Sinema di Kebun Durian Lamsujen

2
Pemandangan alam di Gampong Lamsujen, Kecamatan Lhoong, Aceh Besar. [Aceh Documentary]

Oleh: Adli Dzil Ikram

Setelah melewati jembatan rangka baja dengan aliran sungai yang deras di bawahnya, mobil kami berbelok ke kiri, memasuki Gampong Lamsujen. Saya menurunkan kaca mobil dan tubuh saya segera merasakan kesejukan yang tak ada duanya. Apalagi cuaca agak mendung hari itu. Dan jalanan agak basah, sepertinya hujan turun semalam.

Dikelilingi oleh bukit-bukit yang menjulang, Lamsujen masuk dalam Kecamatan Lhoong, Aceh Besar. Kami akan membuat pelatihan Programmer Gampong Film bersama pemuda dan pemudi di Gampong Lamsujen.

“Dalam suara setan, itu arti Lamsujen dalam Indonesia kan? Puitis kalii,” ujar saya kepada teman-teman.

“Ya,” jawab Azhari Meugiet.

Mobil kami berhenti di depan meunasah Gampong Lamsujen. Dalam perkarangan meunasah ada dua bangunan yang digunakan untuk kantor geuchik dan ruang organisasi gampong lainnya. Meunasah dan kantor-kantor tersebut berhadapan langsung dengan sungai dan bukit.

Beberapa meter dari meunasah, ada barisan warung-warung. Kami menyeruput kopi pertama pagi itu di salah satu warung. Suara aliran air sungai dan parit membuat suasana pagi itu semakin syahdu.

“Yok kita siap-siap!” ujar Jamal kepada kami setelah menelpon Bang Hasri.

Kami pun bergegas menuju kantor geuchik Lamsujen, tempat di mana pelatihan akan dilaksanakan. Saya, Jamal, Azhari, dan Tama begegas mempersiapkan ruangan: memasang proyektor, roll banner dan peralatan lainnya.

Baca juga: Ketika Santri di Aceh Menemukan Sinema sebagai Alat Perubahan

Pelatihan Programmer Gampong Film bertujuan untuk melatih pemuda di beberapa gampong di Aceh tentang bagaimana cara memutar film.

“Ini adalah upaya kami untuk menyebarkan pengatahuan kepada masyarakat bagaimana cara memutar film dengan baik, khususnya layar tancap. Setelah pelatihan ini mereka akan mempraktikkannya di program Gampong Film, yang Insya Allah akan dilaksanakan akhir bulan Juni,” ujar Jamaluddin Phonna selaku Direktur Aceh Film Festival.

1
Para peserta berdiskusi saat pelatihan Programmer Gampong Film di Desa Lamsujen, Aceh Besar. [Aceh Documentary]

Gampong Film adalah program utama di Aceh Film Festival. Konsep programnya berbentuk layar tancap yang dilaksanakan di ruang publik yang ada di gampong; halaman meunasah, lapangan bola, dan lain-lain. Aceh Documentary mengadakannya pertama kali pada tahun 2015.

Programmer film adalah individu yang memimpin sebuah pemutaran film. Biasanya programmer dapat kita temukan di festival film atau di berbagai ruang pemutaran film. Tugasnya adalah memilih film untuk penonton, sesuai tema tertentu atau yang cocok dengan konteks penonton.

Baca juga: Membangun Infrastruktur Perfilman di atas Puing-Puing Kilang Minyak dan Gas

Setelah melakukan perjalanan ke Pidie, Bireun, Lhokseumawe dan Takengon, Lamsujen adalah lokasi terakhir yang kami datangi untuk pelatihan Programmer Gampong Film. Para calon programmer film akan menerima meteri tentang, apa itu programmer? Apa saja jenis film? Bagaimana cara mengkurasi film? Serta struktur kepanitian dan teknis alat pemutaran.

Sinema dan Kebun Durian

Hasri, warga Lamsujen dan Ketua Hutan Kemasyarakatan Jaya Lestari yang membantu kami untuk mempersiapkan pelatihan ini, datang menyalami kami satu per satu. Tak lama kemudian, peserta mulai berdatangan ke dalam ruangan. Mereka telah lama menunggu kami. Kami terlambat dalam perjalanan dari Banda Aceh ke Lamsujen.

Pelatihan di Lamsujen ini terlaksana berkat kerja sama antara Aceh Film Festival dan Kups Ekowisata Lamsujen. Dilaksanakan selama dua hari, dari tanggal 26-27 Mei 2025, para peserta yang terlibat dalam pelatihan adalah anggota ekowisata Lamsujen.

“Kerja sama ini semoga dapat mendorong teman-teman ekowisata Lamsujen untuk menghadirkan pemutaran film layar tancap bagi tamu-tamu wisata yang akan berkunjung ke Lamsujen. Saya berharap juga tak hanya pemutaran film tapi teman-teman dapat menghadirkan acara kreatif lainnya,” ujar Jamal ketika membuka acara sekaligus mengisi materi pertama.

Apa yang paling menarik ketika pelatihan berlangsung, adalah hadirnya percakapan tentang tawaran konsep pemutaran: di kebun durian ketika musim durian.

“Menarik untuk kita bikin festival durian di sini. Sudah lama ada rencana” ujar Umam tiba-tiba ketika sesi diskusi. Umam adalah Ketua Ekowisata Lamsujen.

“Ya, tapi tahun ini, belum musim durian,” kata peserta lain menimpali.

“Mungkin tahun depan boleh dicoba.”

Tak hanya pemandangannya, Lamsujen memang dikenal dengan durian. Durian Lamsujet memang terkenal dengan rasanya. Di sepanjang bahu bukit hingga tepian, pohon durian tumbuh menjulang.

Kami langsung membayangkan sebuah pemutaran film di kebun durian. Hal ini bisa menjadi konsep tambahan untuk festival durian. Seperti diketahui, Gampong Lamsujen berjarak sekitar 56 kilometer dari Banda Aceh ke arah barat Aceh.

Dibutuhkan waktu tempuh sekitar 1,5 jam, baik dengan mobil maupun sepeda motor. Artinya, untuk menarik pengunjung, harus berpikir kreatif.

Baca juga: Di Gegarang, Sinema Tanpa Sekat Ras

Namun Cici, warga Lamsujen dan salah satu peserta di pelatihan ini, mengatakan hal lain pada saya, jika ia diberi kesempatan, “saya ingin sekali buat program untuk anak-anak. Saya merasa anak-anak kurang tontonan,” katanya.

“Semoga pelatihan ini dapat memberikan kesempatan bagi pemuda gampong untuk lebih kreatif dan mereka bisa mempratekkannya nanti di Gampong Film,” ujar Hasri.

Pada sore hari, setelah kegiatan selesai, kami sempat menyeburkan diri ke sungai. Airnya dingin, arusnya kencang. Sulit untuk berenang. Saya menganggapnya, sekalian mandi sore. []

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

WhatsApp Image 2024 10 29 at 17.04.27
Plh. Asisten I Sekda Aceh, Drs. Syakir. M.Si, mewakili dan membaca sambutan Gubernur Aceh pada acara crisis management exercise 20th commeration of the 2004 Aceh tsunami di TDMRC USK , Selasa (29/10/24). Foto: Biro Adpim

Gelar Crisis Management Exercise, Pemerintah Aceh Apresiasi Konsulat Amerika