PM, Singkil – Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI menemukan adanya uang negara yang digelapkan oleh beberapa oknum pejabat daerah Aceh Singkil. Temuan tersebut berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK RI perwakilan Aceh nomor: 23.C/LHP/XVIII.BAC/06/2018 tanggal 4 Juni 2018 terhadap APBK 2017.
BPK menemukan penilapan anggaran mencapai Rp 1.372.716.658, diduga akibat kelebihan perjalanan dinas SPPD yang digunakan oleh beberapa pejabat Setdakab dan Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK), serta sejumlah oknum anggota DPRK Aceh Singkil.
Sekda Aceh Singkil Drs. Azmi saat dihubungi wartawan membenarkan hal itu.
“Ya benar, namun sekarang sebagian sudah dikembalikan oleh oknum pejabat daerah, nilainya 1,3 milyar lebih,” ujar Azmi.
Pihaknya mengaku telah menyelesaikannya melalui tim tuntutan ganti kerugian daerah. Dalam prosesnya, sebagian dari mereka sudah mengembalikan, sebagian lagi menyicil.
“Ke depan kita juga berharap semuanya harus mengikuti aturan dan jangan terulang lagi,” ucapnya.
Informasi yang diterima pikiranmerdeka.co pada Rabu (25/7), temuan BPK itu akibat kelebihan perjalanan dinas sebesar 1 milyar oleh oknum anggota DPRK, kemudian Rp 80 juta oleh pejabat Setdakab, dan selebihnya digunakan oleh instansi pemerintah lainnya.
Soal keterkaitan anggota DPRK Aceh Singkil dalam penggelapan ini, pikiranmerdeka.co telah berupaya mengklarifikasi M Hilal selaku Sekretaris Dewan Aceh Singkil. Namun hingga saat ini belum juga terhubung. Kendati, di beberapa media terungkap bahwa beberapa anggota dewan ada yang sudah mengembalikan uang tersebut.
Tanggapan Dewan
Sementara itu, salah seorang anggota DPRK Aceh Singkil, Frida Siska Sihombing menyatakan belum tentu terjadi penggelapan. Ia berkilah bisa saja terjadi kelebihan bayar.
“Kelebihan bayar tersebut terjadi dalam biaya perjalanan dinas serta penginapan. Kelebihan itu katanya sudah mulai dikembalikan dengan cara dicicil, sehingga nilainya tidak lagi Rp 1 miliar. Tetapi sudah berkurang,” kata Frida.
Ia melanjutkan, terjadinya kelebihan bayar perjalanan dinas lantaran ada selisih harga tiket antara travel dengan pihak maskapai, yang kisarannya bisa antara Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu.
“Nah ketika dicek BPK ke maskapai tidak sama, itulah sisanya yang jadi keuntungan travel harus kami kembalikan,” jelas Siska.
Selain itu, kata Frida lagi, ada juga terjadi kelebihan bayar biaya penginapan hotel. Hal ini biasanya karena rencana menginap tidak sesuai dengan kondisi riil.
“Umpamanya dalam jadwal menginap di hotel tiga malam. Namun acara sudah selesai dua hari, sehingga semalam lagi tidak terpakai sementara hotel sudah terlanjur diboking tiga hari. Ini juga yang harus dikembalikan,” ujarnya.
Di sisi lain, Frida mengaku heran dengan temuan BPK itu. Pasalnya, lembaran pertanggungjawaban perjalanan dinas bukan hanya ada di dewan, bahkan Bupati dan pejabat lainnya juga demikian.
“Harus dibayarkan 100 persen, padahal seharusnya kalau ditolak LPJ-nya dibayarkan 30 persen hal itu sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri,” tukas Frida.
Ia menambahkan, DPRK rencananya bakal melakukan klarifikasi kepada BPK.
“Apa dasarnya harus dibayarkan 100 persen, karena dewan menganggap hal itu terkesan dipaksakan dan tanpa dasar hukum yang jelas,” ucapnya
Di tempat terpisah, anggota dewan lainnya, Jafriadi menanggapi singkat mengenai temuan BPK tersebut.
“Itu hanya kelemahan dalam laporan pertanggungjawaban saja, sebab banyak kelemahan administrasi yang dianggap spele, makanya terjadi seperti ini,” pungkasnya.[]
Reporter: Putra
Belum ada komentar