PM, TAPAKTUAN – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Aceh Selatan, Munif SH, menyatakan tidak memiliki dasar hukum kuat untuk menyeret Bupati Aceh Selatan non aktif, HT Sama Indra, dalam pengusutan kasus dugaan perambahan hutan lindung di Gunung Jambo Bate, Gampong Jambo Papeun, Kecamatan Meukek.

“Kami hanya menerima pelimpahan berkas dari Kepolisian, Polisi yang meramu pasal apa yang diterapkan lalu diteliti kelengkapan formil dan materilnya. Dalam berkas yang telah kami pelajari jelas-jelas tidak ada tercantum nama Bupati Aceh Selatan HT Sama Indra turut terlibat dalam kasus itu. Ibaratnya kami ini hanya menerima makanan yang telah dimasak oleh polisi, dimana ada kekurangan kami hanya meminta tolong dilengkapi bukan merubah bentuk makanan tersebut,” kata Munif SH kepada wartawan di Tapaktuan, Rabu (21/3).

Saat ditanya dengan video yang memuat pengakuan para pekerja saat terjadi proses penangkapan sebelumnya dan video tersebut saat ini sudah menyebar luas ke publik, Munif menyatakan rekaman video tidak bisa menjadi alat bukti, apalagi dalam berkas perkara yang telah dilimpahkan sama sekali tidak dicantumkan keberadaan video dimaksud.

“Dasar kita kan pada pengakuan para pekerja yang sudah di BAP, ternyata tidak ada satupun keterangan saksi maupun tersangka yang menyebutkan keterlibatan Bupati Aceh Selatan dalam kasus itu. Pengungkapan kasus tindak pidana tidak bisa melalui alibi atau rumor serta isu yang berkembang di luar, tapi harus berdasarkan alat bukti yang kuat, alat bukti itu terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat petunjuk dan keterangan terdakwa,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Munif SH juga mengakui bahwa berkas dugaan perambahan hutan lindung yang telah ditetapkan tiga orang tersangka masing-masing operator beko berinisial HR, Keuchik Gampong Jambo Papeun HI dan adik sepupu Bupati Aceh Selatan non aktif, TH sampai saat ini belum P21. Berkas tersebut telah beberapa kali bolak balik dari penyidik Polres Aceh Selatan ke Kejari karena ada beberapa poin yang dinilai belum lengkap sehingga diminta harus dilengkapi lagi.

“Kami mengakui agak rumit dan berat dalam merampungkan berkas perkara dugaan perambahan hutan lindung tersebut. Karena ada beberapa item yang sempat terjadi perdebatan sengit di internal penyidik dan jaksa penuntut umum,” ungkapnya.

Salah satunya, kata Munif, seperti terkait legalitas surat jual beli lahan yang dikantongi oleh pembeli berinisial TH. Sebab sejauh ini penyidik Polres Aceh Selatan tidak diberi izin oleh pengadilan untuk menyita surat tersebut. Karena dalam berkas pemeriksaan BAP sebelumnya, TH mengaku punya hak untuk mengelola lahan tersebut karena lahan itu dibeli secara sah dengan bukti surat jual beli bermaterai yang ditandatangani Keuchik Jambo Papeun kepada tujuh orang masyarakat pemilik lahan dengan harga sekitar Rp 200 juta.

Lalu beberapa saksi menyatakan alasan menjual lahan tersebut, karena mereka merasa punya hak memiliki tanah gunung yang telah digarap sejak puluhan tahun silam secara turun temurun. Sementara disisi lain, aparat KPH wilayah VI bersama LSM lingkungan juga merasa punya hak dan kewenangan melakukan penangkapan karena lahan tersebut jelas-jelas masuk dalam wilayah hutan lindung.

“Sejauh ini pihak pengadilan belum memberi izin untuk dilakukan penyitaan terhadap surat jual beli tersebut karena dinilai bukan pihak yang berkompeten. Makanya, untuk membuktikan legalitas surat tersebut Kejari Aceh Selatan akan mengundang ahli sebagai pakar mengenai hal itu, pihak ahli inilah nantinya akan mengujinya dipengadilan. Jika bukti jual beli tersebut tidak sah maka tanah tersebut akan dikembalikan ke Negara serta para tersangka akan dijerat hukum namun jika ahli menyatakan surat jual beli itu sah, maka tanah akan dikembalikan lagi kepada pembelinya. Jika kondisi seperti yang terjadi tidak tertutup kemungkinan para tersangkanya akan bebas,” paparnya.

Meskipun demikian, Munif memastikan bahwa kasus tersebut tetap akan dibawa ke pengadilan setelah pelimpahan bekas (P21) selesai dilakukan. “Dalam waktu sesegera mungkin akan kami limpahkan ke pengadilan,” tegasnya.

Terkait barang bukti beko yang tidak ada lagi di Polres Aceh Selatan, Munif menyatakan bahwa pihaknya tidak mau tahu terkait keberadaan beko tersebut karena dalam pelimpahan berkas tahap dua (yakni pelimpahan tersangka dan barang bukti) pihak penyidik Polres Aceh Selatan harus menghadirkannya ke jaksa penuntut umum.

“Apakah para tersangka akan ditahan saat pelimpahan berkas tahap dua itu murni kewenangan jaksa penuntut umum setelah mempertimbangkan alasan subjektif dan objektif. Penahanan tersangka tidak harus dilakukan dalam setiap perkara tindak pidana kecuali ancaman hukumannya lebih dari 5 tahun,” tegasnya.()

Komentar