Banda Aceh—DPRA akan melaporkan kasus pembangunan dermaga bongkar pelabuhan Sabang ke Polda dan Kejati Aceh. Pelaksanaan proyek ratusan miliar rupiah milik BPKS itu terindikasi sarat penyimpangan.
“Dalam minggu ini, DPRA akan melaporkan kasus proyek dermaga bongkar CT-3 ke Polda dan Kejati,” kata Wakil DPRA Sulaiman Abda, Jumat (4/5).
Hal itu dikatakan Sulaiman Abda di hadapan massa yang berunjuk rasa di DPRA, kemarin. “Laporannya juga akan ditembuskan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta,” sebutnya.
Sulaiman Abda mengatakan pihaknya segera meminta Polda Aceh dan Kejaksaan Tinggi Aceh untuk menuntaskan dugaan korupsi pada proyek tersebut. “Ini harus diproses hukum hingga tuntas,” tandasnya.
Sebelumnya, puluhan mahasiswa berunjuk rasa di halaman kantor DPRA. Dalam aksinya, mereka mendesak legislatif dan eksekutif menghentikan seluruh tahapan pelelangan proyek pembangunan dermaga bongkar CT-3 Sabang. “Kami meminta pihak dewan segera menghentikan proses pelelangan proyek CT-3 di bawah pelaksana Badan Pengusahaan Kawasan Peradangan Bebas dan pelabuhan Bebas Sabang (BPKS),” kata Suhendri, koordinator aksi.
Selain itu, mereka juga meminta Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) segera mengusut tuntas kasus pembangunan terminal container tersebut. “Kami juga meminta pihak Dinas Bina Marga dan Cipta Karya (BMCK) segera menghentikan proses pelelangan pengadaan paket pekerjaan konstruksi BPKS di bagian pelelangan umum Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang sedang berjalan tahun ini,” ujar Suhendri.
Dikatakannya, penghentian pelelangan tersebut perlu segera dilakukan agar tidak menjadi masalah bagi Pemerintah Aceh ke depan. Jika dibiarkan, kata Suhendri, dikhawatirkan akan menjadi satu ancaman dan bencana bagi pemerintah yang baru nantinya. “Proses pelelangan paket pekerjaan itu diketahui tidak sehat dan tidak fair. Hal itu didasari upaya terselubung yang dilakukan pihak BPKS dan BMCK dalam menentukan perusahaan mana yang boleh ikut dalam proses pelelangan tersebut,” paparnya.
Menurutnya, upaya itu dilakukan oleh BPKS dan BMCK untuk dapat meraup keuntungan pribadi dari pesanan para kontraktor yang ingin dimenangkan dalam paket pekerjaan tersebut. “Proyek senilai Rp135 miliar itu ditengarai sudah mulai diarahkan untuk memenangkan satu perusahaan tertentu,” ungkapnya.
Dia mengatakan proses pelelangan selama ini tidak dibuka secara jujur, efisien, transparan dan akutabel. “Kalau hal ini terus dibiarkan maka image dan wibawa pemerintah Aceh yang terpilih pada Pemilukada 2012 akan menjadi bermasalah,” tandasnya.[pm/zal]
Belum ada komentar