Banda Aceh — Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh mengecam atas tindakan arogansi pihak kepolisian terhadap perampas kamera milik fotografer media online acehkita.com bernama Fikri Rahmadhavi. Tindakan ini semakin menunjukkan masih kurangnya sikap profesionalisme pihak kepolisian.
Upaya perampasan kamera foto juga menimpa seorang fotografer harian Serambi Indonesia, Muhammad Anshar. Akan tetapi, kamera milik Anshar tidak terlepas dari genggamannya.
Perampasan kamera oleh anggota polisi bernama Briptu Fadli terjadi saat wartawan mengabadikan momen polisi sedang meringkus salah seorang demonstran yang diduga provokator. Kamera dirampas dari tangannya dan dibanting anggota polisi itu hingga tidak bisa difungsikan lagi.
“Tindakan anggota polisi tersebut semakin menunjukkan ketidak profesionalan polisi. Sebab aksi perampasan dan penghalang-halangan kerja jurnalis seperti ini bukan pertama kali terjadi di Banda Aceh. pada tahun 2012 lalu, anggota Polresta Banda Aceh juga pernah merampas kamera milik kamerawan ANTV Muhammad Fadli,” tegas Sekjen AJI, Misdarul Ikhsan, Sabtu (28/12) di Banda Aceh.
Dia menegaskan, aksi perampasan kamera oleh anggota polisi itu bertentangan dengan Undang-undang No 40 Tahun 1999 tentang pers, sebagaimana diatur dalam pasal 4 poin 3. Tindakan perampasan kamera itu dapat dipidana paling lama 2 tahun atau denda Rp. 500 juta, sebagaimana dituangkan dalam pasal 18 Undang-undang Pers.
Sebagai jurnalis, kata Ikhsan, Fikri Rahmadhavi dan Muhammad Anshar, telah bekerja sesuai dengan Undang-undang dan Kode Etik Jurnalistik. Salah satunya dengan menunjukkan atau menggunakan indentitas diri. Dhavi dan Anshar, menggunakan kartu pengenalnya saat meliput peristiwa tersebut.
Untuk itu, AJI Banda Aceh meminta agar Kapolresta Banda Aceh, memproses bawahannya yang melakukan perampasan kamera Fikri Rahmadhavi dan Anshar. Serta meminta Kapolda Aceh, untuk memasukkan materi terkait perlindungan kerja jurnalis, dalam kurikulum pendidikan polisi, sehingga polisi mendapat pengetahuan yang memadai tentang kerja-kerja jurnalis.
“Kepada jurnalis di lapangan dapat lebih mawas diri dengan mempertimbangkan keselamatan saat meliput berita, karena tidak ada berita seharga nyawa,” tutupnya. [merdeka.com]
Belum ada komentar