Dia mengaku kesal. Bahkan, lanjut dia, siapapun orang di Aceh kesal, sebab sudah begitu banyak orang yang mati, persoalan MoU belum juga selesai. Semua itu, kata Teungku Ni, terjadi secara tiba-tiba dan tidak bisa dibendung. “Itu faktor emosional, bukan unsur kesengajaan.”
Pemicunya, sebut dia, persoalan bendera dan berbagai hal lainnya yang belum selesai setelah sekian tahun kesepakatan MoU Helsinki. Sebenarnya, sambung dia, hal ini merupakan tanggungjawab pimpinan pusat untuk menyelesaikan masalah Aceh.
Sebab, semua tanggung jawab ini dibebankan pada para pihak yang melakukan perdamaian Aceh. “Jadi, sudah cukup lama kita tunggu setelah sekian tahun, malah sudah sepuluh tahun tidak selesai.”
Sebagai seorang pimpinan, Zulkarnani Hamzah mengaku emosional. Apalagi, lanjut dia, saat itu semua kalangan hadir di peringatan maulid tersebut. Itu sebabnya, dia mempertanyakan kenapa tidak ada yang komplain ketika dia berbicara saat itu dan tidak diinterupsi.
“Jadi setelah lewat beberapa bulan baru jadi masalah. Padahal disitu juga ada intel, Polri dan Bupati (Aceh Utara). Kalau memang saya salah, seharusnya kan ada yang menyentuh saya. Kita orang yang berbicara, siapapun itu kan tidak semua bisa dikontrol. Jadi itu yang dijadikan sebab,” katanya.
Dia membantah menghina Presiden dan menyebut masalah tersebut adalah miskomunikasi. “Itu sebenarnya bukan. Itu miskomunikasi. Mana ada kita naik pidato maulid untuk menghina presiden, itukan tidak mungkin,” bantahnya.
Saat itu, dia mengaku baru saja sembuh dari sakit. Sebab itu, ingatannya belum begitu cepat, sehingga tetap bertahan berbicara (menanyakan) siapa presiden sekarang.
“Memang saya tidak teringat namanya. Maka saya katakan ‘presiden sekarang yang kurus itu?’ Setelah itu dijawab oleh orang ramai, Jokowi. Itulah yang diambil jadi masalah. Jadi saya tidak punya niat seperti itu.”
Begitupun, terkait dengan masalah tersebut dia mengaku tidak dipanggil polisi. Setahu dia, sudah ada beberapa orang bawahannya yang dipanggil, seperti para Panglima Muda setempat.
Apalagi, katanya, saat peringatan maulid itu, dua orang di antaranya memang tidak hadir. “Karena tidak ada keterangan yang bisa diberikan, mereka langsung pulang.”
Namun, dari kabar yang dia dengar, tidak semua Panglima Muda itu datang ke Polda Aceh, pada Kamis pekan lalu. Tapi, hanya Hasanuddin dari daerah tiga.
“Itu yang saya dengar. Tapi sampai hari ini orang yang datang ke sana, belum ada laporan ke saya dan tanpa sepengetahuan saya. Jadi kami ini ada korps, ada pimpinan dan komando, kalau dipanggil harus melalui pimpinan, kalau memang ada masalah. Tapi ini Mualem dan saya tidak tahu, (tetapi) sudah dipanggil panglima muda ke sana,” jelasnya.
Begitupun, terkait dengan masalah tersebut Teungku Ni mengaku dirinya belum dipanggil oleh pimpinan partai untuk diminta klarifikasi. “Dan Gubernur Aceh pun belum memanggil, begitu juga dengan Mualem.”
Menurut dia masalah ini timbul menjelang Pilkada 2017. Sehingga, lanjut dia, saat dirinya bermasalah, momen ini akan dimanfaatkan dan akan membuat pihak lain senang. Karenanya, dia minta agar klarifikasi yang dia sampaikan dimuat secara netral dan berimbang.[]
Belum ada komentar