Meragukan Kekayaan Calon Pemimpin Aceh

Calon Gubernur Aceh Ilustrasi PM/Nurhadi
Calon Gubernur Aceh Ilustrasi PM/Nurhadi

Dua calon petahana tak laporkan harta kekayaan, sementara satu kandidat independen tak punya dana kampanye.

Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) melihat kejanggalan pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) kontestan Pilkada Aceh 2017.

Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) pada awal November 2016, merilis LHKPN Cagub/Cawagub Aceh dan Cabup/Cawabup di Aceh. Dari 12 kontestan kepala daerah, ada dua nama Cagub yang tak muncul, yaitu Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf.

Sementara itu, Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, juga merilis LPSDK masing-masing pasangan calon (Paslon) pada 21 Desember 2016, setelah menerima laporan dari masing-masing paslon sehari sebelumnya. Diketahui dari enam paslon, hanya Abdullah Puteh–Sayed Mustafa yang tak mencantumkan dana kampanye. (Lihat Infografis)
Menurut catatan MaTA, dua nama calon petahana Muzakkir Manaf dan Zaini Abdullah tidak tercantum pada laman Pantau Pilkada 2017 di situs resmi KPK yakni kpk.go.id. Seharusnya hal itu tak terjadi.

“Seharusnya dua calon petahana itu melaporkannya ke KPK sehingga masyarakat bisa menilai sejauh mana kekayaan calon pemimpin mereka. Hingga saat itu, kita dalam tanda kutip, meragukan harta kekayaan calon incumbent,” ujar Alfian, Koordinator Badan Pekerja MaTA kepada Pikiran Merdeka, Jumat (23/12/16).

Selain kontestan yang memperebutkan kursi 1 dan 2 Aceh, pengincar kursi pemimpin di kabupaten/kota juga tak transparan. Sejumlah nama Cabup/Cawalkot di Aceh belum muncul namanya di laman Pantau Pilkada 2017.

Menurut MaTA, pelaporan harta kekayaan itu sangat penting bagi publik. Namun, pihaknya mengharapkan KPK juga harus memverifikasi dan perbarui data setiap LHKPN yang sudah dilaporkan oleh para kandidat. “Terkait hal ini, MaTA sudah diskusikan dengan KPK beberapa waktu lalu,” imbuhnya.

MaTA juga menggarisbawahi pasangan calon nomor urut tiga Abdullah Puteh–Sayed Mustafa. Jika melihat LHKPN yang cukup tinggi sementara LPSDK-nya nol, kata Alfian, itu sebuah ironi.
Sebab di lapangan, tambahnya, masyarakat bisa melihat atribut kampanye semisal spanduk paslon tersebut sudah beredar. “Bagaimana pasangan ini membiayai baliho atau spanduk yang sudah dipasang itu?” selidik Alfian.

Seharusnya, kata dia, Paslon Abdullah Puteh–Sayed Mustafa tidak mungkin nihil dalam LPSDK. Sangat kontradiktif jika didasarkan pada realita di lapangan. “Melaporkan dana kampanye adalah kewajiban, meskipun tidak ada kelogisan dengan realita di lapangan,” tambahnya.

Selain itu, kata Alfian, masyarakat penting diberitahu dari mana dan siapa saja penyumbang dana kampanye bagi setiap kandidat.

Misalnya, lanjut dia, dua perusahaan yang menjadi donatur Paslon Tarmizi Karim–Machsalmina Ali, yaitu PT Nia Yulided Bersaudara dan PT Yunida Swasta. Selain itu, ada juga perusahaan tunggal yang menyumbang ke Paslon Muzakkir Manaf–TA Khalid, yakni PT Lamra Group Raya.

Nama pemilik perusahaan dan kontak person para donatur semestinya juga dicantumkan dalam LPSDK, kata Alfian, sehingga masyarakat bisa benar-benar menilai asal-usul sumber kekayaan calon pemimpin Aceh.

“Bagaimana keterlibatan perusahaan-perusahaan dalam permodalan politik, apakah ada kepentingan politik uang? Publik juga harus tahu hal ini,” tandas Koordinator MaTA.
Mengenai transparansi dana kampanye Cagub/Cawagub, Panwaslih sejatinya bisa melakukan monitoring, seandainya KIP Aceh tak punya kewenangan untuk hal itu. “Panwaslih lemah dalam hal ini, ” sebut Alfian.

Daftar Kekayaan Cagub Aceh Pilkada 2017

CUMA TERIMA LAPORAN

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara (PN) yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, menyebutkan, setiap Penyelenggara Negara berkewajiban melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat.

Terkait hal tersebut, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yayuk Indriani kepada satu media nasional menyatakan, KPK berharap masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam memantau penyelenggaraan Pilkada serentak.

Masyarakat, tambahanya, diharapkan melaporkan kepada KPK jika menemukan adanya harta Penyelenggara Negara yang tidak dilaporkan untuk diperiksa lebih lanjut.
Sementara itu, Ketua KIP Aceh Ridwan Hadi menegaskan, KIP Aceh terkait pelaporan harta kekayaan dan dana kampanye kandidat, hanya melaksanakan tugasnya sesuai UU Pilkada sebatas menerima laporan saja.

KIP Aceh, sebutnya, hanya melaksanakan tahapan-tahapan Pilkada. Salah satunya menerima LPSDK masing-masing paslon paling telat 20 Desember 2016.
“Semua kandidat melaporkan sampai batas akhir yang ditentukan. Kalau ada kandidat yang tak mencantumkan anggaran dana kampanye, itu publik yang akan menilai,” kata Ridwan Hadi kepada Pikiran Merdeka, Kamis (22/12/16).

Ditambahkannya, LPSDK tersebut akan diaudit oleh akuntan publik. Hasil audit itu nantinya akan diumumkan pada 12 Februari 2017.
Sementara LHKPN, KIP Aceh hanya menerima laporan dari KPK untuk kemudian diumuman ke publik. “Soal keakuratan data itu menjadi kewenangan KPK, kita hanya menerima laporan,” ujarnya.

Mantan Ketua KPU Aceh (2006–2008) M Jafar mengungkapkan, para kandidat kepala daerah sejatinya memang wajib melaporkan LHKPN kepada KPK dan LPSDK kepada KIP.
Namun, menurut M Jafar, jika ada kandidat yang hanya memiliki anggaran di LHKPN namun tanpa biaya di LPSDK atau sebaliknya, itu boleh-boleh saja, asal sudah dilaporkan ke pihak terkait.

“Misalnya Abdullah Puteh mungkin akan menggunakan harta kekayaan pribadi untuk dana kampanyenya, itu bisa saja,” katanya kepada Pikiran Merdeka, Jumat (23/12/16).
Tapi, menurutnya, lebih baik kandidat mencantumkan anggaran di LPSDK daripada di LHKPN. “Semakin banyak penyumbang, baik dari perseorangan maupun perusahaan, semakin menunjukkan bahwa kandidat tersebut memang didukung masyarakat.”

Soal keakuratan sumber dana kampanye, kata dia, ada auditor di luar KIP yang akan mengaudit dan diumumkan pada pelaporan dana kampanye tahap ketiga.
Selain itu, jelasnya, Panwaslih memiliki kewenangan untuk mengawasi penyimpangan dana kampanye. Pun masyarakat bisa lapor ke Panwaslih jika menemukan pelanggaran penggunaan dana kampanye oleh kandidat selama kampanye.

“Panwaslih bisa mempidanakan jika memang ditemukan pelanggaran tindak pidana penyalahgunaan dana kampanye oleh kandidat. Akan ada konsekuensi hukum seperti sanksi administrasi, meskipun tidak menghambat langkah kandidat,” sebutnya.

Setiap Paslon kepala daerah untuk Pilkada 2017, menurut KIP Aceh, memiliki tiga kali kewajiban melaporkan dana kampanye, yakni laporan awal dana kampanye saat menyerahkan rekening khusus untuk dana kampanye dan LPSDK pada 20 Desember. Selanjutnya laporan dana kampanye terakhir setelah masa kampanye berakhir pada 11 Februari 2017.

Pada paporan terakhir, setiap Paslon harus mencantumkan seluruh penggunaan dana kampanye disertai bukti. Jika ditemukan sumbangan dana yang tidak sah dan bermasalah, antara lain sumbangan asing, sumbangan dari BUMN atau BUMD, sumbangan melebihi ketentuan perorangan Rp75 juta perusahaan Rp750 juta, maka akan diserahkan kepada kas negara.

Pelaporan sumbangan kampanye tersebut sesuai dengan aturan Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2016 atau Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2015 tentang dana kampanye perserta pemilihan gubernur, bupati dan walikota.

Disebutkan, untuk perorangan, batas maksimal sumbangan kampanye yang diberikan Rp75 juta. Sedangkan kelompok atau swasta berbadan hukum Rp750 juta. Setiap pasangan calon yang ada tidak boleh menggunakan sumbangan dana kampanye yang lebih dari ketentuan tersebut.

LAPORAN TERLAMBAT

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yayuk Indriani, pada pertengahan November 2016 mengatakan, Paslon kepala daerah yang LKHPN-nya tidak tercantum dalam website KPK bisa saja melaporkan bukan sebagai kandidat calon akan tetapi sebagai petahana.

“Kalau tidak ada di website itu artinya yang bersangkutan tidak melaporkan dengan status sebagai calon gubernur, jadi tidak tercantum di web Pantau Pilkada,” kata Yayuk.
Namun pada akhir November, KIP Aceh akhirnya secara resmi mengumumkan seluruh harta kekayaan calon gubernur dan calon wakil gibernur Aceh termasuk harta Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf.  (Lihat Infografis)

KIP Aceh mengumumkan LHKPN enam pasangan calon gubernur/wakil gubernur Aceh periode 2017-2022 itu berdasarkan surat pengumuman bernomor 24/KIP-Aceh/XI/2016.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait