Menyingkap Mahakarya Keramik Cot Bada. (Foto Joniful Bahri)
Menyingkap Mahakarya Keramik Cot Bada. (Foto Joniful Bahri)

Satu-satunya industri rumah tangga yang tersisa di Bireuen ini sangat membutuhkan bantuan pemerintah untuk pemasarannya.

Suasana pagi itu sedikit sepi dari biasanya. Hanya beberapa warga yang melintas di jalan setapak kawasan Dusun Suka Maju, Gampong Cot Bada Tunong, Peusangan, Kabupaten Bireuen.

Gampong yang berjarak sekitar 3 km dari pusat Kota Bireuen itu sejak dulu terkenal sebagai sentral penghasil kerajianan keramik berkualitas tinggi. Dan satu-satunya daerah perajin barang pecah belah (gerabah) dari tanah liat yang masih tersisa.

Di rumahnya berhalaman luas, Abdurrahim (76), menyambut kedatangan Pikiran Merdeka, Kamis, 31 Maret 2016. Di situ pula, ia memproduksi kerakamik yang sudah dirintisnya sejak 1987.

Pensiuan guru MIN Cot Bada Peusangan itu menyumpit kuas mengolesi cat ke guci kecil. Meski terlihat kurang sehat, ia tetap melakoni usaha keramiknya itu dibantu beberapa tenaga kerja dari warga setempat termasuk keluarganya sendiri.

Ada tiga pondok khusus tempat ia dan pekerjanya memproduksi keramik. Satu untuk mengolah bahan baku. Satu sisi yang terdapat tungku sebagai tempat membakar keramik yang sudah dijemur dan satu pondok untuk pengecatan. Di beberapa bagian sudut, terlihat  guci dan vas bunga berkilauan. Sementara di titik lain, puluhan karya ragam keramik dijemur di bawah terik matahari.

Abdurrahim awalnya memproduksi belanga dan periuk (gerabah) berbahan dasar tanah liat. Menurutnya, pada 80-an itu, hampir seluruh warga Gampong Cot Bada Tunong membuka usaha yang sama.

“Saat perkembangan berjalan, industri gerabah mendapat tempat di tengah-tengah masyarakat, karena saat itu kita masih mengandalkan belanga dan periuk dari tanah untuk memasak,” katanya.

 Lambat laun, Dinas Perindustrian—kala itu Bireuen masih tunduk ke Kabupaten Aceh Utara—datang ke lokasi dan meminta Aburrahim memproduksi karya keramik dalam bentuk lain di samping belanga dan priuk.

“Atas peran Disperindagkop Aceh Utara kala itu, beberapa tenaga kerja dan warga lain yang membuka usaha ini sempat dibekali pelatihan di Lhokseumawe sekitar sebulan,” ujarnya.

Dari pembekalan keterampilan itu, keluarga Abdurrahim mampu merancang beberapa jenis kerajinan lain seperti pot bunga dengan motif berbeda yang dibantu beberapa unit peralatan produksi.

Sekitar beberapa bulan kemudian, sebutnya, pihak Disperindagkop Aceh Utara kembali menawarkan kerjasama dengan perusahan PT Kertas Kraft Aceh (KKA) selaku ‘bapak angkat’ industri mereka.

“Disinilah kejayaan pertama keramik Cot Bada berkibar atau sekitar tahun 1995, bahkan pihak KKA sendiri membantu berbagai peralatan termasuk mesin untuk memproduksi keramik glasir khusus pot bunga,” kenangnya.  

Komentar