Amien Rais dan Kontroversi Jewer Muhammadiyah

Amien Rais dan Kontroversi Jewer Muhammadiyah
Amien Rais dan Kontroversi Jewer Muhammadiyah

PM, Jakarta – Politikus senior PAN Amien Rais kembali membuat pernyataan kontroversial. Amien yang juga Penasihat Pimpinan Pusat Muhammadiyah meminta salah satu ormas Islam terbesar itu, bersikap pada Pemilihan Presiden 2019. Jika tidak, dia akan menjewer Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir.

“Di tahun politik, tidak boleh seorang Haedar Nasir memilih menyerahkan ke kader untuk menentukan sikapnya di Pilpres. Kalau sampai seperti itu akan saya jewer,” ujarnya di sela Tabligh Akbar dan Resepsi Milad ke-106 Masehi Muhammadiyah di Islamic Center Surabaya, Selasa 20 November 2018.

Menurut dia, bukan merupakan fatwa jika pimpinan menyerahkan sendiri-sendiri ke kader terhadap siapa suaranya akan diberikan. Sehingga dibutuhkan ketegasan demi terwujudnya pemimpin yang sesuai harapan.

PP Muhammadiyah, kata dia, tidak boleh diam saja atau tidak jelas sikapnya untuk menentukan pemimpin bangsa ini di periode 2019-2024.

“Sekali lagi, kalau sampai itu dilakukan maka akan saya jewer. Pemilihan Presiden ini menentukan satu kursi dan jangan sampai bilang terserah,” kata Ketua MPR RI periode 1999-2004 tersebut.

Mantan ketua umum DPP PAN itu juga meminta Muhammadiyah bersikap secara organisasi selanjutnya disampaikan ke umat sehingga pada 17 April 2019 sudah tidak terjadi perdebatan memilih.

“Pilih pemimpin yang beriman, diyakini dan tidak diragukan keislamannya. Tanpa harus saya sebut nama, pasti Muhammadiyah sudah tahu,” katanya.

Sedangkan terhadap kontestasi Pemilihan Umum, Amien Rais mengaku bisa memahami jika Muhammadiyah membebaskan kadernya memilih.

“Kalau Pileg saya masih bisa paham, sebab kader Muhammadiyah itu ada di PAN, PKS, PPP, bahkan Golkar dan lain-lain,” kata Amien.

Ucapan Amien langsung memantik sejumlah reaksi pro dan kontra. Dewan  Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah menilai pernyataan yang dikeluarkan oleh Amien Rais bertentangan dengan semangat khitah yang sudah digagas dalam Muktamar Muhammadiyah tahun 1971 di Makassar.

Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Najih Prasetyo menyatakan, khitah yang dimaksud adalah organisasi Islam tersebut tidak terikat dan menjaga jarak yang sama dengan semua partai politik. Sikap tersebut, lanjut dia, kemudian ditetapkan lagi pada Tanwir Muhammadiyah 2002 di Denpasar. Pada forum itu ditegaskan, Muhammadiyah berbeda dengan partai politik.

“Di dalam khitah Muhammadiyah, tidak ada anjuran harus melakukan penyeragaman pilihan politik dalam perhelatan pilpres. Sebab, jika sampai fatwa dikeluarkan, dikhawatirkan Muhammadiyah akan terseret ke dalam pusaran politik praktis yang kontraproduktif bagi Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah,” jelas Najih seperti dilansir dari Antara.

Dia pun mempertanyakan, apa bedanya apa bedanya Muhammadiyah dengan tim sukses jika dukung mendukung dilakukan?

“Muhammadiyah adalah rumah bersama bagi seluruh elemen bangsa itu. DPP IMM mendukung sikap Ketua Umum yang menjaga netralitas Muhammadiyah dan tetap berada di tengah sebagai ummatan wasathon (tengahan), yaitu dengan tidak memberi dukungan kepada salah satu capres,” tegas Najih.

Anggap Biasa

Respons berbeda muncul dari Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas. Dia menilai, pernyataan Amien Rais adalah hal yang biasa. Menurut dia, hal itu merupakan bagian dari demokrasi.

“Ini kan negara demokrasi. Sah-sah saja,” ucap Anwar kepada Liputan6.com, Rabu (21/11/2018).

Dia menuturkan, apa yang disampaikan Amien tersebut tidak masalah. Meskipun konteksnya adalah ingin menjewer telinga Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir.

“Ini biasa saja. Kan, Pak Amien itu orang tua. Kalau orang yang sudah tua biasa saja bicara seperti itu. Saya jewer itu, biasa saja. Enggak ada masalah, coba tanya Pak Haedar pasti enggak masalah itu,” tukasnya.

Menurut Anwar, secara organisasi jelas Muhammadiyah harus bersikap netral. Namun, secara pribadi keanggotaan tidak boleh tidak bersikap.

“Sementara Pak Amien bicara dalam ranah pribadi dari anggota Muhammadiyah,” ucap Anwar.

Karena itu, kata dia, tidak ada yang salah dalam ucapan Amien Rais. Karena memang itu omongan sesepuh.

“Memang Beliau adalah sesepuh kami. Jadi, kalau Beliau berkata demikian, maka umumnya warga Muhammadiyah tidak akan ada yang merasa tersinggung, termasuk saya yakin Pak Haedar sendiri,” jelas Anwar.

Sikap netral Muhammadiyah di Pilpres sebenarnya sudah dilontarkan langsung oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah  Haedar Nashir saat bertemu dengan sejumlah pimpinan PBNU di Gedung PP Muhammadiyah 31 Oktober lalu.

Haedar mengatakan, Muhammadiyah secara organisasi tidak ada dalam upaya mendukung salah satu pasangan calon di Pilpres 2019.

“Muhammadiyah maupun NU netral dari politik,” ucap Haedar di kantornya, Jakarta, Rabu 31 Oktober 2018.

Jika ada anggota-anggotanya yang berada di satu kubu, menurut dia itu hal biasa dalam politik. Tapi tidak ada yang membawa nama organisasi.

“Bahwa ada anggota-anggotanya, itu kan biasa dari pemilu ke pemilu. Dan itu tidak membawa nama organisasi, karena itu kami tegaskan tidak ada kesan Muhammadiyah dan NU berada dalam posisi,” jelas Haedar.

Dia menuturkan, jika ada yang berbeda pandangan, itu jelas diluar garis organisasi.

“Muhammadiyah dan NU dalam posisi politik yang berbeda dalam menghadapi Pemilu, karena ini wilayah yang ada di luar garis Muhammadiyah dan NU,” pungkasnya.

Komunikasi Tingkat Dewa

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah angkat bicara terkait rencana Ketua Dewan Pembina Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais ingin menjewer telinga Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir jika tidak menentukan sikap di Pemilu 2019.

Menurut dia, ucapan Amien Rais itu tak bisa interpretasi secara sembarang.

“Tanya dulu ke beliau, apa ini (maksudnya), itu bercanda tingkat dewa itu. Kita enggak bisa mengintepretasikan,” kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/11/2018).

Fahri menilai Amien Rais memiliki manajemen komunikasi tersendiri dengan Haedar Nashir sehingga melontarkan ucapan itu. Sebab, keduanya dinilai Fahri merupakan sesama negarawan.

“Dan itu kan dalam lingkup para pimpinan-pimpinan negarawan Muhammadiyah kan, yang sudah teruji dalam sejarah ini, mereka punya bahasa-bahasa yang pada akhirnya nanti menjadi hikmah lah bagi kita,” ungkapnya.

“Jadi enggak bisa kita yang mengintepretasikan, jadi harus ditanya kepada mereka,” ucapnya.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Raja Juli Antoni menyatakan, pihaknya menyayangkan pernyataan Amien Rais.

“Sikap Pak Amien mengubur semangat independensi dan netralitas yang dipegang teguh Muhammadiyah selama ini,” ucap Raja kepada Liputan6.com, Rabu (21/11/2018).

Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) berharap, Amien Rais fokus mengurus PAN dan Prabowo-Sandiaga. Ia meminta urusan PP Muhammadiyah diserahkan sepenuhnya kepada Haedar.

“Pak Amien dapat mencontoh mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah yang lain, Buya Syafi’i Ma’arif dan Pak Din Syamsuddin, yang setelah tidak menjadi pengurus Muhammadiyah tidak ada keinginan untuk cawe-cawe urusan Muhammadiyah,” ungkap Raja.

Selain itu, menurut dia, pernyataan Amien tersebut menunjukkan kepanikan melihat elektabilitas pasangan yang diusungnya Prabowo-Sandiaga tak kunjung naik.

“Menurut saya, selain blunder, pernyataan Pak Amien akan membuat warga Muhammadiyah marah dan hilang kepercayaan kepada beliau. Bahkan bisa menurunkan elektabilitas Prabowo-Sandi di Muhammadiyah,” pungkasnya.

 

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait