Pasar modern Abdya (Foto Serambi Indonesia)

Pemkab Aceh Barat Daya (Abdya) menuai kekalahan dalam sengketa kontrak pembangunan pasar modern. Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Banda Aceh memenangkan gugatan PT Proteknika Jasapratama.

Rekanan proyek Pasar Modern Abdya ini menggugat surat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup (Perkim-LH) Abdya, tentang pemutusan kontrak proyek tahun jamak senilai Rp58,6 miliar tersebut.

Dalam amar putusannya, majelis hakim PTUN Banda Aceh memutuskan, bahwa objek sengketa dalam perkara itu, yakni surat PPK Dinas Perkim-LH Abdya Nomor 664/516/2017 perihal pemutusan kontrak pembangunan Pasar Modern Abdya tanggal 29 September 2017, batal demi hukum.

Dalam sidang pamungkas yang digelar, Kamis (19/4), majelis hakim PTUN mengabulkan seluruh gugatan yang diajukan PT Proteknika Jasapratama. “Menyatakan batal Surat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Perkim dan Lingkungan Hidup Abdya Nomor 644/516/2017 tentang pemutusan kontrak pembangunan Pasar Modern tanggal 29 September 2017,” kata majelis hakim yang diketuai Hujja Tulhaq SH MH, serta didampingi hakim anggota masing-masing Rahmad Tobrani SH dan Miftah Sa’ad Caniago SH.

Dalam putusnya, hakim juga mewajibkan tergugat untuk mencabut Surat PPK tersebut, serta menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara.

Kuasa Hukum PT Proteknika Jasapratama Ranto Sibarani, menyambut baik putusan tersebut. Ia mengajak semua pihak untuk berpikir arif, sehingga pembangunan pasar modern tersebut bisa segera dilanjutkan kembali. “Kemenangan ini bukan kemenangan PT Proteknika Jasapratama, tapi kemenangan masyarakat Abdya. Kita berharap Pemkab Abdya tidak perlu lagi menghabiskan waktu,” ujarnya.

Kuasa Hukum PT Proteknika Jasapratama, Ranto Sibarani

Setelah putusan hakim di PTUN, kata Ranto, pihaknya berharap agar proyek pembangunan pasar modern ini dapat segera dilanjutkan. “Tidak ada alasan lagi untuk tidak melanjutkan proyek ini,” ujarnya.

Dengan dasar putusan PTUN tersebut, kata Ranto, Pemkab Abdya sudah memiliki legitimasi untuk mencairkan termin II yang belum dibayarkan tersebut. “Dengan cairnya termin itu, maka proyek bisa segera dilanjutkan yang ujung-ujungnya kita berharap pasar modern tersebut bisa berkontribusi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Abdya,” katanya.

Ranto mengatakan, alasan kliennya menggugat lantaran mengalami kerugian akibat surat PPK Dinas Perkim-LH tersebut. Bukan saja karena kehilangan pekerjaan dan berpotensi tak bisa mengikuti lelang (blacklist), kliennya juga mengalami kerugian akibat tidak mendapat pembayaran termin II dari pelaksanaan proyek tersebut senilai Rp3,7 miliar lebih.

PT Proteknika Jasapratama, kata Ranto, sebelumnya telah mengajukan dua kali permintaan pembayaran termin II tersebut ke Dinas Perkim-LH. “Termin II ini penting untuk memastikan pekerjaan bisa berlanjut. Tapi Dinas PerkimLH tak pernah merealisasikan pengajuan pembayaran termin II tersebut,” katanya.

Padahal, lanjut dia, pada pengajuan pertama, Dinas PerkimLH telah setuju membayar termin II pada 30 Mei 2017 senilai Rp3,75 miliar. “Karena tidak dibayar, untuk menghindari kerugian, PT Proteknika Jasapratama sempat mengembalikan pekerjaan tersebut kepada tergugat pada 9 Juni 2017 lalu. Tapi pihak tergugat tidak memberikan kejelasan sikap terhadap pengembalian pekerjaan itu sehingga klien kami terus menerus membayar sewa aneka peralatan dan gaji pekerja penjaga peralatan sebanyak 120 orang di lapangan. Nilai kerugian diestimasi senilai Rp130 juta per hari,” kata Ranto.

PT Proteknika Jasapratama, kata Ranto, kembali mengajukan penagihan termin II senilai Rp6,5 miliar lebih pada September 2017 lalu. “Ini sesuai dengan progres pekerjaan,” katanya. Tapi lagi-lagi, Dinas PerkimLH tak juga membayar termin tersebut.
Dinas PerkimLH Abdya justru mengeluarkan Surat Pemutusan Kontrak Nomor 644/516/2017 pada 29 September 2017, meski masa kontrak masih berlaku hingga 20 Oktober 2017. “Alasan pemutusan kontrak sepihak tersebut karena mereka menilai ada deviasi sebesar 46,4 persen lebih. Padahal klien kami bisa menjelaskan penyebab deviasi tersebut terjadi di luar kehendak (keadaan kahar), seperti aksi demonstrasi masyarakat yang melarang kontraktor masuk ke lokasi pekerjaan dengan menyetop truk-truk, hingga hambatan cuaca yang hujan terus menerus,” katanya.
Dikutip Antara, pemutusan kontrak pengerjaan proyek senilai Rp58 miliar itu dilakukan melalui surat resmi yang ditandatangani Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Perkim dan LH Abdya. Surat tersebut ditujukan kepada Direktur Utama PT Proteknika Jasapratama.

Pemutusan kontrak pekerjaan proyek multiyears sumber dana otonomi khusus (Otsus) tersebut mengacu pada pasal 93 Peraturan Presiden nomor 4 tahun 2015, dimana hingga 31 Agustus 2017 progres terjadi deviasi sebesar 46,48 persen.

Menurut Projcet Maneger PT Proteknika Jasapratama, R Akhmad Mursyid di Blangpidie, pasar modern adalah proyek multiyers tahun jamak 2016-2017 yang masih dalam tahap pekerjaan. “Masa kontrak pekerjaan proyek pembangunan pasar modern yang sedang kami kerjakan itu berakhir 20 Oktober 2017, tapi dengan tiba-tiba kontrak kerja itu sudah diputuskan. Saya mengetahuinya melalui surat yang diantarkan oleh mereka ke kantor kami di Blangpidie, Jumat sore sekitar pukul 17.00 WIB,” ujarnya.

Kemudian, pihak kontraktor sebagaimana dalam surat itu diminta agar segera melakukan pemindahan bahan, alat dan tenaga kerja selambat-lambatnya 2 Oktober 2017 dan sebagai sanksinya jaminan pelaksanaan dicairkan serta sisa uang muka harus dilunasi dan penyedia jasa dimasukkan dalam daftar hitam.

Terkait pemutusan kontrak tersebut, Direktur Utama PT Proteknika Jasapratama, Saud Henry P Sibrani kala itu mengaku akan melaporkan dua pejabat Dinas Perkim dan LH ke Mabes Polri karena mereka diduga telah melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan pihak rekanan pelaksana pekerjaan proyek tersebut.

“Saya sudah konsultasikan dengan beberapa pengacara senior di Jakarta bahwa kasus pemutusan kontrak itu, hari ini kami laporkan ke Polres Abdya, besoknya kami laporkan ke Polda Aceh dan ke Mabes Polri untuk diproses secara hukum, karena selama ini saya terkesan dizalimi,” ungkapnya.

LANGKAH BANDING

Pemerintah Aceh Barat Daya (Abdya) tak menerima begitu saja kekalahan di PTUN Banda Aceh melawan PT Proteknika Jasa Pratama, rekanan proyek pasar modern. Melalui kuasa hukumnya, Pemkab Abdya akan melakukan banding atas putusan majelis hakim yang mengabulkan seluruh gugatan rekanan.

Kuasa hukum Pemkab Abdya Miswar

“Kami akan mengajukan banding atas seluruh isi materi putusan majelis hakim,” kata Miswar, anggota Tim Kuasa Hukum Pemkab Abdya dalam keterangan tertulisnya.

Mereka beralasan, ada kejanggalan atas putusan hakim, khususnya penerapan dan pertimbangan hukum majelis hakim terkait putusan perkara a quo.

Menurut tim Miswar, majelis hakim tidak mempertimbangan bukti-bukti dan saksi-saksi yang diajukan pihaknya sebagai fakta dalam persidangan. Padahal, bukti-bukti dan saksi-saksi yang diajukan cukup beralasan secara hukum untuk membuktikan bahwa pemutusan kontrak pekerjaan pasar modern Abdya sudah berdasarkan hukum dan peraturan perundangan berlaku.

Miswar menambahkan, berdasarkan fakta persidangan, pihaknya juga mampu membuktikan ketidakmampuan penggugat mengerjakan pekerjaan sesuai target (vide kontrak). “Kita juga melaporkan hakim ke Komisi Yudisial (KY) untuk diperiksa mengenai etik dan prilakunya karena majelis hakim membatasi tergugat menghadirkan saksi-saksi ahli selama persidangan. Kita masih ada dua saksi yang belum kita hadirkan, saksi dari inspektorat dan ahli labor dari Unsyiah,” katanya.

Padahal, tegas dia, pengajuan saksi-saksi ahli merupakan hak hukum para pihak yang bersengketa selama dalam persidangan.[]

Komentar