Kamar kecil beberapa masjid di Banda Aceh membuat sebagian jamaah tak nyaman memakainya. Rata-rata menggunakan toilet tabung yang ditempel ke dinding.

 

WANDI akhir-akhir ini terkadang agak jengah jika salat di Masjid Agung Al Makmur, Lamprit, Banda Aceh. Bukan soal khusuk atau gangguan lainnya yang membuatnya jengah. Tapi, ia was-was kebelet kencing sebelum menunaikan salat di masjid yang kerap juga disebut Masjid Oman tersebut. Hanya satu yang membuatnya risih: toilet.
Kloset di masjid yang berada di perempatan Stadion Lampineung itu berbentuk tabung dan menempel ke dinding. Jika kencing tepercik ke pakaian, Wandi takut salatnya tidak sah. “Jika sudah tidak tahan lagi, saya pasti ke toilet belakang masjid untuk buang air kecil,” ujarnya saat ditemui di Masjid Al Makmur, Selasa pekan lalu.
Toilet di belakang masjid menggunakan model jongkok karena juga digunakan untuk buang air besar. Toilet jongkok ini membuat Wandi lebih nyaman saat buang air kecil. “Jika memang ada yang lebih bagus,diganti saja yang sesuai syariat. Jika memang harus berdiri tidak masalah. Asal jangan (toilet) tabung seperti yang banyak masjid gunakan saat ini,” ujarnya.
Wandi mencontohkan toilet di Masjid Saree, Aceh Besar. Posisi toiletnya menjorok ke dalam sehingga aman dari percikan air seni. Toilet serupa bisa dilihat di Masjid Syuhada Lamgugop dan Masjid Baitussalahin. Tempat kencingnya menjorok ke bawah hingga satu meter.
Yusbi Yusuf, salah satu pengurus Masjid Oman juga tidak setuju dengan keberadaan toilet tabung. “Toilet itu awalnya dibangun untuk orang obesitas (kegemukan), tapi ternyata dibangun seluruhnya, saya tidak tahu persis bagaimana,” ujarnya, Jumat pekan lalu. Ia menyarankan jamaah yang tidak ingin menggunakan toilet tempel, dapat memakai kamar kecil di sebelah selatan masjid.
Pengurus masjid, kata Yusbi, akan mengupayakan pergantian toilet tersebut agar lebih sesuai syariat Islam. “Karena ini tempat ibadah agar kita suci saat menghadap Ilahi. Kita akan menunggu anggaran tahun depan cair karena sampai kini Masjid Agung masih terutang dari pembangunan sebelumnya,” ujarnya.
Toilet tabung juga digunakan di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Di masjid kebanggaan orang Aceh ini, ada dua lokasi toilet. Di sebelah utara dan selatan masjid. Di sebelah utara, barisan kloset menyatu dengan tempat wudu. Pemisahnya hanya sebuah dinding. Setiap jamaah yang ingin ke toilet harus keluar dari tempat wudu dan menggunakan sandal menuju toilet. Toilet-toilet tabung ini menempel di dinding pagar masjid menghadap ke Utara. Selain di Masjid Raya, toilet tabung juga terdapat di Masjid Al Ikhlas Gampong Laksana, Masjid Babutaqwa Kuta Alam.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaran Ulama atau MPU Aceh Teungku Faisal Ali menganjurkan masjid-masjid menggunakan toilet yang nyaman digunakan jamaah. “Bagusnya tempat kencing itu disesuaikan dengan kondisi muslim saat ini tapi juga tidak terkena percikan saat buang air kecil. Dan air terpenuhi untuk membersihkan najis,” ujar Faisal Ali, Rabu pekan lalu.
Kondisi yang dimaksud Faisal Ali adalah proses perubahan budaya dari segi busana. “Dalam Islam disunatkan buang air kecil sambil duduk. Karena budaya kita di Indonesia ini menggunakan celana maka sah saja jika kencing sambil berdiri,” ujarnya. Karena itu, kata dia, penyesuaian tempat kencing menjadi lebih modern, sah-sah saja.
“Maka diciptakan (toilet) berdiri lebih bagus dengan pakaian kita. Karena jika kita kencing sambil duduk tentunya sangat sulit dan bisa jadi kena percikan kencing. Baiknya kencing sambil berdiri tapi (toilet) model syar’i, tidak berpercik ke celana untuk sahnya salat,” ujar Faisal Ali.
Ia juga menyarankan pengurus masjid melihat bangunan masjid yang berkaitan dengan tempat wudhu dan toilet, memenuhi unsur kesucian. Jika halaman masjid agak kecil, kata Faisal, harus dipastikan semua faslitas pendukung ibadah terpenuhi. “Juga diperhatikan nilai keislaman dalam pembangunan,” ujarnya.
MPU Aceh, kata Faisal, hingga kini belum mempunyai rekomendasi tentang model toilet yang bagus digunakan untuk masjid. “Namun, disarankan penyesuaian toilet itu harus berunsur syar’i dan juga tidak ada percikan najis ke celana jamaah,” ujarnya.
Ustad Ikhram M Amin, pimpinan Pesantren Modern Al Manar Cot Irie, Ulee kareng, juga berpendapat senada. “Kalau untuk buang air kecil, yang sudah pasti tidak kena percikan. Jika pakaian kotor bagaimana salat kita? Bagusnya kencing itu di tempat yang sesuai dengan syariat,” ujarnya. Di pesantren yang diasuh Ikhram, toiletnya memang memakai model tabung. Tapi, toilet itu letaknya menjorok satu meter ke bawah dari pengguna.
Ikhram menyarankan setiap toilet yang dibuat, terutama di masjid, tidak asal ada. “Jarak antara toilet dengan penggunanya perlu perencanaan yang matang. Jangan sampai air seni terkena pakaian,” ujarnya. Ia juga menyarankan setiap bilik tandas dibangun tidak menghadap kiblat dan memiliki pembatas hingga menutup wajah. “Kalau bisa bahkan wajah tidak tampak. Sangat banyak toilet saat ini tidak ada pembatas sehingga saat kencing (orangnya) bisa (saling) bicara. Adab kita saat buang urine itu jangan sampai berbicara.”[]Dofa Muhammad Aliza

Komentar