PM, Banda Aceh – Sejumlah situs budaya di Kota Banda Aceh saat ini dalam kondisi terbengkalai. Jika tidak dilindungi, situs-situs tersebut akan rentan terhadap perusakan.
Kepala Bidang Sejarah dan Nilai Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Evi Mayasari menyebutkan, situs budaya di Banda Aceh rentan rusak lantaran proses pembangunan dan pengembangan kota.
“Tanpa pendampingan tenaga ahli pelestari, pembangunan di Banda Aceh bisa mengakibatkan situs-situ itu rusak, kadang berpindah bahkan mengubah bentuk aslinya seperti dicat dan sebagainya,” kata Evi usai beraudiensi dengan Wali Kota Banda Aceh, Kamis lalu didampingi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Provinsi Aceh.
Pentingnya perlindungan terhadap situs-situs cagar budaya menjadi perhatian khusus baginya. Karena itu, Disbudpar Aceh bersama TACB beberapa waktu lalu juga menggelar sosialisasi terkait perlindungan situs-situs budaya ini.
Ia juga menyebutkan, Kota Banda Aceh sudah layak menjadi kota pusaka. Namun penetapan itu tentunya harus didukung secara serius.
”Banda Aceh ini bisa dikatakan di setiap jengkalnya situs, karena itu akan menjadi rentan terhadap perusakan yang disebabkan oleh pembangunan dan pengembangan kota,” jelas Evi.
Evi juga meminta, nantinya perlindungan terhadap situs-situs tersebut bisa dikemas dengan penguatan narasi dari sejarah situs itu sendiri. Dengan itu diharapkan dapat menjadi destinasi wisata baru di Kota Banda Aceh dan akan memberikan multiplier effect bagi masyarakat setempat.
Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman dalam kesempatan itu mengatakan, tahun ini Pemko Banda Aceh akan memfokuskan pendataan ulang situs-situs yang ada di Kota Banda Aceh dan mengusulkannya ke Dinas Pariwisata.
“Pemerintah sekaligus memperkuat SDM cagar budaya dengan menyertifikasi para tim ahli yang selama ini sudah mengkaji situs-situs yang ada di kota,” kata Aminullah.
Sementara itu Kepala Disbudpar Aceh, Jamaluddin, secara terpisah menyebutkan pelestarian situs atau cagar budaya diperlukan pengetahuan dan strategi khusus, namun butuh sumber daya manusia yang mumpuni.
Kata dia, ada banyak pihak yang bisa dilibatkan dalam kebutuhan SDM tersebut, mulai dari akademisi, peneliti, pihak kampus dan lembaga pendidikan serta komunitas.
“Kita butuh SDM seperti tenaga ahli di bidang kebudayaan, karena saat ini memang masih minim sehingga pemerintah kabupaten/kota juga perlu memperhatikan ini dengan berkolaborasi dengan semua pihak,” sahutnya. (*)
Belum ada komentar