Calon Kabinet Irwandi-Nova memasuki masa degdegan. Dari tiga nama yang diajukan tim seleksi untuk masing-masing SKPA, Irwandi segera menjatuhkan pilihannya pada satu nama.

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf enggan mengulur waktu lebih lama lagi. Usai Menteri Dalam Negeri mengesahkan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) tahun 2018, Rabu (21/3) lalu, Irwandi siap tancap gas ke agenda berikutnya. Sebagaimana yang pernah ia janjikan ke publik, tahap penting setelah pengesahan APBA adalah menuntaskan proses seleksi calon kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA).

Sejatinya sejak awal Februari lalu, Pemerintah Aceh melalui Tim Panitia Seleksi (pansel) Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) telah mengumumkan tiga besar nama calon kepala SKPA ini. Nama-nama tersebut, sebagaimana tertera dalam berita acara nomor BA/PANSEL/002/XII/2017 tentang penetapan hasil seleksi administrasi serta berita acara bernomor BAI PANSEL/001 Ill/2018, telah menjalani serangkaian tes seleksi.

Baca: Sempat Ditunda, Ini Jadwal Baru Test Psikologi Tiga Besar Calon SKPA

Ada sebanyak 192 nama yang lolos. Mereka berhasil melewati tiga tes seleksi dari tim pansel, yaitu seleksi tertulis (ain-basket), seleksi Leaderless Group Discussion (LGD) dan wawancara.

Sebelumnya, sebagaimana ketentuan dalam pasal 108 ayat (3) Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), maka pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS. Aturan ini pula yang mendasari kerja tim pansel dalam melaksanakan uji kelayakan dan kepatutan/ fit and proper test guna menjaring calon kepala SKPA.

Hal itu diperkuat dengan keterangan Mendagri terhadap isi surat Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Nomor B-2607/KASN/10/2017 tanggal 5 Oktober 2017 perihal rekomendasi penataan jabatan pimpinan tinggi (JPT) pratama melalui seleksi terbuka secara menyeluruh pada 64 JPT Pratama di lingkungan Pemerintah Aceh.

Dengan terbitnya pengumuman bernomor PENG/PANSELI 002 12018 tanggal 2 Februari lalu tentang hasil seleksi Pejabat Tinggi Pratama di lingkungan Pemerintah Aceh, ketua tim pansel T Setia Budi menyampaikan, tahap itu sekaligus menandai akhir dari kerja tim pansel.

“Setelah itu, semua menjadi hak prerogatif Gubernur untuk menentukan siapa yang terbaik dari tiga nama yang diserahkan tim Pansel,” kata T Setia Budi kepada Pikiran Merdeka, Sabtu (24/3).

Belakangan, dokumen yang diserhkan tim pansel tersebut sempat mengendap beberapa pekan. Hal itu ditengarai polemik APBA yang mendera pemerintahan Aceh hingga memaksa pihak eksekutif dan legislatif bolak-balik menyambangi Kementerian Dalam Negeri di Jakarta.

Hingga tiba pada Selasa (20/3) pekan lalu, Irwandi menegaskan kemantapannya untuk menuntaskan proses ini. Menariknya, tiga besar nama yang telah diserahkan tim pansel sebulan sebelumnya itu tak serta merta diputuskan langsung oleh Irwandi. Pasalnya, ia berencana menggelar tes psikologi sebagai tambahannya.

Semula, tes tersebut dijadwalkan pada Minggu (25/3) di kantor Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia (BPSDM). Jadwal itu sesuai isi surat Sekretaris Daerah Aceh nomor 800/ 009/2018 tanggal 19 Maret 2018 perihal pemberitahuan jadwal test psikologi kepada para peserta calon pejabat pimpinan tinggi pratama yang dinyatakan lolos 3 (tiga) besar.

Namun, sehari setelah jadwal ini diumumkan di media, pemerintah kembali menarik pengumuman tersebut. Penundaan test psikologi terhadap tiga besar calon SKPA itu disampaikan melalui surat nomor 800/004/2018 tanggal 20 Maret yang ditujukan kepada para peserta calon JPT Pratama di lingkungan Pemerintah Aceh.

“Sehubungan Seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungan Pemerintah Aceh yang semula direncanakan pada hari Minggu tanggal 25 Maret 2018, karena ada sesuatu hal teknis maka pelaksanaannya diundurkan sampai dengan pemberitahuan selanjutnya,” demikian isi surat yang ditanda tangani oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf ini.

Dalam kesempatan yang lain, ketua tim pansel calon SKPA T Setia Budi menjelaskan kepada Pikiran Merdeka alasan mengapa Gubernur menghendaki adanya tes psikologi tersebut. Ia mengaku, tim pansel sama sekali belum menggelar tes psikologi.

“Belum ada kita adakan psikotes oleh tim Pansel kemarin. Kerja tim Pansel itu selesai sampai kita mendapat tiga besar nama dari seluruh pendaftar, dan nama tersebut kita serahkan pada Gubernur, jadi tidak ada kerja dua kali,” kata Setia Budi, Sabtu (24/3).

Ia menambahkan, Gubernur dirasa perlu mengenal lebih dekat para pejabat ini. Maka, demi menghindari kesan subjektif, Gubernur ingin mengadakan tes terakhir untuk menyeleksi sendiri di luar kerja tim pansel sebelumnya.

“Yang mungkin di eselon II tingkat provinsi itu beberapa ada yang dikenal, tapi tidak demikian yang dari kabupaten/kota. Kalau beliau memilih berdasarkan kenal atau tidak, itu kan kesannya tidak objektif kan. Akan memunculkan persepsi publik yang macam-macam nanti,” ujarnya.

Ia sendiri belum mengatahui persis mekanisme psikotes nantinya. Namun, meski psikotes nanti akan dilakukan oleh lembaga resmi, tidak menutup kemungkinan beberapa orang tertentu dari tim Pansel akan ditarik untuk ikut membantu Gubernur.

Ikhtiar Irwandi untuk menentukan kepala SKPA secara lebih objektif, juga dikuatkan oleh juru bicara Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani. Kepada Pikiran Merdeka ia menyampaikan, tes psikologi baru diadakan sekarang karena menunggu selesainya pembahasan APBA 2018. Gubernur Irwandi, sebut Saifullah, tak ingin mengusik kerja kepala SKPA yang beberapa hari lalu masih disibukkan dengan perbaikan rincian APBA.

“Beberapa kepala SKPA yang tengah menjabat sekarang, sebagian besar masuk dalam seleksi calon SKPA untuk tahun ini, makanya Gubernur ingin menyelesaikan satu persatu,” kata pria yang akrab disapa SAG ini, Sabtu (24/3).

Ia juga menambahkan, bahwa Gubernur ingin semua calon, baik dari provinsi maupun kabupaten/kota di Aceh mendapatkan kesempatan yang sama untuk duduk di kursi SKPA.

“Gubernur boleh saja mempergunakan secara khusus hak prerogatifnya untuk memilih, namun hak prerogatif itu dipergunakannya dengan cara mengadakan psikotes, bahkan mungkin beliau sendiri yang akan mewawancara, ini semata karena Gubernur tidak ingin menggunakan hak itu secara subjektif,” kata Saifullah, Sabtu (24/3) pekan lalu.

Perhatian Gubernur, sambungnya, tak luput pada sosok-sosok muda yang berasal dari kabupaten/kota yang ikut terjaring dalam proses seleksi tim pansel tempo hari. “Beberapa calon termasuk kader-kader pemimpin baru yang muncul dari kabupaten kota, tentu juga mereka harus diberikan kesempatan yang sama, untuk memimpin SKPA di tingkat provinsi. Gubernur perlu kenal secara personal siapa saja mereka,” tambah Saifullah.

Secara terpisah, Gubernur Irwandi menegaskan tak ingin terburu-buru menentukan pejabat yang akan duduk di kabinetnya kelak. Yang ia butuhkan adalah sosok yang sehat secara jasmani dan rohani, kreatif, inovatif, serta sanggup bekerja keras.

“Saya membutuhkan kriteria seperti ini, terlebih untuk menghadapi tahun pertama Pergub APBA, perlu mental yang benar-benar siap untuk menjalankan pemerintahan, karena itu jangan paksa saya untuk buru-buru menetapkan calon SKPA ini,” kata Irwandi, Kamis (22/3) lalu.

BUKAN JAMINAN

Lambannya pengangkatan kepala SKPA, bahkan melebih limit enam bulan setelah pelantikan Gubernur, tak pelak memunculkan syak wasangka di benak publik. Pengamat sosial dan politik, T Kemal Fasya mengatakan banyak hal dalam praktik seleksi tersebut yang perlu dicermati.

“Ada beberapa hal yang sebenarnya tak ideal seperti rencananya. Salah satu yang dipersoalkan adalah independensi dari tim pansel itu sendiri. Atau apakah ada keterlibatan unsur lain sehingga proses ini tak kunjung selesai,” kata Kemal pada Pikiran Merdeka, Sabtu (24/3) pekan lalu.

Selain itu, Kemal mengkritisi rencana tes psikologi yang akan dilaksanakan pemerintah. Kendati diperlukan, menurut Kemal, psikotes tak serta merta mampu memperlihatkan karakter kepemimpinan seseorang.

“Kita perlu tahu bahwa pola psikotes itu, salah satunya ujian tulis ada beberapa metode, ternyata pola ini pun tidak murni dapat melihat karakter seseorang, itu ternyata bisa dipelajari motif-motifnya. Kalau di negara maju, mereka hanya berbasis pada satu track record yang sudah dipegang oleh psikolog, yang kedua wawanacara, dari situ bisa dilihat sejauh mana motivasi, idealisme dan integritas seseorang, jadi tidak perlu tes tulis. Itu sudah out of date,” papar akademisi Universitas Malikul Saleh, Lhokseumawe ini.

Tes psikologi, lanjutnya, lebih pada mengukur kecerdasan dan motivasi dasar, yang tentu berbeda jika ingin mengetahui kemampuan seseorang dalam memimpin. “Padahal yang kita ingin itu kan mengetahui apakah seseorang memiliki kecenderungan ‘one man show’, bisa masuk dalam sistem, apakah dia ini anarkis, apakah punya kemampuan untuk mendobrak sistem yang konservatif, misalnya, ini hal yang tidak dapat dilihat dari tes tulis,” kata Kemal lagi.

Ditambah lagi, dengan terdapatnya beberapa temuan Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh bahwa sejumlah calon SKPA ternyata bermasalah. Kemal mengatakan, dari situ maka wajar jika publik berasumsi negatif.

“Kalau kita bicara ingin SKPA yang berintegritas, seharusnya orang-orang seperti itu jangan diloloskan. Kalau itu masuk, orang bisa berasumsi terjadi semacam kompromi yang tidak ideal dalam pemerintahan Irwandi ini. Ada unsur pragmatis di dalamnya,” imbuh Kemal.

Meski demikian, Kemal tetap berharap gubernur dapat memilih yang terbaik dengan keluar dari pakem yang selama ini menjadi pembenaran pihak pemerintah. “Yang dihasilkan rezim sebelumnya, jelas kan, penentuan posisi SKPA hanya jadi ajang bagi-bagi jabatan pada timses, Irwandi perlu keluar dari kondisi ini, jangan ada lagi pola oportunistik seperti yang sudah-sudah,” tegas dia.

Terakhir, ia menyarankan pihak DPRA menjalankan fungsi pengawasannya secara total terhadap kinerja Pemerintah Aceh. Perjalanan pemerintahan kali ini, menuntut pembuktian dari anggota dewan, sejauh mana kemampuannya dalam menjalani proses legislasi dan pengawasan.

“Inti dari fungsi DPRA itu sebenarnya kan legislasi dan pengawasan. Bukan menjalankan proyek aspirasi. Jadi Pergub ini berfungsi untuk mencegah intervensi legislatif terhadap anggaran. Jadi bagus ini, fungsi dewan kita kembalikan lagi,” tandasnya.[]

Komentar