Industri Tekstil Terpuruk, Jutaan Pekerja Diambang PHK

Pemusnahan barang impor ilegal oleh Satgas impor di Kantor Kementerian Perdagangan, Senin (18/8/2024).Foto: Bisnis.com - Dwi Rachmawati
Pemusnahan barang impor ilegal oleh Satgas impor di Kantor Kementerian Perdagangan, Senin (18/8/2024).Foto: Bisnis.com - Dwi Rachmawati

PM, Jakarta — Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) memperkirakan sebanyak 3 juta buruh/pekerja di industri padat karya, termasuk tekstil, terancam pemutusan hubungan kerja (PHK). Ketua Umum KSPN, Ristadi, mengatakan jutaan pekerja yang terancam PHK itu merupakan imbas dari membanjirnya barang impor, termasuk barang impor ilegal, ke pasar Indonesia. Barang-barang ilegal tersebut meliputi bahan baku seperti benang, kain, hingga barang jadi.

“Data yang kami ketahui, pekerja yang bekerja di sektor padat karya—karena yang banyak kami concern itu adalah padat karya, khususnya di tekstil, sandang, kulit—itu kurang lebih sekitar 3 jutaan [pekerja ter-PHK], maka tentu akan terancam PHK yang paling banyak itu di sektor padat karya,” ujar Ristadi dalam konferensi pers virtual, Jumat (30/5/2025).

Terlebih, menurut Ristadi, banyak pengusaha garmen yang akhirnya memilih membeli bahan baku impor demi mempertahankan bisnis karena harganya jauh lebih murah untuk bisa bersaing dengan barang-barang dari jalur impor ilegal.

“Saya hitung-hitung agak masuk akal juga karena sudah pasrah. Ini barang-barang murah yang menjamur dari impor ilegal seperti tidak tertahan dan seolah-olah seperti dibiarkan. Sehingga, untuk bisa bertahan, pengusaha-pengusaha garmen akhirnya juga melakukan importasi bahan baku seperti kain,” ungkapnya.

Akibat kondisi tersebut, Ristadi memperingatkan bahwa sebanyak 3 juta pekerja di industri tekstil bisa terancam PHK jika pemerintah tidak segera mengatasi banjirnya barang impor ilegal di dalam negeri. Ia juga menyebut bahwa ancaman PHK ini bisa meluas ke sektor-sektor lain di luar industri tekstil.

“Jika ini dibiarkan, di sektor padat karya 3 juta [pekerja] akan terancam [ter-PHK], dan belum sektor-sektor lain,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Ristadi menjelaskan bahwa hasil produksi dari pabrik-pabrik padat karya seperti tekstil, sandang, dan kulit tidak laku terjual di dalam negeri akibat membanjirnya barang impor yang lebih murah.

“Karena ternyata di pasar-pasar domestik kita, seperti Tanah Abang dan lain sebagainya, itu mayoritas sudah diisi dan dikuasai oleh barang-barang tekstil dari luar negeri yang harganya jauh lebih murah,” ungkapnya.

Alhasil, suplai barang produksi dari pabrik dalam negeri tidak terserap oleh pasar karena kalah bersaing dari segi harga. Kondisi ini memicu turunnya produktivitas pabrik padat karya, bahkan memaksa beberapa di antaranya menghentikan aktivitas produksi dan menutup usaha, yang kemudian memicu gelombang PHK.

“Karena order tidak ada, kemudian barang yang dia produksi sendiri tidak laku terserap di pasar,” pungkasnya.

Sumber: Bisnis.com

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait