Gedung Badan Pemeriksa Keuangan, Jalan Gatot Subroto Kav 31, Jakarta Pusat. (Tribunnews)

Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyindir para komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dinilai tidak efektif perannya.

Anggota IV BPK Rizal Djalil mengungkapkan, selama ini ada indikasi komisaris BUMN kerap menyalahkan direksi jika ada kesalahan dalam pengambilan keputusan oleh manajemen.

Terkadang, para komisaris berdalih kalau keputusan yang salah terjadi karena mereka tidak dilibatkan secara langsung, atau bahkan menyebut keputusan bisnis kerap terjadi ketika mereka sudah undur diri dari rapat yang dimaksud.

Hal ini, menurut Rizal, memunculkan kesan bahwa komisaris selalu berupaya cuci tangan jika keputusan bisnis yang diambil direksi merugikan perusahaan. Hanya saja, Rizal enggan menyebut nama-nama BUMN yang memiliki komisaris dengan sikap seperti itu.

“Jadi komisaris jangan hanya terima mobil mewah dan gaji besar saja, tapi ikut bertanggung jawab,” tutur Rizal di Gedung BPK, Jakarta, Senin (22/7/2019).

Untuk itu, lanjutnya ia meminta kepada Kementerian BUMN membuat peraturan yang mengatur profesionalitas komisaris. Utamanya, mengenai batas kuorum komisaris yang menyetujui rencana kerja BUMN.

Rizal menuturkan, prosedur untuk aksi korporasi yang dilakukan BUMN migas harus diperketat. Aksi korporasi harus dikaji matang dan dibahas bersama-sama oleh direksi dan komisaris.

“Perlu diatur prosedur penyampaian bisnis yang melibatkan direksi dan komisaris dalam RUPS untuk menghindari pidana pada CEO. Konkretnya, perlu dibuat regulasi terkait keabsahan rapat BOD (Board of Director) itu dan juga rapat dewan komisaris,” imbuhnya.

“Jadi dewan komisaris ke depan harus lah kredibel, punya tanggung jawab tapi diatur dengan regulasi jelas,” ia melanjutkan.

Rizal berharap agar tak ada lagi pimpinan BUMN migas yang jadi terpidana karena kegagalan investasi untuk pencarian cadangan migas.

“Ini poin-poin saya sampaikan, mengamati secara empiris yang terjadi. Yang penting kita di BPK bukan hanya selamatkan keuangan negara, jangan sampai teman-teman (direksi BUMN migas) kerja tidak menerima seperak pun, tapi malah masuk penjara. Kasihan. Ya harusnya jangan dipenjara kalau ruginya karena faktor bisnis. Tapi kalau dia terima duit dari situ, lain lagi,” ujarnya.

Selain itu, Rizal juga mendorong Direktorat Jenderal Pajak menjadi badan sendiri, hal ini untuk meningkatkan pendapatan negara dari pajak.

Rizal menyinggung, pendapatan negara dari pajak mengalam‎i penurunan, hal ini berdasarkan tax rasio dari dari 8,9% menjadi 8,6%.

Dia memandang masalah perpajakan dibagi dua, yaitu makro dipengaruhi kondisi global dan mikro dipengaruhi dalam negeri. “Kita lihat tren pajak kita, yang menurun penerimaan pajaknya, tapi PNBP naik,” katanya.

Rizal menyatakan, untuk membenahi sistem perpajakan di Indonesia perlu dilakukan perubahan. Yaitu, Ditjen Pajak diubah menjadi lembaga yang setara dengan Kementerian, berbentuk Badan Penerimaan Pajak Nasional ‎sehingga pertanggungjawabannya langsung ke Presiden.

“Saatnya Ditjen Pajak membentuk badan pajak, badan penerimaan pajak nasional. Laporan perpajakan bisa lebih cepat, mau nambah pegawai lebih cepat,” pungkas Rizal.

Sumber: CNBC Indonesia

Komentar