Mengapresiasikan Komitmen Irwandi Lanjutkan Moratorium Tambang

Mengapresiasikan Komitmen Irwandi Lanjutkan Moratorium Tambang
Mengapresiasikan Komitmen Irwandi Lanjutkan Moratorium Tambang

Misi Aceh Green yang diusung Irwandi-Nova diwujudkan melalui berbagai langkah strategis. Salah satunya lewat Moraturium Tambang.

Pemerintah Aceh berkomitmen akan melanjutkan Instruksi Gubernur tentang Moratorium Izin Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara. Kepastian kelanjutan moratorium tambang itu disampaikan oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, Minggu (12/11), di Banda Aceh.

Untuk diketahui, Moratorium Izin Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara yang dikeluarkan Gubernur Zaini Abdullah bernomor 09 tahun 2016 sudah habis pada 25 Oktober 2017. Ingub tersebut merupakan perpanjangan atas Ingub yang dikeluarkan oleh Zaini Abdullah pada tahun 2014 lalu.

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menegaskan, pihaknya akan melanjutkan Moratorium Izin Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara. “Ingub Moratorium Tambang akan kami lanjutkan,” tegas Irwandi Yusuf.

Terkait banyaknya tambang liar di Aceh, Irwandi Yusuf mengatakan akan duduk bersama untuk membahas terakit dengan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Pasalnya, hingga kini Aceh belum memiliki Wilayah Pertambangan Rakyat.

“Aceh belum ada WPR, ini akan segera kami bentuk. Yang kami larang adalah perambahan-perambahan hutan di sepanjang aliran sungai. Tapi kalau masyarakat mau mendulang emas memakai alat tradisional, ya bisa saja,” kata Irwandi.

Berdasarkan catatan Dinas ESDM Aceh, tiga tahun berjalannya Instruksi Gubernur tentang Moratorium Pertambangan, jumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tersisa hanya 35 IUP dari sebelumnya 138 IUP. Artinya, lewat kebijakan itu, Pemerintah Aceh sudah berhasil mencabut 111 IUP.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas ESDM Aceh Akmal Husen mengaku akan segera merespon kebijakan Gubernur Aceh terkait perpanjangan Miratorium Tambang. “Sebagai instansi teknis, kami akan segera merespon kebijakan memperpanjang moratorium tambang ini, kami akan menyiapkan kajian dan konsep dengan tim kami di ESDM sebelum mengajukan kepada Gubernur,” kata Akmal Husen .

Dikatakannya, Dinas ESDM sangat mendukung program gubernur itu. Selain melakukan penataan Tata Kelola Tambang yang lebih baik, program ini juga bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan, alam dan manusia. “Ini adalah warisan tak ternilai bagi anak cucu kita,” sebut Akmal.

DIAPRESIASI AKTIVIS
Langkah Gubernur Aceh Irwandi Yusuf yang mengatakan akan melanjutkan moratorium terkait Izin Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara di Aceh diapresiasi berbagai kalangan. Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani mengatakan rencana baik dan komitmen Gubernur Aceh untuk melanjutkan komitmen ini sesuatu yang sangat ditunggu publik. Pasalnya, dalam meperbaiki kerusakan hutan dan lahan Aceh hanya bisa dilakukan dengan cara tidak memberikan izin baru kepada perusahaan, dan juga membuat regulasi terkait perizinan serta mekanismenya.

“Pilihan Gubernur Aceh untuk melanjutkan moratorium tambang pantas kita apresiasi di tengah-tengah kerusakan hutan yang cukup tinggi saat ini,” kata Askhalani.
Menurutnya, dalam upaya penyelamatan alam Aceh tidak cukup hanya dengan Surat Keputusan (SK), melainkan harus membuat Peraturan Gubernur (Pergub), sehingga bisa mengatur secara lebih konkrit serta dari seluruh aspek yang dapat diukur atas perkembangan moratorium yang akan dilaksanakan nantiya. “Jangan menggunankan SK, tetapi memang harus dibuat Pergub yang dapat mengatur secara keseluruhan. Langkah ini juga akan menjadi replikasi tingkat nasional,” ujarnya.

Askhalani menegaskan, Pergub tentang moratorium tambang ini sangat efektif diterapkan untuk menyelamatkan hutan dan lahan Aceh dari kerusakan. Hal itu bisa dilihat sejak diberlakukan moratorium pada tahun 2014 hingga 2017, sudah banyak Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang bermasalah dicabut. Dan, sampai hari ini hanya tinggal 35 IUP tersisa dari total sebelumnya sebanyak 138 IUP.

“Kini hanya tinggal 35 IUP, tinggal bagaimana sekarang Pemerintah Aceh mengeluarkan SK pencabutannya lagi,” terang Askhalani.
Tak hanya itu, lanjut Askhalani, sebelum moratorium tambang dilaksanakan, terdapat 65 IUP perusahaan tambang berada di kawasan lindung, dan empat izin tambang berada di kawasan konservasi. Hal itu, menurutnya, merupakan sebuah kejahatan luar biasa dan terencana untuk merusak hutan Aceh. Tetapi setelah adanya moratorium pertambangan kawasan hutan Aceh berhasil diselamatkan sebanyak 265,743,70 haktare. “Prestasi Pemerintah Aceh ini juga saya sampaikan dalam forum nasional di Papua, bahwa solusi mencegah kejahatan pada sektor sumber daya alam hanya dengan moratorium,” ujar Askhal.

ASPIRASI MASYARAKAT
Sebelumnya, sejumlah masa yang tergabung dalam Koalisi Peduli Sumber Daya Alam (SDA) Aceh menyampaikan aspirasi kepada Gubernur Aceh Irwandi Yusuf untuk melanjutkan Ingub Nomor 9 Tahun 2016 tentang Moratorium Izin Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara yang berakhir pada 25 Oktober 2017. “Kami minta Gubernur Aceh untuk melanjutkan moratorium tambang demi menyelamatkan hutan dan alam Aceh,” teriak Koordinator Aksi, Tajul Ula dalam orasinya saat berunjuk rasa di Simpang Lima Banda Aceh, Rabu (18/10).

Harus diakui, Ingub tentang Moratorium Izin Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara yang diterapkan sejak 2014 hingga 2017 menjadi rujukan nasional dan menjadi role model dalam penerapan tata kelola pertambangan yang baik. Lawat moratorium itu, Aceh menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang berhasil mengurangi jumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tersebar di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung.

Tajul menyampaikan, hingga Oktober 2017, Pemerintah Aceh belum menerbitkan Surat Keputusan (SK) pencabutan terhadap IUP bermasalah di Aceh. Padahal, dalam UU No.23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah telah disebutkan kewenangan menerbitkan dan mencabut IUP yang ada di provinsi. “Untuk itu, Pemerintah Aceh harus melanjutkan moratorium tambang agar tatakelola tambang di Aceh menjadi lebih baik,” pintanya.

Dalam aksi itu, Hayatuddin Tanjung yang juga Kepala Divisi Advokasi Korupsi GeRAK Aceh menuturkan, berdasarkan hasil Korsup KPK tahun 2014-2015 menemukan fakta bahwa terdapat tunggakan piutang negara (PNBP) tambang minerba di Aceh sebesar Rp24,7 miliar yang tidak dibayar oleh perusahaan yang sudah mengantongi izin IUP. Tunggakan ini bukan hanya terkait persoalan kerugian pajak semata, tetapi yang lebih parah adalah tunggakan ini cukup berpengaruh terhadap PAD yang setiap tahun dipakai oleh Pemerintah Aceh untuk memperbaiki kerusakan lingkungan di wilayah bekas tambang dan wilayah lain yang menjadi dampak akibat banjir bandang.

Hayatuddin menilai, Moratorium Izin Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara yang sudah berjalan saat ini belum mampu menjawab persoalan upaya penegakan hukum terhadap maraknya pertambangan ilegal. Tercatat, saat ini PETI ilegal menjadi salah satu momok paling menakutkan bagi segenap makhluk hidup di muka bumi.
Melalui misi Aceh Green (Aceh Hijau), maka sudah seharusnya Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Irwandi-Nova melanjutkan moratorium tambang. Hal itu sekaligus menyelamatkan alam secara berkelanjutan demi masa depan Aceh yang lebih baik.[***]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait