PM, Banda Aceh – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Teuku Irwan Djohan menyayangkan sudah hampir sebulan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Aceh anjlok. Karenanya ia meminta Pemerintah Aceh turun tangan mengatasi hal ini.

Menurutnya, harga beli TBS di tingkat petani sudah sejak 10 hari menjelang hari raya Idul Fitri berada di bawah Rp 1000 per kilogram. Keadaan ini dikeluhkan oleh petani, bahkan juga pedagang pengumpul.

“Kondisi ini sangat memprihatinkan. Karena itu saya berharap Pemerintah Aceh segera menunjukkan kepedulian atas nasib para petani sawit dengan turun tangan mengatasinya, jangan diam,” kata Irwan Djohan, Rabu (27/6).

Lebih lanjut ia menjelaskan, saat ini harga TBS di kisaran petani yang terendah adalah Rp 750 per kilogram, sedangkan di tingkat Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Rp 920 per kilogram.

Karena itu ia meminta Gubernur Aceh segera mengadakan pertemuan dengan para pihak terkait, sebagai bukti keseriusan pemerintah atas persoalan yang sedang dihadapi para petani sawit.

“Ini harus segera. Pemerintah Aceh harus secepatnya merespon. Biro Hukum Pemerintah Aceh dan Dinas Perkebunan Aceh harus segera kerjasama, panggil pihak terkait dan buat aturannya,” desak Irwan.

Ia mengaku tidak mengetahui, apakah gubernur sudah bermusyawarah dengan pihak terkait atau belum. Ia juga tidak mengetahui apakah gubernur sudah membuat Peraturan Gubernur (Pergub) tentang pedoman penetapan harga pembelian TBS kelapa Sawit.

“Saya tidak tahu apakah pergub soal harga TBS ini sudah ada atau belum. Tapi yang jelas sekarang petani sawit sedang menjerit. Saya menerima laporan dari mereka. Kalau pergub sudah ada, mengapa kondisinya masih begini? Saya menduga ada pengusaha Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang bermain,” sebut Irwan Djohan.

Terkait dengan telah adanya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun, politisi Nasdem ini mengatakan bahwa Pergub bisa mengatur secara lebih spesifik sesuai dengan kondisi di Aceh.

“Pergub bisa mengatur dari soal harga terendah, sampai ke soal pengawasan dan sanksi secara lebih konkrit sesuai kondisi daerah. Bahkan bisa saja izin usaha yang melanggar pergub dicabut. Pergub juga mengatur soal tim pengawas yang nantinya dikeluarkan Surat Keputusan (SK) oleh gubernur dan bupati atau walikota,” pungkas Wakil Ketua DPRA Teuku Irwan Djohan.[]

 

Komentar