PM, Meulaboh – Pasca penangkapan Gubernur Aceh non aktif Irwandi Yusuf oleh Komisi Pemberantasan Korupsi beberapa pekan lalu, Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat juga minta lembaga anti rasuah itu memeriksa sejumlah daerah yang menggunakan dana alokasi dari Pemerintah Pusat untuk berbagai proyek pembangunan di wilayahnya.
Salah satunya, proyek pemeliharaan berkala ruas jalan Meulaboh-Tutut yang menggunakan sumber Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2017 yang telah dialokasikan dengan pagu anggaran mencapai sebesar Rp 5.7 milyar.
Koordinator GeRAK Aceh Barat, Edy Syah Putra memaparkan, berdasarkan laporan dari masyarakat tentang kerusakan jalan di Meulaboh-Tutut pada Desember 2017 lalu, pihaknya menduga proyek tersebut belum tuntas.
“Padahal kita sudah kirim laporan ini kepada penegak hukum, seperti Polisi dan Kejaksaan Aceh Barat,” kata Edy, Sabtu (14/7).
Ia menduga hasil proyek tersebut tidak layak, dimana jalan yang sudah selesai dibangun kembali rusak dan semakin parah. Seperti jalan lintasan Gampong Meunasah Rambot.
“Lintasan jalan yang rusak tersebut sudah digenangi air, sepanjang kurang lebih 10 meter, tercatat setidaknya dua titik yang sudah mulai tergenang air dan seperti menggunung dan semakin hari semakin hancur,” jelas Edy lagi.
Meskipun jalan sudah kembali dikerok dan ditimbun, kata dia, namun masih saja memberi dampak buruk bagi masyarakat. Kondisi jalan yang rusak dan berdebu membuat warga gerah. Bahkan mereka sempat melakukan blokade dengan meletakkan pohon kayu dan drum di tengah jalan.
Edy menceritakan, pada tanggal 8 Maret 2018 GeRAK sudah meminta Kejaksaan Negeri Aceh Barat mengusut proyek dan memeriksa kualitas jalan tersebut.
“Dimana pasca serah terima proyek dari pelaksana kepada pemerintah daerah (PHO), tidak berapa lama jalan itu kembali berlubang dan terkelupas aspalnya,” terang Edy.
Pengawasan dari Dinas PUPR Dipertanyakan
Di kesempatan itu, GeRAK juga mempersoalkan pengawasan pemerintah terhadap pembangunan jalan dan jembatan yang menggunakan dana DOKA.
“Sejauh mana pengawasan mereka? Apa yang mereka lakukan selama ini? Dalam dokumen anggaran padahal disebutkan ada upaya maksimal dari pihak terkait guna melakukan pengawasan terhadap pembangunan jalan dan jembatan dengan menggunakan dana otsus,” kata Edy.
Berdasarkan dokumen anggaran itu, disebutkan bahwa pengawasan teknis jalan dan jembatan di wilayah Kabupaten Aceh Barat (Otsus Aceh) telah dialokasikan dana dengan pagu anggaran sebesar Rp 1,1 milyar.
“Dimana teknis pengawasan tersebut dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Aceh,” lanjutnya.
Minimnya pengawasan yang berakibat pada tak tuntasnya proyek dana Otsus ini, secara tidak langsung GeRAK menduga ada kaitannya dengan temuan KPK beberapa waktu lalu, dimana terdapat indikasi dana Otsus menjadi bancakan dan dinikmati oleh sebagian oknum.
“Bisa jadi proyek lainnya juga mengalami hal yang sama, mengingat uang yang sudah dialokasikan oleh pemerintah adalah semata-mata untuk kemaslahatan umat, namun dalam pelaksanaannya malah diduga telah diselewengkan,” kata dia.
Untuk itu, Lanjut Edy, GeRAK Aceh Barat mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi di Aceh, tidak hanya di tingkat provinsi, namun juga hadir di tingkat daerah.
Ia kembali mengingatkan, Aceh merupakan salah satu daerah penerima dana otonomi khusus dan sudah diatur dalam Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA) nomor 11 tahun 2006.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 183 ayat (1) UUPA, yaitu dana Otsus merupakan penerimaan Pemerintah Aceh yang ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan.
“Sementara, ada sebelumnya pasal 179 ayat (2c) disebutkan bahwa dana otsus adalah salah satu sumber pendapatan Aceh dan kabupaten/kota,” jelas Edy.
Meskipun disebutkan sebagai sumber pendapatan daerah kabupaten/kota, namun dana otsus tidak langsung ditransfer Pemerintah Pusat ke Pemerintah Kabupaten/Kota, melainkan ditransfer menjadi penerimaan Pemerintah Aceh.
“Kita meminta agar hal ini menjadi prioritas pendampingan KPK dalam pencegahan korupsi melalui tata kelola pemerintahan,” kata Edy.
“Bila kita terlena dan juga pemanfaatannya tidak tepat sasaran sebagaimana disebutkan dalam UUPA, artinya era untuk peningkatan di berbagai sektor ini hanya mimpi belaka,” tukasnya. []
Reporter: Aidil Firmansyah
Belum ada komentar