Ustad TM akhirnya menyerah. Tersangka pencabulan anak di bawah umur ini mengaku ingin menikahi korbannya.

DI depan kerumunan wartawan di Markas Polres Aceh Utara, kepala TM terus menunduk, Kamis pekan lalu. Dua bola matanya mengintip dari balik sebo yang menutupi kepala. Sebo itu biasanya dipakaikan polisi ketika menghadirkan penjahat kasus narkoba ke hadapan para pewarta.

Layaknya tahanan polisi yang lain, TM kini memakai baju oranye. Kaos putih menyembul di balik baju tahanan bernomor 25 tersebut. Sementara kedua tangannya terborgol ke belakang.

Kehadiran TM di Markas Polres Aceh Utara itu menjadi penanda berakhirnya pelarian sang ustad setelah namanya tercantum dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Pria 53 tahun ini menyerahkan diri secara baik-baik sehari sebelumnya, setelah polisi membujuk TM lewat perantara salah seorang keluarganya.

Usai berkoordinasi, anggota Satuan Reskirim Polres Aceh Utara pun bergerak ke rumah keluarga TM di sebuah desa di Kecamatan Idi, Aceh Timur. Sesampainya di depan meunasah gampong, polisi melihat TM di pinggir jalan. Lalu, TM yang sepertinya menunggu kedatangan polisi, langsung naik ke mobil petugas. “Dengan penuh kesadaran dan penyesalan atas apa yang saya lakukan, maka saya menyerahkan diri untuk menjalani proses hukum,” ujar TM di Mapolres Aceh Utara, Kamis pekan lalu.

Pimpinan salah satu dayah di Tanah Luas, Aceh Utara, ini mengaku khilaf dan menyesali perbuatan bejatnya. “Saya hanya berbuat kepada satu santri. Isu yang berkembang dan mengatakan ada korban lain, itu tidak benar, itu fitnah.”

TM ditangkap setelah keluarga seorang santriwati di dayahnya, Bunga–bukan nama sebenarnya, melaporkan sang pimpinan pesantren ke Polsek Tanah Luas pada Rabu, 6 September 2017. Laporan itu tentang dugaan persetubuhan dan pencabulan terhadap anak di bawah umur. Polsek Tanah Luas kemudian melimpahkan kasus tersebut ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Aceh Utara, untuk ditindaklanjut.

TM diduga mencabuli Bunga setelah sebelumnya meminta santriwati itu memijitnya. Bunga diminta memijat TM di sebuah kamar tamu yang masih berada di dalam kompleks dayah. Waktu itu tengah malam dan suasana dayah sudah lengang.

Bunga mengiyakan permintaan itu. Ia tak menaruh curiga karena beberapa hari sebelumnya, sang guru juga pernah meminta dipijat. “Saat itu orang (di rumah TM) sudah tidur. Sebelumnya, saya juga ada memijatnya, tetapi waktu itu siang,” ujar dara 17 tahun ini ketika ditemui Pikiran Merdeka di salah satu rumah keluarganya di Tanah Luas, Jumat, 8 September 2017.

Ketika dipijat, pikiran TM berubah. Syahwatnya berontak. Ia mengajak Bunga melakukan hubungan intim layaknya suami istri. Bunga menolak ajakan itu tapi TM terus memaksanya. TM juga mengiming-imingi akan menikahi korban jika tidak ada yang mau menikahinya kelak. Pertahanan Bunga goyah dan ia terpaksa melayani kemauan bejat gurunya.

Insiden tengah malam itu disimpan rapat-rapat oleh Bunga. Ia tak menceritakan kepada siapa pun termasuk keluarganya. Hingga pada Selasa, 5 September 2017, TM menelepon ibunya Bunga. Ia meminta restu melamar Bunga menjadi istrinya. Spontan saja, permintaan ini ditolak. Bahkan, permintaan TM sempat dianggap candaan.

Namun, entah apa yang terbersit di benak TM hingga sebuah pesan singkat melayang ke ponsel Ibu Bunga. Bunyi pesan itu menyesakkan dada, benar-benar mengejutkan. TM mengaku telah meniduri Bunga. Itu sebabnya dia ingin bertanggungjawab dengan cara menikahi korban. TM juga meminta kejadian itu dirahasiakan.

Setelah laporan dari keluarga, saat itu polisi juga belum menangkap TM. Sang teungku keburu kabur meninggalkan dayah. “Terlapor dikabarkan sudah pergi ke Banda Aceh bersama keluarganya, sebelum kejadian ini terungkap,” ujar Kasat Reskrim Polres Aceh Utara Iptu Rizki Kholiddiansyah, Jumat, 15 September 2017.

Menurut Rizki, TM pergi ke Banda Aceh untuk merawat anaknya yang sedang sakit. “Tetapi, ketika kita datang ke sana, yang bersangkutan tidak ada. Kita juga sudah berkoordinasi dengan keluarga terlapor,” ujar Rizki. Nyatanya, TM kemudian ditangkap di Aceh Timur.

Menindaklanjuti laporan keluarga, penyidik meminta keterangan korban dan beberapa saksi lainnya. Kepada polisi, Bunga mengaku telah ditiduri lebih dari satu kali pada waktu berbeda, sebelum terakhir pada tengah malam pertengahan Agustus itu.

Pengakuan Bunga juga diperkuat hasil visum di salah satu rumah sakit umum milik Pemkab Aceh Utara. Dokter menyatakan selaput dara Bunga telah robek. Bunga juga memberi kesaksian mengejutkan di kantor polisi. Menurutnya, tak tertutup kemungkinan ada korban lain. Polisi masih mendalami pengakuan ini.

IINGIN MENIKAHI BUNGA
Di kantor polisi, TM mengaku siap bertanggung jawab dengan cara menikahi korban jika keluarganya memberi restu. Tentunya, setelah dia menjalani proses hukum yang berlaku. Di samping itu, TM juga berharap agar adanya upaya penyelesaian secara kekeluargaan. “Kepada seluruh pengelola (lembaga) pendidikan agama, saya berharap agar jangan sempat terulang sebagaimana apa yang saya berbuat. Karena apapun ini adalah perbuatan yang mengarah hilangnya moral,” ujar TM.

Ia pun melanjutkan pidatonya. “Kepada penegak hukum, tegaklah hukum seadil-adilnya, jangan mendengar satu pihak. Saya masih berharap dispensasi dari penegak hukum. Saya ingin bertobat kepada Allah.”

Disinggung soal temuan ganja, TM juga mengakui, bahwa ganja yang ditemukan petugas di rumahnya adalah miliknya. “Benar, saya konsumsi ganja dalam dua tahun terakhir. Ganja yang ditemukan di rumah itu milik saya, untuk meningkatkan selera makan saja,” ungkapnya.

Pada Kamis, 14 September lalu saat menggeledah rumah TM, polisi menemukan dua paket ganja di bawah tempat tidur kamar tamu. Untuk urusan ini, kasusnya telah diserahkan ke Satuan Reserse Narkoba. Penemuan ganja turut disaksikan perangkat gampong setempat.

Kepala Polres Aceh Utara AKBP Ahmad Untung Surianata mengatakan, usai menyerahkan diri, TM dinilai sangat kooperatif. “Untuk proses hukum sedang berjalan. Yang bersangkatan dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Narkoba, yang ditangani pihak Satuan Narkoba,” ujar Untung. Adapun Bunga, kata dia, kini masih berada di bawah pengawasan Komisi Perlindungan Anak Indonesia.[]

Komentar