Berada di Caffe Motown Banda Aceh, pengunjung seolah kembali ke tempo dulu. Menu yang ditawarkan pun cukup menggugah selera.

MOBIL klasik dengan tipe VW Combie berdiri tepat di depan Caffe Motown, Jalan Panglima Nyak Makam, Ulee Kareng, Banda Aceh. Warung modern bernuansa klasik ini dirancang dengan konsep retro. Pilar pintu bercat kuning dengan desain seperti radio menambah kesan unik dari caffe tersebut.

Memasuki bagian dalamnya, desain interior langsung mengena di mata. Barang-barang era 60-an seperti radio klasik, kamera polaroid, piano, lukisan dan beberapa alat elektronik jaman dulu tertata rapi di sudut-sudut dinding.

Suasana tempo dulu jelas terlihat. Terdapat empat meja dan beberapa kursi panjang berlapis kayu yang disediakan Motown untuk pengunjungnya. Tak hanya itu, meja barista yang ditempatkan di sudut ruang juga mengisi interior caffe. Ornamen-ornamen vintage tergambar di setiap ruang.

Iklan Duka Cita Thanthawi Ishak dari BPKA Dan SAMSAT

Sebanyak 40-an radio klasik terpajang di balik dinding bagian kanan. Di sebelahnya tertempel bingkai-bingkai dari potongan majalah Belanda era 40-an. Bagian kiri dinding, beberapa kamera jenis Polaroid, Analog dan Tiga lukisan portrait juga terpasang rapi. Sembari memanjakan pengunjung, beberapa tembang lawas diputar langsung dengan piringan hitam yang ada ditepian sudut meja pengunjung.

Terdapat beberapa jenis varian makanan dan minuman disajikan di sana. Di antaranya martabak mozarela, banana nugget, banana crispy, bitter balen, mie double, dan menu khas dari Motown sendiri yakni mie afroo motown. Menu terakhir ini merupakan mie instan yang disajikan dalam bentuk yang sangat unik. Mie afroo motown dibuat seperti bentuk wajah seorang wanita. Untuk menikmati sepiring mie afroo, pengunjung hanya perlu merogoh gocek Rp10.000.

Adalah Arifa Hikmah Safura, pemilik Caffe Motown. Ia mulai membuka usahanya bermula dari kesukaannya mengkoleksi benda-benda antik bersama Zakky, sang suami.

Menurut Arifa, kegilaannya terhadap benda-benda antik ia dapat dari sang suami yang saat itu kuliah di Institute Kesenian Jakarta dan menggarap beberapa film tema 60-an. “Jadi, dulunya suami saya yang gila banget sama barang-barang ini, terus karena seide ahirnya kami mulai mengumpulkan barang-barang antik ini,” cerita Arifa kepada Pikiran Merdeka di Caffe miliknya, Rabu (22/11) kemarin.

“Kami bisa hunting ke seluruh Indonesia untuk mendapatkan barang-barang ini,” lanjutnya, sembari menunjukkan koleksi-koleksi radio yang ia punya.

Idenya memang tergolong unik. Menurutnya, tak banyak masyarakat di Aceh yang menjadikan konsep retro sebagai salah satu tempat usahanya. “Belum banyak juga kan yang buat caffe-caffe dengan konsep 60-an di sini,” kata Arifa, wanita asal Mereudu yang sudah lama tinggal di Banda Aceh.

Menariknya, selain hobby mengkoleksi barang-barang antik, Arifa juga pandai melukis. Beberapa lukisan yang terpasang di caffe-nya adalah lukisan karyanya sendiri. “Aku suka melukis, kedua lukisan itu (sambil menunjuk kedua lukisan portrait wanita yang ada di kedainya) adalah lukisan yang kubuat,” kata Arifa.

Arifa dan suaminya memang sangat mencintai seni. Zakky, suami Arifa adalah seorang Disc Joki (DJ). Setiap minggunya, di caffe mereka digelar kegiatan yang bertajuk seni seperti pada minggu lalu Arifa dan salah seorang temannya yang pelukis menggelar sebuah pameran lukisan di sana.

Menurutnya, tak perlu ruang khusus untuk memperlihatkan karya-karyanya. Lukisan-lukisan yang dibuatnya diletakkan berserakan di atas lantai. “Yang penting pengunjung masih dapat melihat hasil karya saya. Ini juga adalah sebuah seni,” katanya.

Selain membuat pameran lukisan, kegiatan seni lainnya juga pernah dilaksanakan di sana. Seperti pertunjukan DJ yang dilakukan suaminya diiringi dengan pembacaan puisi anak-anak Aceh.

Arifa dan suaminya membuka usaha itu tidak dengan modal yang besar sekaligus. Ia mencicil segala properti yang kini menghiasi kedainya. Properti yang ada merupakan koleksi yang telah mereka kumpulkan sejak tahun 2002. Properti lainnya seperti kursi, meja dan lampu-lampu hias yang ada di kedainya itu adalah hasil olahan tangan ia dan suaminya.

“Kalau sewa jasa tukang kan mahal, jadi kami coba-coba bikin sendiri aja. Dari modal Rp20.000 itu kami bikin-bikin terus. Seperti contoh hiasan lampu gantung itu (menunjuk kearah lampu) saya yang bikin sendiri. Itu saya bikinnya dari bahan bagian dalam mesin cuci yang sudah rusak, dicat kembali,” lanjut dia.

Semua properti yang ada di kedainya adalah barang-barang bekas yang didaur-ulang. Selain mendisplay barang-barang antik yang ada di kedainya, Arifa juga menjual barang-barang tersebut secara online.

Diakuinya, kurangnya minat masyarkat Aceh terhadap benda-benda antik tidak mendukungnya untuk membuka toko khusus penjualan barang-barang antik. “Beberapa koleksi ada juga yang kami jual, kemudian hasil penjualannya kami putar buat beli koleksi lain,” timpalnya.

Untuk penjualan barang-barang tersebut, ia memasarkannya melalui akun instagramnya @patabolin. “Susah sih kalau kita jual secara langsung di Aceh. Karena kurang peminatnya,” ucapnya.

Menurut dia, hobby yang ia miliki tidak hanya untuk kesenangan dan menghabiskan uang. Namun, bagaimana ia bisa melihat peluang bisnis dari hobby tersebut sehingga bisa menghasilkan uang. “Untuk menghasilkan uang dari hobby itu sebenarnya mudah banget. Kita cuma perlu yakin sama apa yang udah kita buat. Insya Allah akan menghasilkan uang,” tutupnya.[]

Komentar