Kondisi Pelabuhan kapal ikan di Sawang Aceh memprihatinkan

Kondisi Pelabuhan kapal ikan di Sawang Aceh memprihatinkan
Merdeka.com

Tapak Tuan – Sebuah pelabuhan Sawang Bak U hasil swadaya masyarakat di desa Sawang Bak U, Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Selatan kini dalam kondisi memprihatinkan. Luas tempat mendarat perahu ikan tidak sebanding dengan jumlah perahu yang mencapai 54 perahu ikan milik nelayan.

Padahal di pelabuhan itu sudah terdapat Pos Syahbandar dari Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Sawang. Namun fasilitas dan kondisi pelabuhan memprihatinkan karena tidak didukung oleh sejumlah fasilitas layaknya sebuah pelabuhan ikan yang modern.

Luas pelabuhan hasil swadaya masyarakat itu 80×70 meter. Pengerukan laut agar bisa bersandar perahu 40 GT, warga dan pemilik perahu secara swadaya menyumbang sebesar Rp 7,5 juta. Pengerukan dilakukan sejak tahun 2000 sampai dengan 2001 dan waktu itu tidak ada bantuan dari pemerintah.

Panglima Laut Lhok Sawang Bak U, Zainal Abidin pada merdeka.com mengatakan, semua biaya pembangunan pelabuhan tersebut murni bentuk partisipasi dari masyarakat. Hal ini muncul inisiatif mengingat selain ada potensi ikan laut, demikian juga memiliki lahan yang cocok digunakan untuk pelabuhan.

“Pelabuhan itu sebenarnya sudah ada sejak tahun 1983, waktu itu masih tidak terurus, tempat berlabuh boat nelayan yang kecil, makanya pada tahun 2000 ada inisiatif untuk membangun pelabuhan itu,” kata Zainal Abidin, Kamis (3/7) di Sawang, Aceh Selatan.

Sementara itu, Ketua Pembangunan Pelabuhan Sawang Bak U, Ismail Jamin mengaku selain minim fasilitas sulit mendarat perahu ikan nelayan yang besar seperti 40 GT, karena pelabuhan yang masih dangkal dan tidak adanya dermaga, demikian juga minim fasilitas Tempat Penampungan Ikan (TPI) dan juga gudang penampungan ikan yang memiliki fasilitas pendingin.

“Padahal hasil tangkapan di sini itu, satu perahu saja bisa mencapai 10 ton per-hari. Ikan-ikan itu bahkan sudah didistribusikan sampai ke Medan, Padang, Banda Aceh, Sigli,” jelas Ismail Jamin.

Dijelaskannya, setiap harinya di pelabuhan ikan tradisional itu terjadi perputaran uang sebesar Rp 150 juta per-hari dengan bisa menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang disetorkan pada Pemerintah setiap tahunnya sebesar Rp 200 juta. “Kalau fasilitas lengkap, PAD itu masih lebih meningkat,” tuturnya.

Oleh karenanya, masyarakat setempat meminta kepada pemerintah untuk membantu pembangunan pelabuhan tersebut. Karena tempat itu merupakan sumber ekonomi masyarakat. Kalau tanpa ada perbaikan, perahu sulit berlabuh dikala air surut dan bahkan juga kendali ketika musim ombak besar yang lebih dikenal dengan musim angin barat.

“Ini sumber ekonomi masyarakat, bayangkan satu perahu saja itu menampung tenaga kerja sebanyak 30 orang, kali kan saja ada 54 perahu yang beroperasi di sini,” imbuhnya.

[PM-001]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait