Temurui Clothingline, Memperkenalkan Keuneubah Indatu

Temurui Clothingline, Memperkenalkan Keuneubah Indatu
Temurui Clothingline, Memperkenalkan Keuneubah Indatu

Mengangkat kembali motif Aceh tempo dulu, menjadi andalan Temurui Clothingline. Varian produk yang ditawarkan makin memanjakan pembeli.

Bagi masyarakat Aceh, temurui merupakan daun yang digunakan untuk menambah aroma wewangian pada masakan kari atau tumisan lainnya. Namun berbeda dengan temurui yang satu ini, lengkapnya Temurui Clothingline. Ini merupakan brand sebuah produk desain pakaian dan souvenir bermotif Aceh.

Siswani Sari, Manager dari Temurui Clothingline, mengungkapkan, industri desain untuk pakaian telah dirintisnya sejak 2010. “Pada 2006 kami diajak teman untuk berjualan merchandise di perhelatan olahraga Provinsi Aceh, Porda di Takengon. Sepulang dari situ, kami membuat baju kaos sablon motif Aceh,” katanya kepada Pikiran Merdeka, Jumat (15/12).

Wanita yang kerap disapa Sari ini menjelaskan, awalnya kaos dengan desain sablon itu hanya dipasarkan di Sabang. “Waktu itu kami menggunakan sbg8,” sebutnya.

Seiring perjalanan waktu, sejak awal 2016, Sari dan kedua saudaranya meninggalkan produk baju sablon dan beranjak ke corak bordir. Media yang digunakan pun tak hanya sekedar kaos oblong dan kemeja. Produk desain dengan brand Temurui Clothingline juga merambah aneka aksessoris khas Aceh.

Selain meramaikan dunia pendesainan Aceh, kehadiran Temurui Clothingline juga memperpanjang daftar produk dengan brand Aceh, semacam Outlet Piyoh dan Ija Krong. “Tak kalah pentingnya, kehadiran kami dapat menampung sejumlah seniman desain dari kalangan anak muda Aceh,” katanya.

Menurut Sari, nama temurui dilakap sebagai merk usahanya karena daun temurui yang digunakan masyarakat Aceh walaupun dipakainya sedikit tapi sangat mempengaruhi cita rasa masakan. “Jadi, walaupun produksi kita masih kecil, kita berharap bisa menguasai dunia pendesainan, khususnya desain produk pakaian dengan motif-motif khas Aceh,” jelasnya.

Diakuinya, saat ini banyak wisatawan maupun masyarakat lokal yang tertarik dengan produk khas Aceh kekinian. Namun, penyedia produk tersebut masih sangat sedikit di Aceh. “Pemain yang bergerak di bidang desain kan belum banyak. Kalau di Aceh, mungkin baru ada Ija Kroeng dan Piyoh,” ungkapnya.

PROSES PRODUKSI

Brand Temurui Clothingline merupakan home made yang menawarkan keunikan dan nilai budaya sebagai daya jual. Karena itu, mereka selalu me-research terlebih dahulu motif-motif khas Aceh zaman dahulu yang saat ini tidak banyak orang mengenalnya.

“Kita selalu research dulu sebelum mengeluarkan motif, misalnya motif desain untuk pakaian,” sebut Pratitou Arafat, desaigner di Temurui Clothingline.

Ia menyebutkan, selama ini pihaknya berupaya memperkenalkan motif Aceh tempo dulu yang memang belum banyak beredar di pasaran. “Desain-desain ini kan motif khas Aceh zaman dahulu yang sering dipakai oleh ulee balang pada masa itu,” ungkap Pratitou sembari menunjukkan koleksi dari produk-produknya.

Dalam menggarap berbagai produk, Temurui Clothingline bekerja sama dengan para seniman lokal. “Para seniman ini kita pekerjakan untuk membantu kita dalam menyelesaikan produksi,” kata Sari.
Biasanya, lanjut Sari, yang membuat desain adalah adik kandungnya, Titou. Setelah didesain oleh Titou, barulah hasil gambar diberikan kepada artisan yang telah bekerja sama dengan mereka.

Untuk lokasi produksinya, Temurui Clothingline belum mempunyai tempat khusus. Mereka mengerjakannya dengan pengrajin yang berada di Pasar Atjeh. “Kami belum punya toko sendiri. Inilah yang sedang kami usahakan,” tambah Sari.

Menurut dia, untuk setiap produk pihaknya mengerjakan dalam waktu sekitar dua pekan. “Menuntun harus dengan kehatia-hatian, sehingga menghasilan produk berkualitas. Ini terus kami pertahankan,” katanya.

VARIAN PRODUK

Semula Temurui Clothing hanya menawarkan produk pakaian. Belakangan mereka juga memproduksi varian produk lainnya seperti tas, gantungan kunci, jilbab, post card, dompet, celana panjang, dan pakaian anak-anak. Harganya pun bervariasi. Mulai dari Rp8.000 hingga Rp600.000.

Untuk saat ini, kata Sari, yang paling banyak laku di pasaran adalah tas. “Tampilan tas yang kami tawarkan lebih kasual dan bisa untuk dipakai ke kampus,” katanya. Untuk tas, Sari membandrol harga Rp100 ribu sampai Rp150 ribu, tergantung bahan dan ukurannya.

Melihat prospek bisnis yang lumayan bagus, Sari berniat untuk terus mengembangkan usahanya. Pihaknya juga gencar mempromosikan produknya ke media mainstream ataupun media sosial. Selain itu, produk Temurui Clothing juga pernah diperkenalkan pada perhelatan One Village One Product (OVOP). Kegiatan ini merupakan pendekatan pengembangan potensi daerah untuk menghasilkan satu produk kelas global yang unik dan khas dengan memanfaatkan sumber daya lokal.

Terkait strategi pasar, kata Sari, pihaknya sedang membesarkan branding agar bisa diterima semua kalangan. “Untuk harga, produk kami masih tergolang mahal. Ini karena kami memperkerjakan seniman lokal yang tidak mungkin dibayar murah,” katanya.

Dengan memperkerjakan pengrajin lokal, pihaknya berharap dapat ikut mengembangkan perekonomian masyarakat Aceh. Khususnya bagi pekerja seni.
Untuk ke depan, Sari berharap, Temurui Clothingline bukan sekedar bisnis yang hanya menjual produk desain.

Akan tetapi menjadi sebuah wadah pembelajaran bagi masyarakat yang ingin mengenal olahan desain khas Aceh. “Kami ingin punya rumah produksi yang lengkap dengan perpustakaan. Paling tidak bisa dijadikan workshop supaya masyarakat terutama wisatawan bisa belajar desain di sana,” tutupnya.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

DPRK Agara Adakan Konsultasi Publik 12 Raqan 2015
Acara konsultasi publik soal 12 rancangan qanun yang diinisiasi oleh Dewan Agara dan Pemkab Agara, foto dok by Riki Kutacane. Riki Hamdani.

DPRK Agara Adakan Konsultasi Publik 12 Raqan 2015