) dan segenap elemen sipil menggelar aksi damai di kantor Gubernur Aceh dan tugu Simpang Lima, Senin (10/12). Aksi tersebut mendesak pemerintah segera menuntaskan masalah tambang di Beutong, kabupaten Nagan Raya.

Direktur Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad mengungkapkan, peringatan Hak Asasi Manusia (HAM) setiap tanggal 10 Desember ini menjadi momentum yang tepat untuk menagih janji pemerintah terkait penyelesaian kasus HAM masa lalu. Termasuk juga mengantisipasi adanya potensi pelanggaran HAM di sektor sumber daya alam di masa depan.

Zulfikar juga mengungkit bahwa kawasan Beutong Ateuh menyimpan sebuah tragedi pelanggaran HAM masa lalu. Pada tanggal 23 Juli 1999 silam, telah terjadi pembantaian terhadap Tgk Bantaqiah beserta sejumlah santrinya. Sementara, pengelolaan sumber daya alam di sektor tambang yang kerap bersinggungan dengan masyarakat, juga seringkali berujung pada pelanggaran HAM.

“Banyak kasus yang telah terjadi di Indonesia, mulai dari intimidasi, pengancaman, pemerkosaan, pembunuhan, kriminalisasi dan sampai pada penghilangan orang secara paksa. Dalam beberapa catatan persoalan lingkungan hidup di Aceh juga terjadi hal yang sama dan masyarakat selalu berada di pihak yang dirugikan,” kata Zulfikar.

Karena itu ia mengingatkan, tragedi Bantaqiah seharusnya menjadi basis pikir bagi Pemerintah Aceh dalam mendesain pembangunan sektor sumber daya alam.

“Jangan hanya mengutamakan kepentingan investasi asing, tetapi sikap masyarakat atas kehadiran investasi itu yang harus diutamakan,” tegasnya.

Sesalkan Sikap Plt Gubernur

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Walhi Aceh, M Nur mengatakan bahwa gejolak penolakan tambang oleh masyarakat Beutong Ateuh perlu direspon pemerintah Aceh.

“Jika tidak, dikhawatirkan akan menjadi pemantik terjadinya pelanggaran HAM. Karena persoalan tambang di Beutong Ateuh Banggalang tidak hanya menyangkut persoalan lingkungan hidup, sosial budaya, dan HAM, juga masalah kewenangan dan kekhususan Aceh yang dilanggar oleh Pemerintah Pusat,” jelas dia.

Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) pada tanggal 6 November lalu telah melaksanakan rapat paripurna khusus terkait permasalahan PT Emas Mineral Murni (PT. EMM) di Beutong Ateuh Banggalang.

Berdasarkan keputusan paripurna DPRA Nomor 29/DPRA/2018, yang disampaikan kepada Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah dan Kepala BKPM RI, pihaknya menetapkan beberapa hal berikut: (1) Menyatakan bahwa izin usaha pertambangan operasi produksi yang dikeluarkan oleh BKPM RI Nomor 66/1/IUP/PMA/2017 tanggal 19 Desember 2017 bertentangan dengan kewenangan Aceh sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. (2) Merekomendasikan kepada Kepala BPKM RI untuk mencabut/membatalkan izin Nomor 66/1/IUP/PMA/2017 tanggal 19 Desember 2017 yang diberikan kepada PT EMM untuk melakukan eksploitasi di Kecamatan Beutong dan Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang Kabupaten Nagan Raya serta Kecamatan Celala dan Kecamatan Pegasing Kabupaten Aceh Tengah. (3) Meminta kepada Pemerintah Aceh untuk membentuk tim khusus yang melibatkan DPRA untuk melakukan upaya hukum terhadap izin usaha pertambangan operasi produksi yang dikeluarkan oleh BKPM RI Nomor 66/1/IUP/PMA/2017 tanggal 19 Desember 2017.

“Atas hasil paripurna itu, sampai hari ini Plt Gubernur juga belum melakukan langkah konkrit untuk menindaklanjuti keputusan DPRA tersebut. Selain itu, Plt Gubernur Aceh juga belum merespon tuntutan massa mahasiswa, OKP/Ormas, anggota DPRK, anggota DPD RI, dan tuntutan berbagai komponen masyarakat yang disampaikan dalam berbagai aksi di Aceh,” sesalnya.

Hingga aksi di hari ini pun, Nova Iriansyah diketahui tak juga menjumpai massa untuk memberikan pernyataannya. Kesal karena merasa permintaannya tak diindahkan, massa pun menggelar aksi teatrikal Shalat Jenazah.

“Karena beliau (Plt Gubernur) tak hadir, maka kami anggap beliau sudah tiada,” ujar salah seorang orator aksi. []

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

IMG 20210326 WA0009 660x330 1
Gubernur Aceh Nova Iriansyah bersama Sekda Aceh mengikuti Rapat Koordinasi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi antara KPK dengan Kepala Daerah se Aceh, di Gedung Serbaguna Sekretariat Daerah Aceh, Jumat (26/03/2021). [Dok. Ist]

KPK: Dana Otsus Wajib Dipertanggungjawabkan Kepada Rakyat Aceh