Tidak Ada Pelanggaran HAM Berat Terkait Semburan Lumpur Lapindo

Tidak Ada Pelanggaran HAM Berat Terkait Semburan Lumpur Lapindo
Tidak Ada Pelanggaran HAM Berat Terkait Semburan Lumpur Lapindo

Jakarta—Rapat Paripurna Komisi Nasional HAM (9/08) memutuskan tidak terjadi pelanggaran HAM berat dalam peristiwa semburan lumpur di wilayah eksplorasi gas milik PT Lapindo Brantas di Sidoarjo, Jawa Timur.

Komnas HAM tidak menemukan bukti awal pelanggaran HAM berat secara sistematis yang ditimbulkan akibat semburan lumpur yang berlangsung sejak enam tahun lalu hingga kini.

Keputusan akhir rapat paripurna Komnas HAM sempat diwarnai perbedaan antara para Komisioner yang sebagian berpendapat tetap terdapat pelanggaran HAM berat.

Menurut Ketua tim penyelidikan kasus lumpur Lapindo, Kabul Supriyadhie, hasil keputusan akhir Komnas hanya menemukan18 pelanggaran HAM yang tidak bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat.

“Memang ada hak warga yang terlanggar seperti menjadi pengungsi, kehilangan harta dan ada 12 desa yang terendam lumpur, tapi untuk tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan unsurnya tidak terpenuhi,” kata Kabul Supriyadhie.

Kabul juga menjelaskan perdebatan antara Komisioner berkaitan dengan usaha eksplorasi gas oleh PT Lapindo Brantas juga tidak bisa dikategorikan sebagai serangan kepada penduduk sipil.

Hasil investigasi Komnas HAM sebelumnya menyebut semburan lumpur di Porong, Sidoarjo akibat kesalahan pengeboran. Teknisi PT Lapindo Brantas mengabaikan penggunaan casing saat melakukan pengeboran pada kedalaman antara 3 ribu sampai 6 ribu kaki.

Korban kecewa

Salah seorang korban, warga desa Gempol Sari, Sulastri yang rumahnya masuk dalam peta terdampak versi Pemerintah menyatakan kecewa atas penyelidikan Komnas HAM.

Sulastri yang hingga kini belum mendapat ganti rugi satu rupiah pun, kepada Radio Australia menyebut hasil penyelidikan itu tidak berpihak pada warga korban.

“Itu menguntungkan Lapindo dan bukan untuk mempermudah buat warga yang belum mendapat ganti rugi,” tegas Sulastri yang sudah menunggu ganti rugi sejak Peraturan Presiden no 14 tahun 2007 diterbitkan.

Dia berharap hasil penyelidikan tidak berpengaruh pada proses ganti rugi.

“Sekarang ganti rugi lebih penting daripada hasil penyelidikan Komnas HAM,” kata Sulastri.

Hingga kini PT Minarak belum menyelesaikan ganti rugi lebih dari 4 ribu berkas milik warga, karena kesulitan mendapatkan dana segar.

Sementara ganti ganti rugi buat ribuan warga yang tinggal di permukiman Perumtas Tanggul Angin telah dituntaskan.[abc]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Erdogan dan Turki Baru 2023
Erdogan dan Turki Baru 2023

Erdogan dan Turki Baru 2023