PIKIRAN MERDEKA | MASRIZAL Koordinator GeRAK Aceh Askhalani memperlihatkan data hasil investigasi GeRAK Aceh terkait indikasi korupsi dalam proyek pembangunan dermaga bongkar Sabang.
PIKIRAN MERDEKA | MASRIZAL Koordinator GeRAK Aceh Askhalani memperlihatkan data hasil investigasi GeRAK Aceh terkait indikasi korupsi dalam proyek pembangunan dermaga bongkar Sabang.

PM, Banda Aceh—Pembangunan terminal container milik Badan Pembangunan Kawasan Sabang (BPKS) diduga sarat konspirasi. Proyek senilai ratusan miliaran rupiah itu dikerjakan tanpa proses tender.

“Rekanan pelaksana pembangunan terminal container di Sabang itu ditentukan melalui penunjukan langsung atau di-PL-kan. Ini melanggar Kepres 80/2003 yang telah diubah dengan Perpres 54/2010 tentang pengadaan barang/jasa,” kata Koordinator GeRAK Aceh Askhalani didampingi stafnya Isra Syafril, serta Koordinator GeRAK Indonesia Akhiruddin Mahjuddin di Banda Aceh, Rabu (2/5).

Dikatakannya, pelaksanaan proyek BPKS dilakukan tanpa mekanisme tender itu berlangsung selama tiga tahun berturut-turut. “Tahun 2006 dengan nilai anggaran Rp8 miliar, tahun 2007 Rp24 miliar, dan 2008 Rp164 miliar,” papar Askhal.

Kemudian, lanjut dia, pembangunan terminal container itu vakum selama tiga tahun atau 2009-2011. Tahun ini, BPKS kembali menganggarkan dana Rp135 miliar untuk proyek yang sama. Proyek tersebut kini sedang proses tender terbuka melalui Unit Layanan Pengadaan (ULP) di Dinas BMCK Aceh. “Kami menduga, tender ini hanya akal-akalan saja. Pemenangnya dipastikan orang yang sama, paling-paling nama perusahaannya berbeda,” kata Askhalani.

Hasil investigasi GeRAK Aceh, proyek yang kini masih terbengkalai di teluk Sabang itu sudah menghabiskan anggaran senilai Rp189,4 miliar lebih. “Sejak tahun 2006 hingga 2008 proyek tersebut dikerjakan oleh satu perusahaan lokal yakni PT Nidiya Sejati,” katanya.

Askhalani mengatakan walaupun proyek itu telah menguras anggaran besar tapi realisasinya belum sampai 10 persen. “Dalam hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI tahun buku 31 Desember 2008 yang kami dapatkan, tim audit memberi opini bahwa proyek itu tidak bermanfaat. Ini artinya, uang yang diberikan pusat untuk membangun Sabang, hilang begitu saja,” jelasnya.

Dibawa ke KPK

Koordinator GeRAK Indonesia Akhiruddin Mahjuddin menambahkan, dalam waktu dekat ini pihaknya akan membawa sekaligus melaporkan temuan investigasi aktivis GeRAK Aceh itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta guna untuk ditindaklanjuti ke ranah hukum.

“Kasus ini sebenarnya sudah pernah kami laporkan ke KPK pada 31 Mei 2009, bersamaan dengan sejumlah kasus lainnya, seperti kasus CT-Scan RSUZA, kasus besi jembatan, dan lain-lain. Laporan kedua ini tinggal menambahkan data-data baru saja. Kami akan mempertanyakan laporan awal sekaligus memberikan bukti baru,” kata Akhiruddin.

Akhiruddin menduga, munculnya tender terbuka melalui ULP BMCK pengerjaan lanjutan proyek tersebut di tahun 2012, hanya untuk menghindari kesalahan sebelumnya. “Ini dilakukan setelah penyidik KPK menemukan kejanggalan dan menegur pihak BPKS,” katanya.

Menurut dia, terjadi kevakuman selama tiga tahun di proyek itu dipicu pelaporan pihaknya ke KPK. “Nah, untuk menghindari kesalahan maka tahun ini ditender terbuka, tapi bisa saja pemenangnya itu-itu juga,” katanya.

Untuk itu, para aktivis antikorupsi ini mendesak Pj Gubernur Aceh segera memerintahkan pihak ULP BMCK Aceh agar menghentikan sementara tahapan lelang terkait proyek terminal container (pelabuhan bongkar) BPKS tahun 2012 senilai Rp135. “Penghentian ini sangat perlu dilakukan guna menjaga citra buruk pemerintahan Aceh yang baru,” tandasnya.[jul]

Komentar