PM, Banda Aceh – Ketua Harian DPP Partai Nanggroe Aceh (PNA) Samsul Bahri, menilai Ketua DPR Aceh Tgk. Muharuddin melakukan upaya penyesatan opini publik terkait Pergub No. 5 tahun 2018 tentang Uqubat Cambuk.
Hal ini terlihat dari statement-nya yang menuding Pergub No. 5 tersebut bersifat inkonstitusional. Tgk. Muhar juga mengatakan Pergub tersebut telah melanggar serta membatalkan Qanun No. 7 tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat. Bahkan argumen yang disampaikan terkesan sangat provokatif.
Terkait: DPR Aceh : Pergub Tentang Hukum Cambuk di Lapas Melanggar Konstitusi
“Kami sangat menyesalkan pernyataan Tgk. Muhar tersebut. Ini menunjukkan kedangkalan pengetahuannya terkait mekanisme penyusunan produk regulasi pemerintah daerah. Dia tidak benar-benar paham atas apa yang dia sampaikan,” ujar Tiyong, Sabtu (14/4) malam.
“Atas dasar apa Tgk. Muhar menuduh Pergub tersebut melanggar konstitusi? Dalil hukum mana yang digunakannya sebagai basis argumentasi,” tanya anggota DPRA ini.
Jika ada yang keliru dengan Pergub tersebut, Tiyong menyarankan Tgk Muhar menggunakan mekanisme normatif sebagaimana diatur oleh Undang-undang. “Ajukan saja uji materiil ke Mahkamah Agung. Biar MA yang memutuskan, melanggar atau tidak,” tambahnya.
Opini sesat lainnya yang dibangun Tgk. Muhar, sambung Samsul Bahri, adalah pernyataannya yang menuding Pergub tersebut telah melanggar dan membatalkan pasal 262 ayat 1 qanun No. 7 tahun 2013. Padahal pasal tersebut hanya mengatur “pelaksanaan uqubat cambuk dilaksanakan disuatu tempat terbuka dan dapat dilihat oleh orang yang hadir”.
“Tempat terbuka sebagaimana dimaksudkan dalam qanun tidak disebutkan secara spesifik. Apakah di pekarangan mesjid seperti selama ini dilakukan atau di tempat tertentu lainnya. Artinya, pelaksanaan uqubat cambuk dimana saja asal terbuka dan dapat disaksikan oleh masyarakat tidak melanggar qanun no. 7 tahun 2013 tersebut,” kata Tiyong.
Yang harus diperhatikan juga oleh Tgk. Muhar, kata Tiyong, dalam pasal 262 ayat 2 qanun no.7 menyebutkan “pelaksanaan uqubat cambuk tidak boleh dihadiri dan disaksikan oleh anak-anak umur dibawah 18 tahun”.
“Selama ini dalam praktiknya, banyak anak-anak ikut menyaksikan. Karena pelaksanaannya dipekarangan mesjid selepas shalat jum’at. Tentu saja banyak anak-anak yang hadir untuk menunaikan ibadah shalat jum’at. Dan tak mungkin pula melarang mereka,” terangnya.
Lebih lanjut dikatakan, pelaksanaan uqubat cambuk selama ini telah melanggar qanun tentang Hukum Acara Jinayat tersebut. Bisa juga dimaknai, pelaksanaannya belum sepenuhnya merujuk pada tatacara sebagaimana diatur oleh qanun.
“Hal ini yang tidak dipahami oleh Tgk. Muhar. Kalau ingin memberikan tanggapan, ada baiknya pelajari terlebih dahulu isi Pergub dan isi Qanun itu sendiri secara menyeluruh. Bukan mengamati secara parsial. Sehingga tak terkesan asal bicara,” pinya Tiyong.
“Janganlah ketika ada isu yang dianggap dapat dijadikan amunisi untuk menyerang Gubernur Irwandi di depan rakyat, langsung keluarkan pernyataan tanpa didukung oleh data yang valid. Ingat, anda adalah Ketua DPRA. Ketika berbicara atas nama lembaga harus merujuk pada informasi yang faktual. Bukan atas dasar imajinasi dan opini liar personal yang cenderung sentimental,” kata Tiyong lagi.
Ia menduga isu, Pergub tersebut sengaja digiring untuk membentuk opini negatif terhadap Gubernur Irwandi. Seakan-akan Pergub tersebut bertujuan untuk melemahkan pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Padahal, itu sifatnya hanya soal teknis pelaksanaan cambuk semata. Tanpa sedikitpun mengurangi esensi dari pelaksanaan Syariat Islam itu sendiri.
Untuk meluruskan persoalan Pergub tersebut, lanjutnya, ada baiknya DPRA menggunakan kewenangannya dalam hal pengawasan. Komisi VII bisa saja mengundang pihak Dinas Syariat Islam dan pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan Pergub, untuk memberikan keterangan dan penjelasan. Dengan demikian akan diperoleh informasi yang utuh dan menyeluruh.
“Hal tersebut tentu lebih bijaksana dan elegan. Kami akan memberi dukungan moril kepada Gubernur Irwandi atas penerbitan Pergub No. 5 Tahun 2018 tersebut. Tentu saja dalam pelaksanaannya harus kita kawal bersama agar sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Kita berharap agar pihak Dinas Syariat Islam segera mensosialisasikannya secara masif agar masyarakat dapat tercerahkan dan memiliki pemahaman yang benar terhadap Pergub tersebut,” harapnya.
“Prinsipnya, kami mendukung penuh pelaksanaan dan penguatan syariat Islam di Aceh. Syariat Islam dalam konteks substansial sesuai dengan Qur’an dan Hadist. Kita akan ingatkan Pemerintah Aceh, jika terindikasi ada anasir-anasir jahat yang berniat merongrong dan melemahkan syariat Islam,” pungkas Tiyong.()
Belum ada komentar