Jakarta—Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Hajriyanto Y Thohari mempertanyakan sikap para pimpinan partai berhaluan nasional yang fraksi-fraksinya ada di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).

Menurutnya, para pimpinan partai nasional tidak memberikan arahan ketika berlangsungnya pembahasan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh.

“Di DPR Aceh itu ada fraksi-fraksi partai nasional antara lain Partai Demokrat, Golkar, PDIP, Hanura, PPP, disamping fraksi-fraksi partai lokal. Pertanyaan saya, kenapa tidak ada arahan dari pimpinan partai nasional ketika membahas bendera dan lambang Aceh,” tanya Hajriyanto Y Thohari, usai melantik 7 Anggota MPR PAW di kompleks Parlemen, Senayanh, Jakarta, Jumat (12/4).

Menurutnya, ketika Qanun tersebut disahkan, barulah banyak pihak bereaksi. Seharusnya, lanjut Hajriyanto, ketetapan itu bisa dihindari jika tidak ada kesepakatan secara aklamasi di DPR Aceh.

“Setidak-tidaknya partai nasional di luar partai lokal, bersikap resisten dengan menolak bersepakat. Misalnya jika keputusan diambil melalui voting, seharusnya fraksi-fraksi partai nasional tidak memberikan kesepakatan,” ujar Hajriyanto.

Tapi saat ini semua proses di DPRA sudah terjadi. MPR meminta Pemerintah melakukan langkah aktif untuk mendapatkan solusi terbaik dari masalah ini.

“Pemerintah harus sesegera mungkin melakukan dialog yang intensif dengan masyarakat, terutama Pemerintah Aceh berkenaan dengan pengibaran bendera yang mirip dengan Gerakan Aceh Merdeka,” kata politisi Partai Golkar itu.

Dijelaskannya, sah-sah saja setiap daerah memiliki lambang dan bendera. Tapi, yang menjadi masalah bukanlah soal Aceh memiliki bendera, melainkan karena bendera yang diputuskan dalam Qanun mirip dengan bendera yang dipakai gerakan separatis, GAM.

“Itu yang memunculkan polemik yang mengingatkan kepada kekerasan di masa lalu,” ungkapnya.[rakyatsulsel]

Komentar