Hari Orangutan Sedunia, Pegiat Lingkungan Pajang Baliho di Banda Aceh

HK208880 2
Baliho orangutan dipajang di pusat Kota Banda Aceh, dalam rangka peringatan Hari Orangutan Sedunia. [Dok. HAkA]

PM, Banda Aceh – Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) bersama Bu-Moe? Fest, Forum Orangutan Indonesia (FORINA), dan Forum Orangutan Aceh (FORA) memperingati International Orangutan Day atau Hari Orangutan Sedunia dengan menghadirkan baliho berukuran besar di pusat Kota Banda Aceh.

Baliho tersebut menampilkan visual Orangutan Sumatera dalam kerangkeng dan seekor anak orangutan yang terikat rantai. Visual ini dipilih untuk menyampaikan pesan kuat bahwa orangutan masih ada di Aceh, namun keberadaannya semakin rapuh dan terancam oleh aktivitas manusia.

Juru Kampanye Yayasan HAkA, Raja Mulkan mengatakan, momentum ini penting sebagai penyadaran bahwa saat ini Indonesia masih punya satwa yang sangat penting bagi hutan. Namun yang disayangkan, orangutan terus terancam karena deforestasi, perburuan, dan perdagangan ilegal.

“Jangan sampai satwa kebanggaan kita ini hilang. Di momen kemerdekaan ini, mari kita jadikan sebagai seruan untuk membebaskan semua makhluk hidup khususnya spesies yang ada di hutan Aceh dari ancaman kepunahan,” kata Raja.

Orangutan Sumatera (Pongo abelii) saat ini berstatus Kritis (Critically Endangered) menurut IUCN. Populasinya terus menurun akibat hilangnya hutan dan maraknya perdagangan bayi Orangutan, yang dalam praktiknya kerap melibatkan pembunuhan induknya.

Menurut pemantauan oleh Yayasan HAkA melalui data putusan pengadilan, dalam periode 2020 hingga 2024, tercatat 13 perkara hukum di Aceh yang melibatkan 5 individu Orangutan Sumatera sebagai barang bukti.

Dari jumlah tersebut, terdapat 14 terdakwa, dengan vonis tertinggi 4 tahun penjara yang pernah diberikan hakim. Pola ini menunjukkan bahwa kejahatan terhadap orangutan bersifat berulang dan sistematis, dengan modus utama berupa perdagangan.

Kehadiran barang bukti menandakan pasar gelap satwa liar, khususnya Orangutan Sumatera, masih aktif dan memiliki rantai distribusi hingga pasar internasional.

Pada Januari dan Mei 2025, Kepolisian Thailand berhasil mengungkap dua kasus penyelundupan Orangutan Sumatera. Sebanyak lima bayi orangutan berhasil diselamatkan, namun satu di antaranya meninggal, diduga akibat stres selama perjalanan.

Para pelaku memperdagangkan bayi Orangutan tersebut ke Thailand yang diselundupkan melalui jalur laut ke Provinsi Satun. Saat ini, empat individu yang selamat dititipkan di Khao Prathap Chang Wildlife Center, Ratchaburi, Thailand.

Sebagai bagian dari peringatan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Thailand, keempat orangutan tersebut bakal direpatriasi ke Indonesia pada akhir tahun 2025.

Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana perdagangan ilegal orangutan masih terjadi dan menunjukkan pentingnya pengawasan lintas negara untuk menghentikan peredaran satwa liar.

Melalui pesan simbolik dalam bentuk baliho ini, ada seruan kepada masyarakat untuk meneguhkan kembali kesadaran bahwa orangutan masih ada.

“Dan tugas kitalah untuk menjamin mereka tetap hidup di alam. Keberadaan orangutan bukan hanya soal satwa, tapi juga tentang masa depan hutan Aceh dan keseimbangan ekosistem yang menopang kehidupan manusia,” tutup Raja. []

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait