Angka Kemiskinan Masih Tinggi, Dana Otsus Diharapkan Tetap Berlanjut

IMG 20201215 WA0006
Gubenur Aceh, Nova Iriansyah, saat bertemu dengan Wakil Ketua DPR-RI Koordinator Bidang Politik dan Keamanan M. Azis Syamsuddin, di Ruang Wakil Ketua, Gedung Nusantara III DPR-RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, (15/12/2020). (Foto/Ist)

PM, Banda Aceh – Gubernur Aceh Nova Iriansyah perjuangkan dana Otsus tetap berlanjut untuk Aceh. Harapan itu disampaikan kepada Tim Pemantau Otonomi Khusus (Otsus) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) agar ikut memperpanjang perpanjangan dana otsus Aceh.

Nova mengatakan Pemerintah Aceh tetap menerima dana Otsus sebesar 2 persen dari DAU (Dana Alokasi Umum) Nasional. Karena, mengingat tingkat angka kemiskinan di Aceh masih tinggi di Indonesia.

“Diharapkan dengan Dana Otsus ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh,” kata Nova saat bertemu dengan Wakil Ketua DPR-RI Bidang Politik dan Keamanan M Azis Syamsuddin, di Ruang Wakil Ketua, Gedung Nusantara III DPR-RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (15/12/2020).

Dalam pertemuan dengan tim Pemantau Dana Otsus DPR RI itu, Gubernur Aceh didampingi Sekretaris Daerah Aceh dr Taqwallah MKes dan Inspektur Aceh Ir Zulkifli MM.

Nova mengatakan, selama ini Pemerintah Aceh menggunakan beberapa sumber dana, baik itu dari Otsus, Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dana lain-lain, dari tahun 2000 hingga 2020.

“Secara umum, kita dapatkan kesimpulan bahwa dengan total jumlah Dana Otsus yang dianggarkan sebesar Rp.88,7 triliun, DAU sebesar Rp.19,47 triliun, PAD sebesar Rp31,55 triliun dan dana lainnya sebesar Rp 40,12 triliun, yang telah didistribusikan selama 10 tahun ini,” sebutnya.

Selama ini dengan keberadaan Dana Otsus, lanjut Nova, angka kemiskinan di Aceh mengalami penurunan hingga 15,32 persen.

Angka kemiskinan di Aceh relatif tinggi lantaran adanya konflik bersenjata yang berlangsung cukup lama. Pada tahun 2000 angka kemiskinan di Aceh, kata Nova sebesar 15,30 persen dan terus bertambah menjadi 29,80 persen pada 2002. Kondisi itu diperparah lagi dengan terjadinya gempa dan tsunami 2004.

“Pasca hadirnya Dana Otsus di Aceh hingga saat ini (tahun 2020), angka kemiskinan mengalami penurunan hingga 15,32 persen. Sementara angka pengangguran menjadi 6,20 persen dibandingkan tahun 2002 dan 2005 lalu.” kata Gubernur Aceh.

Ia merincikan, dana Otsus Aceh selama ini dipergunakan untuk pembangunan pada beberapa bidang, di antaranya infrastruktur (Rp35,90 triliun), pemberdayaan ekonomi (Rp. 10,26 triliun). Kemudian, untuk pengentasan kemiskinan (Rp. 4,94 triliun), pendidikan (Rp. 15,30 triliun), sosial (Rp. 2,58 triliun), kesehatan (Rp. 10,21 triliun), dan keistimewaan (Rp. 1,66 triliun).

Ia menambahkan, pada dasarnya Dana Otsus selama ini telah mendorong Aceh keluar dari minus point kembali ke titik nol. Maka untuk memasuki tahapan pembangunan berikutnya dibutuhkan Dana Otsus Abadi, agar Aceh terus bergerak dari titik nol menuju poin positif.

“Tantangan yang dihadapi Pemerintah Aceh saat ini, secara regulasi belum terealisasinya seluruh peraturan pelaksana UUPA dan disharmonisasi regulasi yang berlaku secara nasional,” katanya.

Hal itu tambah Nova, mengakibatkan kewenangan Pemerintah Aceh tidak dapat dilaksanakan secara maksimal, dan keterbatasan Dana Otsus sampai 2027 belum menjamin teratasinya ketertinggalan pembangunan di Aceh.

Adapun kontribusi dana Otsus yang diproyeksikan akan diperoleh pada tahun 2021 hingga 2027 adalah dalam rentang Rp4,1 triliun hingga Rp7,8 triliun. Sedangkan DAU diproyeksikan pertahun rata-rata Rp2,1 triliun, PAD rata-rata Rp2,5 triliun dan sumber dana lainnya rata-rata Rp2,3 triliun.

“Semua dana tersebut akan diperuntukkan untuk program pembangunan dalam kisaran Rp4,6 triliun hingga Rp9,1 triliun per tahun. Namun demikian, dengan alokasi anggaran tersebut belum mencukupi untuk menuju positive point dalam rangka mengejar ketertinggalan Aceh,” kata Nova.

Karena program pembangunan katanya, masih membutuhkan anggaran besar seperti kelanjutan program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), beasiswa, sarana dan prasarana kesehatan.

“Serta berbagai infrastruktur sebagai pendorong ekonomi Aceh, seperti pembangunan jaringan jalan sebagaimana yang telah tertuang dalam Proyek Strategis Aceh dan Proyek Strategis Kabupaten/Kota,” katanya.

Untuk itu, Pemerintah Aceh mengharapkan kepada Pemerintah Pusat terus memperkuat Otonomi Khusus Aceh, guna mewujudkan perdamaian yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan rakyat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Sementara itu, terkait regulasi yang menyangkut otonomi khusus Aceh, kiranya Bapak/Ibu Pimpinan dan Anggota DPR RI melalui tim Pemantau Otsus berkenan mendorong Pemerintah untuk memproses dan menetapkan Peraturan Pelaksana UUPA yang masih belum selesai ataupun yang telah diajukan revisi,” kata Nova.

Selanjutnya, Gubernur Aceh juga meminta agar DPR RI dapar mendorong Pemerintah Pusat untuk memastikan harmonisasi pelaksanaan Peraturan kekhususan Aceh dengan yang berlaku secara nasional. (*)

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

IMG 9677
Perempuan etnis Rohingya mengantri untuk melakukan rapid test di penampungan sementara di Lhokseumawe, pada 9 September 2020. Foto: PM/Oviyandi Emnur

Bangladesh Didesak Hentikan Relokasi Muslim Rohingya