PM, Banda Aceh – Provinsi Aceh menjadi pusat perhatian terkait statistik kriminal terbaru yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Data menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2022, terdapat 1.443 kasus pemerkosaan di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, 135 kasus terjadi di Aceh, menempatkan provinsi ini pada urutan pertama kasus pemerkosaan tertinggi di Indonesia.
Mahkamah Syariah Aceh mencatat jumlah kasus yang lebih tinggi dibandingkan data BPS. Pada tahun 2022, Mahkamah Syariah menangani 161 kasus pemerkosaan. Angka ini meningkat menjadi 167 kasus di tahun 2023. Hingga bulan Juni 2024, Mahkamah Syariah telah menangani 62 kasus pemerkosaan yang terjadi di Aceh.
Panitra Muda Jenayat Mahkamah Syariah Aceh, Muhammad Raihan, pada Rabu 10 Juli 2024, menyatakan bahwa kasus pemerkosaan di Aceh umumnya dilakukan oleh orang terdekat korban, seperti keluarga dan tetangga. Sanksi atau hukuman yang diberikan sudah diatur dalam hukum yang berlaku.
“Untuk pemerkosaan, ada hukuman maksimal dan minimal, termasuk cambuk, denda, dan penjara. Terutama untuk kasus yang melibatkan orang yang dikenal korban, biasanya diberikan hukuman penjara,” ujarnya.
Kepala Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) perwakilan Aceh, Sepriadi, menilai bahwa pemenuhan hak korban secara menyeluruh juga sangat penting selain hukuman bagi pelaku. Namun, hal tersebut belum berjalan maksimal.
“Korban kekerasan seksual berhak mendapatkan layanan psikososial, layanan medis, kompensasi, dan restitusi. Di Aceh, terdapat kanun yang mengatur penanganan tindak kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak,” jelas Sepriadi.
Sepriadi juga mengajak untuk gencar melakukan edukasi dan sosialisasi sebagai upaya pencegahan tindak pelecehan dan kekerasan seksual, terutama di sekolah maupun di desa. Pemerintah daerah dan dunia pendidikan harus bekerja sama dan berkesinambungan untuk menurunkan kasus tindak kekerasan di Aceh.
Belum ada komentar