Dalam Empat Tahun Terakhir, 293 Orang Terlibat Korupsi di Aceh

Dalam Empat Tahun Terakhir, 293 Orang Terlibat Korupsi di Aceh
Dalam Empat Tahun Terakhir, 293 Orang Terlibat Korupsi di Aceh

*1,5 Tahun Korupsi di Aceh, Kerugiannya Setara 4 Ribu Rumah Dhuafa.

PM, Banda Aceh – Jumlah oknum yang terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) di Aceh sejak tahun 2013, masih fluktuatif. Demikian halnya dengan putusan di Pengadilan Tipikor Banda Aceh.

Dalam diskusi publik yang digelar Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) pada Kamis (12/7), terungkap hasil analisa bahwa sejak tahun 2013 hingga 2017 ada sebanyak 293 orang yang terlibat kasus korupsi.

“Sedangkan putusan pengadilan berjumlah 238, dimana di dalamnya ada sebanyak 293 orang yang disidangkan,” papar koordinator bidang hukum dan politik MaTA, Baihaqi dalam diskusi yang mengulas tren penindakan kasus korupsi di Aceh itu.

Dari jumlah tersebut, didapati sebanyak 261 orang yang diputuskan bersalah oleh pengadilan. Sedangkan 32 orang lainnya divonis bebas.

Lebih dekat, sejak tahun 2017 hingga paruh awal tahun 2018 ada sebanyak 22 kasus korupsi yang masuk tahap penyidikan di kepolisian. Sementara Kejaksaan Tinggi Aceh telah menyidik sebanyak 24 kasus dalam kurun waktu yang sama.

“Selama itu pula, kerugian negara mencapai Rp 349 milyar, atau setara dengan 4.374 rumah dhuafa,” ujar Baihaqi lagi.

Kerap Melibatkan Pihak Swasta

Berdasarkan hasil analisa MaTA, sebagian besar kasus yang terjadi selama ini di Aceh, terutama korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa, selalu melibatkan pihak swasta.

“Unsur eksekutif (pemerintah) tak terlibat sendiri, selalu ada pihak swasta di belakangnya,” kata dia lagi.

Di tahun 2017 saja, dari keseluruhan 78 orang yang jadi tersangka korupsi, 30 orang diantaranya merupakan pihak swasta. Sedangkan di tahun 2018 sudah ada 2 tersangka dari kalangan tersebut.

Baihaqi berharap, semua pihak baik penegak hukum maupun masyarakat saling bersinergi untuk memberantas korupsi.

“Kepolisian, kejaksaan, KPK dan pengadilan tipikor memiliki peran yang berbeda, tapi memiliki tujuan yang sama dalam pemberantasan korupsi,” imbuhnya.

Kendati demikian, MaTA juga mengkritisi tidak transparannya informasi mengenai penindakan korupsi di kalangan penegak hukum selama ini.

“Aparat penegak hukum cenderung tidak transparan, jika ada data yang tersedia, itu pun hanya berupa statistik akumulasi tahunan,” pungkasnya. []

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait