Edi Fadhil, Wujudkan Harapan Rakyat Miskin

Edi Fadhil, Wujudkan Harapan Rakyat Miskin
Edi Fadhil di rumah Habibullah

Ada banyak orang yang menyatakan peduli pada kesenjangan sosial di Aceh, tapi tak ada orang yang mau fasilitasi kepedulian itu.

Oleh Makmur Dimila

Hobi Edi Fadhil memfasilitasi orang-orang yang peduli pada ketertinggalan Aceh muncul saat ia jalan-jalan pada Minggu akhir Mei 2015, di Kecamatan Sawang, Aceh Utara.

Ketika sedang menunggu di-service motornya di Desa Lhok Gajah, Sawang, ia bingung harus lakukan apa. Tak jauh dari bengkel, didapatinya rumah kecil berkonstruksi tepas rumbia, juga beratap daun rumbia, dan berlantai tanah.

Hanya ada satu rangkang (balai terbuat dari bambu) lebar sebagai ranjang tidur. Sementara pakaian tersampir tak rapi di bagian atas dinding. Perdu pisang dan pokok kelapa menaungi rumah itu. Dibayangkan Edi, penghuninya pasti kedinginan saat malam.

Terketuk hatinya untuk mencari cara agar orang mau nyumbang dana membantu renovasi rumah itu. Atas izin pemiliknya, Habibullah yang merupakan muallaf, diunggahnya empat lembar foto rumah itu di akun Facebook-nya dengan deskripsi mencengang.

“Di hari yang mulia ini saya menantang teman-teman yang akan men-like status ini atau yang memberi komentar di status ini, berarti: “akan rela menyumbang 100.000,- atau berapapun itu untuk kita bangun/renovasi rumah keluarga Bapak Habibullah ini minimal sampai layak huni. Layak huni dengan ukuran menurut saya minimal sekali dindingnya tidak lagi berlubang atau minimal lantainya pakai semen.”

Demikian secuplik statusnya pada bulan Ramadhan itu. Hitungan menit, respons positif masuk. Setiap diminta alamat pengiriman uang, ia arahkan ke rekening pribadinya.

Hingga 9 Juni, ada 209 jempol di statusnya itu. Tapi uang terkumpul cuma Rp 12 juta, berdasarkan detail laporan keuangan yang dipublisnya di kolom komentar. Ada yang main “curang”, Edi pun meng-inbox orang yang telah men-like tanpa menyumbang itu untuk memenuhi tantangan sesuai janji.

Rumah baru Habibullah dalam renovasi
Rumah baru Habibullah dalam renovasi

Kurang dua minggu kemudian, dana terkumpul sekitar Rp 37 juta. Habibullah dan istrinya Nurjannah serta dua anak mereka, lantas dibuat rumah permanen dengan kamar mandi terpisah. Ditugaskan satu relawan mengawasi dan meng-update foto proses pengerjaan rumah itu hingga siap ditempati.

Keberhasilan menggalang dana via Facebook itu menjadi batu loncatan Edi dan para relawan dalam merenovasi rumah tak layak huni lainnya di berbagai pelosok Aceh. Termasuk untuk Gerakan Mari Berbagi (GMB) Mari Sekolah yang dijalankan sejak Maret 2015.

Pihak Edi bekerja dengan konsep ‘memfasilitasi kepedulian’. Diyakini banyak orang peduli di segala sektor, tapi sedikit yang ambil peran untuk memfasilitasi orang-orang yang peduli itu.

Memang, ada lembaga formal mau melakukan hal serupa, tapi cenderung terikat dengan peraturan atau birokrasi. Sementara gerakan berbasis Facebook itu lebih cair karena digulirkan oleh orang-orang yang punya waktu terbaik untuk fasilitasi orang lain.

Edi merincikan, ada tiga kelompok orang yang peduli: penyedia sumbangan; fasilitator antara pendonor dengan penerimanya; dan pengawas proses pengerjaan renovasi di lapangan.

Setiap orang yang mau jadi relawan, ditegaskan Edi, mereka bekerja tak dibayar dan haram menerima uang selain untuk penerima donor. Kelak, mereka sering menolak biaya operasional yang disodori para donatur. Bukan sombong, tapi itu prinsip.

Maka tiap menemukan rumah atau anak-anak yang tak mampu sekolah, Edi langsung share di Facebook. Per sekian detik, rekeningnya dipenuhi uang diiringi sms pemberitahuan dari para pendonor.

Rumah baru Habibullah siap pakai
Rumah baru Habibullah siap pakai

Lihat, dari hasil galang dana via Facebook selama 2015, sudah dibangun 10 rumah di berbagai daerah Aceh dengan menghabiskan dana kurang dari Rp 40 juta per unit. Rumah 1 dan 2 sudah ditempati, rumah 3 – 8 dalam tahap finishing, dan rumah ke 9 dan 10 sedang dalam pengerjaan pondasi.

Mereka mengirit biaya pembangunan, seperti mencari tukang yang punya hubungan keluarga dengan pemilik rumah sehingga tak diminta banyak ongkos, sistem gotong-royong warga setempat, anggota keluarga membantu kepala tukang, atau mencari material berkualitas namun murah seperti batang kelapa tua.

Di GMB Mari Sekolah, mereka memfasilitasi penyaluran beasiswa dari pendonor kepada anak-anak putus sekolah, yang saat ini mencapai 92 anak. Ditetapkan per bulan, setiap anak jenjang SD akan diberikan Rp 150 ribu, SMP Rp 175 ribu, dan SMA Rp 200 ribu.

Mengikis Individualisme

Miris dengan kenyataan, sebagian orang kaya misalnya tak peduli pada tetangga yang sebenarnya sangat membutuhkan. Disparitas antara si kaya dan si miskin itu terbentang cukup jauh. Gerakan solidaritas Facebook itu juga menancapkan misi di sana.

“Gerakan ini ingin kepedulian itu tumbuh lagi. Tapi kita galang dengan beberapa syarat. Transparansi paling penting,” cerita Edi Fadhil, kepada Pikiran Merdeka, awal Januari 2016.

Menurutnya, ada hal paling asasi dalam distribusi bantuan yang luput oleh lembaga penyaluran donasi selama ini, yaitu transparansi soal kejelasan aliran dana bantuan itu digunakan dan bisa dilihat wujud fisiknya.

“Dekat dengan kenyataan, itu hal paling mendasar,” ujar PNS di satu instansi Pemerintah Aceh ini.

Di sisi lain, Edi takkan mengklaim dan beri nama khusus untuk setiap gerakan sosial yang mereka jalankan. Selain hindari rasa “bangga menjadi pelopor”, juga memicu orang lain untuk garap solidaritas sejenis di sektor berbeda.

Terakhir, mereka kunjungi SMP Merdeka, sekolah swasta di Tampur Paloh, desa yang harus dijangkau menyusuri sungai untuk mencapainya di hutan pedalaman Kecamatan Sungai Jernih, Aceh Timur.

Sekilas, model ‘blusukan’ mereka itu lebih membuahkan hasil daripada Presiden Jokowi lakukan.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

IMG 20210614 WA0034 660x330 1
Sekretaris Daerah Aceh, Taqwallah menyaksikan penandatanganan berita acara saat prosesi serah terima jabatan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aceh (BPKA) dari Bustami kepada Azhari di Ruang Rapat Sekda Aceh, Banda Aceh, Senin (14/6/2021). [Dok. Ist]

Pimpin Sertijab Kepala BPKA, Sekda: Terima Kasih Pak Bustami