PM, Banda Aceh – Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HAkA) bersama WRI (World Resource Institute) Indonesia, mengadakan pelatihan Global Forest Watch (GFW) dan aplikasi Forest Watcher untuk sektor pemerintah bidang kehutanan.

Kegiatan yang berlangsung dalam tiga hari terakhir (23-25 Januari) ini melibatkan peserta dari KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) II, KPH III, KPH V, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, dan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL).

“Pelatihan ini ditujukan agar pengelola kawasan hutan dapat mengetahui dan memanfaatkan data kehilangan tutupan pohon terkini yang tersedia gratis untuk membantu mereka dalam memantau deforestasi di tingkat tapak,” jelas Hidayah Hamzah dari WRI Indonesia.

Acara itu diawali dengan materi ruangan pada hari pertama. Pada waktu berikutnya, peserta kemudian dibawa ke lapangan untuk mempraktekkan cara memantau dan memeriksa wilayah-wilayah yang terdeteksi peringatan GLAD yang tersebar dari Aceh Tamiang hingga Kuala Langsa.

GFW dan Forest Watcher sendiri merupakan suatu aplikasi berbasis web dan smartphone yang memungkinkan pengguna untuk mengetahui hilangnya tutupan pohon dengan cepat.

Ummi Purnamasari dari WRI Indonesia dalam kesempatan itu menjelaskan, bahwa GFW mempunyai sebuah data bernama peringatan GLAD yang memungkinkan estimasi kehilangan pohon pada kawasan hutan.

GLAD dengan kepanjangan Global Land Analysis and Discovery merupakan sebuah sensor berbasis satelit Landsat 7 dan Landsat 8 yang dapat mendeteksi kehilangan pohon setiap 8 hari sekali. Akurasi dari sensor ini mencapai 30 x 30 meter.

“Dengan sistem Near Real Time (NRT), peringatan GLAD dapat mencapai ke pengguna seketika, hampir bersamaan dengan kehilangan tutupan pohon yang terdeteksi,” kata Ummi. Sementara, Forest Watcher merupakan solusi agar peringatan GLAD dapat membantu pengguna untuk melihat kehilangan tutupan pohon di lapangan.

Agung Dwinurcahya dari HAkA menjelaskan, peringatan GLAD yang ada di GFW juga tersedia di aplikasi berbasis seluler tersebut. Fungsi dari aplikasi ini yaitu untuk membantu navigasi patroli hutan yang dapat digunakan tanpa membutuhkan sambungan internet (offline).

“Pengguna dapat memeriksa wilayah-wilayah yang terdeteksi peringatan GLAD, dan mengecek apakah kehilangan pohon benar-benar terjadi atau tidak,” tuturnya.

Teknologi ini dinilai bakal bermanfaat untuk kerja sehari-harinya sebagai informasi awal dalam melakukan patroli pemantauan kerusakan hutan. Seorang peserta, Sri Wahyuni dari KPH 5 menyampaikan bahwa ada keterbatasan jaringan internet di area kerjanya di Gayo Lues sehingga dia khawatir akan terkendala memanfaatkannya.

Dengan menggunakan ponsel pribadi, aplikasi Forest Watcher diunduh secara gratis di Appstore maupun Playstore.

“Dengan demikian, peserta dapat menggunakan ponsel pribadinya untuk memantau kawasan hutannya masing-masing bahkan tanpa sinyal internet. Jika deforestasi diketahui dengan cepat, maka harapannya adalah laju deforestasi dapat semakin ditekan,” tambah Sri Wahyuni.

Berdasarkan data HAkA, di awal tahun ini, laju deforestasi di Provinsi Aceh relatif menurun di tahun 2017, yang sebelumnya di kisaran 21.000 hektar per tahun menjadi hanya 17.333 ha. Ke depan, kehilangan tutupan pohon kini dapat diketahuI dalam waktu yang lebih cepat.

“Semua orang kini dapat memantau hutan lebih mudah dengan mengakses data peringatan kehilangan tutupan hutan secara cepat dan dimana saja,” tandasnya.()

Komentar