PM, Banda Aceh – Mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf menilai maraknya kekerasan menjelang Pemilu Legislatif di Aceh dikarenakan adanya pembiaran oleh aparat penegak hukum kepada pelaku kekerasan pada Pilkada 2012 lalu.
Akibat pembiaran tersebut, para aktor dan pelaku kekerasan di lapangan merasa aman dan keenakan beraksi karena menganggap polisi tidak bisa menangkap apalagi menghukum mereka.
“Jadi ini akibat adanya pembiaran kepada para aktor dan pelaku kekerasan di Pilkada Aceh dulu. Maka siklus itu terulang,” kata Irwandi yang juga Ketua Dewan Pembina PNA kepada wartawan di Banda Aceh, Rabu (02/04/2014).
Itu disampaikan Irwandi menyikapi sejumlah kekerasan di Aceh, terutama soal penembakan satu unit mobil Toyota Kijang berstiker Caleg Partai Aceh (PA) diberondong oleh orang tak dikenal di kawasan Desa Geulanggang Gampong, Kecamatan Kota Juang, Senin (31/03/2014) sekira pukul 21.00 WIB.
Seperti diketahui, dalam kasus itu tiga orang meninggal dan seorang lainnya kritis. Korban meninggal, yakni Juwaini, 29, Fazira Wati, 28, serta Khairil Anwar, 1,5. Sedangkan korban kritis Fakhrurrazi, 40, masih menjalani perawatan.
Begitupun, Irwandi menduga insiden di Bireuen ini kecil kemungkinan bernuansa politik, walau banyak pihak mengait-ngaitkan kejadian itu dengan unsur politik.
Alasannya, Juwaini dan korban lainnya bukan pengurus salah satu partai meski saat kejadian memakai mobil bersetiker Caleg PA.
“Juwaini hanya seorang yang mungkin simpatisan PA. Ini yang membuat dugaan saya kalau penembakan terhadap para korban ini bukan faktor politik. Mungkin ada faktor lain antara pelaku dengan korban,” tuturnya.
Untuk itu, Irwandi mendesak polisi mengungkap pelaku penembakan itu, agar jelas motif apa sesungguhnya sehingga pelaku tega menghabisi korban termasuk bayi yang tidak berdosa.
Pengungkapan itu juga, kata dia, untuk menghindari asumsi masyarakat awam kalau penembakan itu tidak mengaitkan dengan partai politik dan Pemilu, terutama antara PA dan PNA.
“Ini saya katakan karena asumsi masyarakat selama ini, bila ada kader atau simpatisan PA tertembak atau mendapat kekerasan, sasaran pelakunya ke PNA. Sebaliknya juga begitu, bila PNA korban, asumsinya PA sebagai pelaku,” ujar Irwandi.
Padahal, lanjut Irwandi, sesungguhnya yang terjadi tidak seperti itu. Kader PNA sudah bertekat tidak akan balas dendam atas apa yang dirasakan walau ada kader yang luka bahkan meninggal atas ulah pihak tertentu.
“Kami berpikir buat apa antara PA dan PNA ribut bahkan saling membunuh. Yang di PNA itu saudaranya orang PA dan sebaliknya, orang PA banyak dari saudara PNA. Jadi kita-kita juga. Kita sedang berdemokrasi, maka berdemokrasilah yang sehat,” pungkas Irwandi Yusuf. (PM-016)
Belum ada komentar