Galeri wisata balee inong madani dibongkar paksa. Tak ada kesepakatan resmi yang mengatur jangka waktu pemakaian gedung.

 

Pecahan dinding beton memenuhi hampir seluruh lantai bagian dalam gedung tersebut. Bilah-bilah besi mencuat di sela-sela kepingan batubata yang berserakan. Sementara di sudut gedung, sebuah kereta sorong bertumpu pada salah satu tiang utama.

Pemandangan itu terekam pada Jumat pekan lalu di galeri wisata balee inong madani yang terletak di Jalan Rama Setia, Gampong Lambung, Banda Aceh. Sejatinya, gedung tersebut sebelumnya digunakan untuk memamerkan beragam kerajinan produksi kaum perempuan di Banda Aceh.

Iklan Ucapan Selamat Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA dari ESDM

Ketua Galeri Rasyidah menuding pembongkaran itu dilakukan Pemerintah Kota Banda Aceh karena ingin mengambil paksa bangunan yang diresmikan wali kota sebelumnya, Illiza Saaduddin Djamal. Tak terima diperlakukan seperti itu, Rasyidah bersama teman-temannya di galeri pun protes. Apalagi, saat pembongkaran itu, di dalam galeri masih banyak barang belum dipindahkan.

Sebelum pembongkaran itu, kata Rasyidah, Selasa sore pekan lalu ia dihubungi seseorang dari Dinas Perikanan dan Kelautan Banda Aceh. Penghubung ini memberitahu Rasyidah bahwa Wali Kota Aminullah Usman akan berkunjung ke galeri. Rasyidah diminta Badan Pengelolaan Keuangan Kota membawa kunci gedung.

Rasyidah menurutinya, ia datang membawa kunci sesuai pesanan. Namun, setibanya di lokasi ia melihat orang ramai meriung di muka gedung. Tak sempat menghitung secara pasti, Rasyidah memperkirakan ada 15 polisi dan 10 pegawai pemko sedang menunggunya. “Saat itu diberitahukan bahwa gedung akan dipakai oleh orang lain. Sebelumnya saya tidak pernah diberitahukan soal itu,” ujarnya.

Walaupun panik, Rasyidah berusaha tenang. Ia memberitahukan hal itu kepada ibu-ibu yang lain. Termasuk kepada Purnama Karya, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Kota Banda Aceh. “Saat musyawarah saya tanyakan, kami akan dipindahkan ke mana? Sedangkan kami juga harus melanjutkan usaha.”

Beberapa hari sebelum pembongkaran, Rasyidah mengakui di galeri tak ada aktivitas. “Kenapa kami biarkan gedung tersebut kosong sementara, karena kami sedang mengajukan proposal ke Ketua DPRK untuk direnovasi,” tegasnya.

Setelah musyawarah dengan Purnama, Kamisnya Rasyidah melewati jalan di depan galeri. Ia kaget setengah mati. “Pintu galeri telah terbuka dan saya lihat (di dalam) telah diobrak-abrik. Saya langsung menghubungi Pak Purnama. Ini bagaimana Pak, kok tidak dikabari kepada saya,” ujarnya. Namun, kata Rasyidah, Purnama mengaku tidak tahu ada pembongkaran yang dilakukan oleh polisi. “Di dalam masih banyak kain, kulkas, freezer, dispenser dan barang-barang kami yang lain.”

 

WARISAN ILLIZA

Galeri tersebut diresmikan Illiza Saaduddin Djamal pada Jumat, 5 Mei 2017. Kehadiran gerai tersebut awalnya diharapkan sebagai galeri wisata representatif untuk memamerkan beragam produk keterampilan masyarakat kepada wisatawan. Khususnya, hasil produksi kelompok perempuan yang tergabung dalam 19 balee inong. Anggota balee inong ini terdiri dari ibu rumah tangga, tenaga pendidik, tenaga kesehatan, tokoh perempuan dan tokoh agama yang cukup berperan aktif di masyarakat.

Peresmian kala itu digelar meriah. Tenda dipacangkan di muka gedung. Sementara di dalam berjejer stan-stan yang memamerkan produk kerajinan. Mulai dari kopi hingga tas bermotif kerawang Gayo. Sebuah poster besar berisi potret muka Illiza dipasang di dalam galeri.

Saat itu, Illiza mengimbau pengurus galeri bekerjasama dengan biro travel di Banda Aceh untuk mendatangkan wisatawan berkunjung ke tempat tersebut. “Galeri wisata ini diharapkan dapat menjadi fasilitas pendukung aktivitas wisata di Banda Aceh. Khususnya dalam menyediakan dan memperkenalkan makanan khas Aceh serta buah tangan bagi para pengunjung maupun wisatawan,” ujar Illiza.

Ia juga meminta dukungan legislatif kota menyediakan dana bagi pengembangan galeri pada anggaran perubahan 2017. “Mohon dukungan dewan untuk memajukan galeri ini, karena masih ada beberapa fasilitas yang perlu kita lengkapi seperti musala dan pos Satpam.”

Adapun Rasyidah saat peresmian itu mengatakan kehadiran galeri bertolak dari terkendalanya para pelaku usaha saat pemasaran yang berimbas pada rendahnya nilai produksi. Galeri tersebut didukung beberapa instansi terkait seperti Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan, Dinas Pangan Pertanian Kelautan dan Perikanan, serta perbankan. “Kami berharap tempat ini dapat menjadi pusat pemasaran yang dapat menampung hasil produksi kelompok perempuan di Banda Aceh,” ujar Rasyidah.

Ketika ditemui Jumat pekan lalu, Rasyidah mengungkapkan dulunya ia mengira gedung tersebut terbengkalai. “Hanya ada atap dan lantai. Saya berpikir, jika masyarakat Meuraxa terutama Desa Lambung dan sekitarnya membuat kue khas Aceh, bagaimana jika gedung tersebut dijadikan tempat pemasaran,” ujarnya.

Tergerak oleh hal itu, Rasyidah mulai mencari tahu siapa pemilik gedung. Ia mendapat informasi bangunan tersebut aset pemerintah kota di bawah pengelolaan Dinas Kelautan dan Perikanan Banda Aceh. “Setelah itu saya ke Dinas Kelautan dan Perikanan memohon agar gedung yang terbengkalai tersebut kita kelola untuk dijadikan tempat UKM se-Kota Banda Aceh, bukan hanya Meuraxa,” ujarnya.

Dinas meneruskan permintaan itu kepada Illiza. Wali kota setuju gedung tersebut dipakai oleh para ibu. “Memang tidak ada hitam di atas putih atau kesepakatan yang resmi dan perjanjian dengan tanda tangan untuk pemakaian sekian tahun. Selama bisa memanfaatkan dan menghasilkan produk home industri, selamanya bisa kita gunakan,” ungkap Rasyidah.

Setelah itu, Rasyidah dan ibu-ibu yang lain mulai memasukkan barang untuk dipamerkan. Awalnya, karena gedung tersebut hanya memiliki atap dan lantai masih kurang maksimal, kata Rasyidah, barang-barang kerajinan tidak disimpan di sana. Produk kerajinan dibawa pagi lalu sorenya dibawa pulang kembali. “Kita datang lagi ke dinas dan memohon agar dapat dibuat dinding dan pintu teralis. Dinas membuat apapun yang kita minta. Jadi tempat ini kita urus bertahap agar dapat digunakan semaksimal mungkin,” ujar Rasyidah.

Setelah renovasi itu, Rasyidah memohon lagi kepada pemerintah kota agar menutupi sebagian dinding yang masih agak terbuka. Alasannya, agar ketika angin kencang dan hujan, barang-barang di dalam tidak rusak. Selain itu, juga menjaga tidak masuknya binatang seperti anjing dan kucing. “Nah, hasil kesepakatan tersebut, kami akan diberikan tempat relokasi. Sambil menunggu jawaban proposal dari Ketua DPRK, saya terkejut kenapa bisa jadi seperti ini,” ujar warga Gampong Alue Daya Tengoh tersebut.

Rasyidah sedih karena pembongkaran dan pengambilalihan gedung dilakukan tanpa sepengetahuan mereka. “Harusnya ada tempat relokasi terlebih dahulu baru dibongkar, kami di sini ada sekitar 50 UKM,” ujarnya.

Sementara Yulindawati, salah seorang pemilik gerai di galeri mengatakan setelah pembongkaran itu ia mendapat informasi bahwa orang yang ingin menyewa gedung tidak datang. Padahal, si penyewa telah ditunggu para ibu di galeri tersebut. “Penyewa tersebut menghubungi Pak Purnama mengatakan tidak jadi menyewa gedung tersebut karena tidak ingin bermasalah dengan ibu-ibu galeri,” ujar Linda.

Menurut Linda, walaupun tak jadi disewakan, gedung tersebut kini tak bisa digunakan lagi untuk berjualan. “Semua sudah hancur, seperti meja keramik untuk meletakkan barang jualan, telah dihancurkan. Mereka harus membersihkan dan mengganti semua barang-barang kami yang rusak itu. Ini tuntutan kami,” tegasnya.

MISKOMUNIKASI

Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Kota Banda Aceh Purnama Karya berdalih pembongkaran terjadi karena miskomunikasi. Menurutnya, gedung tersebut bakal disewa oleh pihak lain selama setahun dengan harga Rp10 juta. “Ini diminta sewa katanya untuk dijadikan pos dan kafe persiapan menyambut Sail Sabang. Mereka memasukkan surat meminta gedung ini untuk disewa oleh individu yang akan ditempatkan oleh Polda Aceh nantinya,” ujar Purnama.

Terkait relokasi yang menurut versi Rasyidah belum jelas, Purnama mengatakan telah diputuskan para ibu akan dipindahkan ke Ulee Lhee. “Di sana lebih produktif dan lebih laku. Kita akan kembangkan usaha ibu-ibu ini nantinya di Ulee Lhee dan kita fasilitasi seperti usaha kue yang di Lampisang (Aceh Besar),” ujar purnama.

Soal kerusakan barang akibat pembongkaran, kata dia, pemerintah kota akan menggantinya. Sama seperti keterangan Rasyidah, Purnama mengatakan galeri tersebut hanya dipinjampakaikan oleh pemerintah kota untuk mengembangkan usaha mikro. “Tidak ada perjanjian khusus secara tertulis ataupun kejelasan jangka waktu berapa lama pemakaiannya.”

Komentar