Muzakir Manaf dan TA Khalid (PM/Oviyandi Emnur)
Muzakir Manaf dan TA Khalid (PM/Oviyandi Emnur)

Penolakan Adam Mukhlis Arifin terhadap keputusan PAW yang diusulkan Partai Aceh, mengguratkan tanda goyahnya akar partai ini di wilayah parlemen. Adam Mukhlis yang merupakan utusan Partai Aceh dari Aceh Tengah ini, tidak setuju dengan keputusan PA yang menggantinya di paruh akhir masa jabatannya di DPRA.

Selain itu, pertentangan yang terjadi antara kubu Mukhlis dan calon pengganti yang diusulkan partai, Adly Tjalok juga menyisakan tanya. Banyak hal yang menarik diulas, selain sikap anggota yang tak jarang berseberangan dengan partai, jalannya roda organisasi serta komando pengambilan keputusan di jajaran pimpinan partai ini.

Pada Januari lalu saat kampanye Pilkada, Muzakkir Manaf sempat menegaskan kepada seluruh anggota PA, bahwa siapa saja baik bupati, walikota, anggota DPRA maupun DPRK yang tak mendukung calon kepala daerah yang diusung Partai Aceh, akan diberhentikan secara tidak hormat. Ia juga menghimbau, sampai tanggal 1 Februari 2017 kepada seluruh anggota PA dan KPA yang sikap politiknya berseberangan dengan partai itu agar segera kembali ke barisan.

Himbauan tegas ini muncul beberapa saat usai mendengar orasi politik Ketua KPA/PA Blang Pidie, Abdurrahman Ubit. Di hadapan massa, Ubit membeberkan bahwa Bupati Abdya Jufri Hasasnuddin telah ‘berbelok’ mendukung pasangan calon lain di Pilbup Abdya.

“PA/KPA di Abdya sebenarnya tidak pecah, namun yang memecahkan adalah Jufri Hasanuddin, oleh karena itu saya meminta agar Jufri dipecat,” kata Abdurrahman Ubit alias Panglima Do. Mengetahui hal ini, Mualem pun berang.

Tak tanggung-tanggung, Jufri menjadi orang yang pertama kali menanggung akibat dari ketegasan Mualem. Pengurus DPA PA yang menjadi Bupati Abdya periode 2012-2017 usungan PA ini dipecat secara tidak hormat sebulan kemudian, karena jelas-jelas mendukung pasangan Tgk H Qudusi-Tgk Hamdani, di saat PA telah mengusung Erwanto-Muzakkir pada Pilbup Abdya.

Teranyar, Kautsar yang semula menjabat sebagai Ketua Fraksi PA di DPRA, posisinya digeser menjadi anggota komisi VII saat pergantian Alat Kelengkapan Dewan (AKD) pada 18 April lalu. Jabatan ketua fraksi ini kemudian dipegang Iskandar Usman Al-Farlaky. Sejumlah sumber di internal PA mengungkapkan, evaluasi yang dilakukan Mualem terhadap anggota partainya di DPRA, adalah buah dari sikap beberapa politisi PA yang dianggap mendukung pasangan lain pada Pilkada 2017.

Baik digeser, diganti antar waktu maupun dipecat secara tidak hormat, masing-masing anggota PA itu tentu punya cerita masing-masing. Termasuk PAW Adam Mukhlis yang sejauh ini belum terkait langsung dengan ketidakpatuhannya terhadap kerja partai. Namun, sikap politik selayaknya menuai konsekuensi.

Pengamat politik T Kemal Fasya ikut berkomentar mengenai hal ini. Mekanisme PAW, sebut Kemal, sudah sepenuhnya berada di wilayah otonomi partai. Melakukan pergantian tentunya telah melalui berbagai macam pertimbangan. Tidak hanya karena berseberangan sikap.

“Termasuk, biasanya ada semacam pra-komitmen misalnya, untuk beberapa anggota dewan. Yang perolehan suaranya berada terbanyak ke dua, dan tidak terpilih, akan mendapat jatah di paruh akhir jabatan anggota dewan yang mendapatkan PAW,” kata Kemal saat dimintai tanggapannya, Jumat (14/7) pekan lalu.

Akan tetapi, terkait PAW terhadap Adam Mukhlis, Kemal merasa sedikit aneh. Salah satunya seperti yang telah disebutkan di awal tentang keputusan Adam Mukhlis yang memilih menggugat DPRA, ketimbang mengutarakan keberatan pada partainya sendiri. “Dalam konteks PAW ini, dia tidak berani secara lugas mengkritik keputusan partai. Malah menggugat gubernur, DPRA dan KIP Aceh. Itu saya pikir agak aneh,” tambah Kemal.

Menurutnya, PAW sepenuhnya berasal dari partai. Perpanjangan tangan partai di DPRA adalah fraksi. “Maka yang seharusnya ia gugat pertama kali adalah pimpinan fraksinya sendiri. Karena tanpa adanya surat usulan dari ketua fraksinya, tidak akan pernah terjadi PAW. Ini saya pikir realitas sublim. Secara psikologi ia tak berani mengkritik partainya, tapi malah mencari yang lain untuk digugat,” katanya.

Alasan pergantian pun hingga saat ini belum diketahui pasti, PA tak memberi konfirmasi apapun. Keputusan partai untuk mengganti Adam Mukhlis juga tanpa pemberitahuan kepada yang bersangkutan. Sehingga problem selanjutnya yang perlu dicermati, sebut Kemal, adalah mengenai limbungnya praktik organisasi yang diperlihatkan PA kepada publik.

“Ini terkait dengan govermentality, tentang kemampuan memerintah dan jalannya roda organisasi PA yang saya nilai cukup buruk. Kita sering melihat beberapa sikap partai atau fraksi PA itu sering merugikan diri mereka sendiri. Apalagi kalau ada anggota yang tidak menerima keputusan partainya sendiri, ini kan dinilai negatif oleh publik, terlepas dari ambisi mempertahankan jabatan yang bisa saja menyebabkan penolakan tersebut,” tukasnya.

Kejadian yang menimpa Adam Mukhlis Arifin semakin memberi kredit merah kepada PA. Tampaknya partai ini tidak mampu menyelesaikan problem internal mereka sehingga diketahui oleh publik. Kemal mewanti-wanti koordinasi di internal partai semacam ini berdampak lanjut di pemilihan legislatif mendatang.

“Untuk Pileg 2019, saya rasa akan banyak sekali dampaknya. Tergerusnya suara PA hari ini kan menjadi salah satu indikasinya, di samping berbagai hal lain. Dan sampai sekarang, belum ada upaya yang menunjukkan mereka bisa memperbaiki posisi elektoral mereka di hadapan masyarakat Aceh, PA perlu mencatat ini,” tandas Kemal.[]

Komentar